Parlemen di Mata Gen Z: Harapan dan Aksi Nyata Dewan

Zul Sikumbang
Zul Sikumbang
Diperbarui 11 September 2025 03:07 WIB
Gedung DPR RI, Jakarta. (Foto: Zul Sikumbang)
Gedung DPR RI, Jakarta. (Foto: Zul Sikumbang)

Jakarta, MI - Di era digital saat ini, Generasi Z (Gen Z) atau generasi yang lahir antara tahun 1997-2012, tumbuh sebagai kelompok masyarakat yang kritis, adaptif, dan sangat terhubung dengan perkembangan teknologi. Mereka lahir di tengah derasnya arus informasi, di mana hampir semua hal dapat diakses secara instan melalui layar gawai. Hal ini membentuk karakter mereka yang cenderung melek informasi, menuntut transparansi, dan tidak segan menyuarakan pendapat secara terbuka.

Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2025 merilis jumlah Gen Z di Indonesia tahun 2024. BPS menyebutkan, jumlah Gen Z di Indonesia sekitar 74,93 juta orang atau 27,94% dari total populasi Indonesia. Data lain menyebutkan, jumlah Gen Z berjenis kelamin laki-laki adalah 36,7 juta orang dan perempuan 34,7 juta orang. Sedangkan jumlah Gen Z di dunia mencapai mencapai sekitar 2 miliar orang dari jumlah penduduk dunia, yakni 8,1 miliar. 

Sebagai bonus demografi terbesar, kelompok ini menempatkan mereka sebagai kelompok usia yang paling berpengaruh dan memiliki peran penting dalam menentukan masa depan bangsa, baik secara ekonomi maupun sosial. Hal itu dipengaruhi dengan keterbukaan informasi sehingga kelompok ini memiliki wawasan luas, kritis, tranparan, dan terbuka dengan fakta-fakta yang ada.

Disamping itu, kelompok ini memiliki beban mental yang besar akibat terpapar dari informasi yang mereka dapatkan dari berita, media sosial, dan perkembangan teknologi. Akibatnya, karakter mereka dalam cara bersosialisasi, belajar, maupun bekerja didasarkan pada "dunia digital". Artinya bagi mereka, "digital world is the real world”. Kehidupan mereka sepenuhnya terhubung dengan teknologi, menjadikan media sosial dan internet bagian integral dari keseharian mereka.

Dengan bonus demografi yang begitu besar, diyakini, Gen Z merupakan mesin penggerak di berbagai bidang, ekonomi, sosial, politik dan keamanan. Tinggal bagaimana cara memanfaatkan Gen Z untuk kepentingan yang lebih besar dan lebih baik untuk kemajuan bangsa.

Ketika sebuah negara tidak bisa memanfaatkan dan tidak mengakomodir keinginan Gen Z, akan bisa menimbulkan efek negatif. Hal itu bisa dilihat dari kejadian di Nepal. Pemerintah Nepal dinilai gagal mengakomodir keinginan Gen Z. Akibatnya, terjadi unjuk rasa besar-besar, yang berujung mundurnya Perdana Menteri Nepal, KP Sharma Oli.

Pemerintah Indonesia dan DPR RI begitu paham dan secara cepat melakukan tindakan, perbaikan, bahkan membatalkan kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak bermanfaat oleh Gen Z. Sayangnya, Pemerintah Nepal tidak meniru apa yang telah dilakukan pemerintah Indonesia.

Parlemen sebagai sebagai salah satu lembaga tinggi negara, menjadi pusat perhatian bagi Gen Z untuk menyalurkan aspirasi mereka. Gen Z mempunyai pandangan dan sikap kritis terhadap parlemen karena parlemen merupakan lembaga yang salah satu fungsinya adalah melahirkan Undang-Undang bersama pemerintah. 

Kebijakan-kebijakan yang lahir dari gedung DPR RI tentu akan dikritisi bila tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Parlemen tidak lagi hanya dipandang sebagai institusi formal tempat legislator bersidang, tetapi juga sebagai simbol representasi suara rakyat, termasuk suara anak muda. Gen Z ingin melihat parlemen bukan sekadar gedung megah dengan rapat-rapat formal, melainkan ruang yang benar-benar menghadirkan aspirasi mereka dalam bentuk kebijakan nyata.

Pandangan Gen Z terhadap parlemen menunjukkan sikap kritis dan harapan besar terhadap perubahan, partisipasi, dan transparansi, meskipun mayoritas tidak tertarik bergabung partai politik. Mereka melihat parlemen sebagai instrumen untuk perubahan positif, sangat aktif di media sosial, dan menuntut isu sosial-lingkungan serta akuntabilitas yang lebih baik dari wakil rakyat, serta mengharapkan inovasi digital dalam proses politik

Harapan Gen Z terhadap Parlemen

Harapan Gen Z terhadap parlemen secara institusi adalah transparansi dan akuntabilitas yang dilahirkan oleh parlemen. Sebab, Gen Z terbiasa dengan budaya keterbukaan. Mereka berharap parlemen dapat menampilkan proses legislasi yang transparan, mulai dari pembahasan rancangan undang-undang hingga pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Akses informasi yang mudah dipahami, tidak berbelit, dan komunikatif menjadi kebutuhan utama.

Dikaitkan dengan aksi mahasiswa yang mayoritas adalah Gen Z akhir-akhir ini, dimana Pimpinan DPR RI sangat akomodatif dan secara cepat merespon serta mengabulkan aspirasi dari Gen Z. Pimpinan DPR RI begitu cepat membuat kebijakan yang bisa diterima oleh masyarakat, terutama Gen Z.

Langkah pimpinan DPR RI ini patut diapresiasi karena mampu meredakan gejolak yang muncul. Langkah ini menjadi harapan bagi Gen Z dan hal itu merupakan bentuk transparansi yang dilakukan oleh DPR RI secara kelembagaan.

"Itu aksi nyata sekali, sangat-sangat besar sekali pengaruhnya, sangat besar sekali pengaruhnya bagi Gen Z. Yang diharapkan menjadi oposisi di luar parlemen adalah Gen Z dan masyarakat. Saya tentunya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Gen Z dan masyarakat yang sudah melakukan kontrol sistem yang efektif, baik kepada kami sebagai wakil rakyat, baik kepada pemerintah karena kami pun sadar bahwa banyak yang mungkin kami belum maksimal lakukan. Tapi kami terus menerus melakukan kontrol terhadap semua program-program pemerintah," kata Irma di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9).

Gen Z tidak ingin hanya menjadi penonton. Mereka menginginkan wadah resmi untuk menyampaikan ide, kritik, maupun solusi kreatif terkait isu-isu penting seperti lingkungan, pendidikan, kesehatan mental, hingga ekonomi digital. Kehadiran forum konsultasi publik yang ramah generasi muda akan menjadi nilai tambah bagi parlemen.

Gen Z berharap parlemen tidak terjebak dalam isu klasik semata. Mereka mendambakan perhatian serius pada isu-isu kontemporer seperti perubahan iklim, transformasi digital, ekonomi kreatif, kesetaraan gender, hingga perlindungan data pribadi. Bagi mereka, parlemen yang visioner adalah parlemen yang mampu membaca arah masa depan.

Representasi politik bagi Gen Z bukan sekadar simbol. Mereka ingin melihat anggota dewan yang aktif berinteraksi, baik di lapangan maupun melalui platform digital. Figur wakil rakyat yang terbuka untuk berdialog akan lebih dihormati ketimbang yang hanya tampil di media saat kampanye.

"Membenahi image buruk DPR terkait hedonisme, pamer-pamer, tidak memiliki sense of crisis. Itu perlu kami perbaiki, itu yang harus dilakukan oleh kami dan kawan-kawan di DPR," kata Irma.

Aksi Nyata yang Diharapkan

Bagi Gen Z, parlemen bukanlah institusi yang jauh dan asing, melainkan rumah aspirasi yang seharusnya hadir lebih dekat. Harapan mereka sederhana namun mendasar yakni parlemen yang transparan, responsif, dan berpihak pada masa depan.

Dengan keterbukaan, inovasi, dan keberanian menghadirkan terobosan, parlemen dapat membuktikan bahwa lembaga ini benar-benar bekerja untuk rakyat, termasuk jutaan anak muda yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa. Pada akhirnya, hubungan sehat antara parlemen dan generasi Z adalah investasi jangka panjang bagi demokrasi Indonesia yang lebih matang, inklusif, dan berdaya saing.

Agar harapan itu tidak berhenti pada wacana, Gen Z menuntut aksi nyata dari parlemen. Beberapa langkah yang dianggap relevan antara lain adalah dengan program Digitalisasi Kinerja Parlemen, Membuka akses publik terhadap hasil sidang, naskah undang-undang, dan laporan kerja melalui aplikasi atau portal yang ramah pengguna. Dengan begitu, proses legislasi lebih mudah dipantau dan dipahami generasi muda.

Selain itu, perlu membangun ruang partisipasi publik. Yakni menyediakan mekanisme aspirasi berbasis teknologi, seperti kanal konsultasi daring, jajak pendapat digital, atau forum diskusi interaktif. Hal ini memungkinkan Gen Z untuk terlibat langsung tanpa harus terbatas oleh jarak.

Tak kalah penting adalah dilakukannya pendidikan politik untuk anak muda. Parlemen dapat berperan aktif dalam memberikan literasi politik, misalnya melalui program kunjungan edukatif, konten edukasi di media sosial, atau kolaborasi dengan kampus dan komunitas pemuda.

Konsistensi dalam pengawasan merupakan aksi nyata Anggota DPR RI tidak hanya berhenti pada membuat undang-undang. Gen Z ingin melihat konsistensi parlemen dalam mengawasi jalannya pemerintahan, memastikan kebijakan berpihak kepada rakyat, serta mencegah praktik korupsi.

"Tentunya permintaan maaf ini tidak cukup tanpa evaluasi dan perbaikan menyuruh. Dan perbaikan akan dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya," kata Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

Parlemen diharapkan lebih progresif dalam mengangkat isu yang dekat dengan kehidupan anak muda. Misalnya, regulasi perlindungan pekerja kreatif digital, kebijakan startup, subsidi pendidikan, hingga program kesehatan mental.

Topik:

Gen Z DPR RI