Modus Klasik Korupsi Rujab DPR, Aktor Politik di Senayan Perlu Dibongkar!

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 25 Maret 2024 01:57 WIB
PT Dwitunggal Bangun Persada di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat (Foto: Istimewa)
PT Dwitunggal Bangun Persada di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

Disebut-sebut dalam kasus ini tersangkanya lebih dari dua orang. Namun, sebanyak 7 orang yang dicekal ke luar negeri. Soal suspect atau tersangka, pada biasanya, pihak-pihak yang dicekal keluar negeri oleh KPK adalah mereka yang berpotensi menjadi tersangka.

Informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, mereka yang dicegah ke luar negeri itu adalah Sekjen DPR Indra Iskandar, Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR Hiphi Hidupati, Dirut PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar, Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni, Project Manager PT Integra Indocabinet Andrias Catur Prasetya dan pihak swasta Edwin Budiman.

KPK mengungkap nilai anggaran proyek rumah jabatan DPR mencapai Rp 120 miliar. Dari jumlah itu, kerugian keuangan negara mencapai puluhan miliar.

"Kurang lebih Rp 120-an miliar ya, kurang lebih nilai proyeknya. Tapi kerugian keuangan negaranya ada puluhan miliar sementara ini, sejauh ini, dan beberapa perusahaan yang kemudian menjadi pelaksana yang diduga kemudian ada melawan hukumnya," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (14/3/2024).

Ali mengatakan rumah tersebut ada di Kalibata dan Ulujami. Dugaan korupsinya berada pada pengadaan perabotan rumah.

Dalam sidang paripurna DPR yang dipimpin Puan Maharani pada 4 Oktober 2019 lalu, diputuskan sebanyak 575 wakil rakyat mendapat rumah dinas di dua kawasan itu.

Diketahui, bahwa tender kelengkapan sarana rumah jabatan anggota DPR di kompleks Ulujami dan Kalibata, Jakarta Selatan dimenangi oleh PT Dwitunggal Bangun Persada.

Saat itu, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada ini adalah Juanda Hasurungan Sidabutar yang menjadi satu di antara tujuh orang yang dicegah bepergian ke luar negeri. Kabarnya, KPK telah menyambangi pabrik milik Juanda pada awal Maret 2024. Sementara penyidikan korupsi kasus ini diumumkan pada akhir bulan sebelumnya. 

Penelusuran Monitorindonesia.com, pada LPSE DPR periode 2020, ada empat proyek yang jika dijumlahkan menyentuh angka Rp121.420.925.200. Selain proyek yang dimenangkan  PT Dwitunggal Bangun Persada, ada pula pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Ulu¬jami dengan nilai pagu paket Rp9.963.500.000 dengan HPS sebesar Rp 9.962.630.700. PT Hagita Sinar Lestari Megah keluar sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran Rp9.752.255.700.

Sementara pengadaan kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok C dan D dengan nilai pagu paket Rp 37.744.100.000 yang dipatok nilai HPS-nya sebesar Rp 37.741.324.500. 

PT Haradah Jaya Mandiri lah sebagai pemenang tender dengan penawaran harga sebesar Rp36.797.807.376. 

Tak hanya itu saja, terdapat pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok C dan D dengan nilai pagu paket Rp33.991.800.000 dengan nilai HPS sebesar Rp33.989.263.000. 

Saksi-saksi

Memulai penyidikannya, KPK memeriksa sejumlah saksi-saksi yang diduga tahu akan kasus ini. Adapun saksi-saksi yang dipanggil penyidik KPK adalah Erni Lupi Ratuh Puspasari (PNS Setjen DPR RI /Staf Setkom VI);  Firmansyah Adiputra (PNS Setjen DPR RI (Pemelihara Sarana dan Prasarana / Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Kalibata DPR RI TA 2020); Moh Indra Bayu (PNS Setjen DPR RI (Analis Tata Usaha Bagian Pengadaan Barang dan Jasa); Masdar (PNS Setjen DPR RI / Pengadministrasi Umum / Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Kalibata DPR RI TA 2020).

Lalu, Mohamad Iqbal (PNS Setjen DPR RI (Pemelihara Sarana dan Prasarana / Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Ulujami DPR RI TA 2020); Muhammad Yus Iqbal (Kabag Risalah Persidangan I DPR RI, tanggal 1 Juli 2019 s.d sekarang); Rudo Rochmansyah (Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan DPR RI 2019-2021); dan Satyanto Priambodo (PNS Setjen DPR RI / Kepala Biro Pengelolaan Bangunan dan Wisma DPR RI)

Kemudian, beberapa ASN dan pihak swasta juga dipanggil sebagai saksi, mereka adalah: Sjaepudin (PNS Setjen DPR RI/Analis Bagian Pengadaan Barang/Jasa 2019-2020); Sri Wahyu Budhi Lestari (PNS Setjen DPR RI /Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa); Sutrisno (PNS Setjen DPR RI/Kepala Subbagian Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa); Syamsul Hadi (PNS Setjen DPR RI (Pemelihara Sarana dan Prasarana/Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Ulujami DPR RI TA 2020).

Tomy Susanto (PNS Setjen DPR RI); Usman Daryan (Pemelihara Sarana dan Prasarana Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR RI Tahun 2012- sekarang); Wildan (PNS/Kasubbag Admin dan Logistik Pamdal DPR RI); Adhar (Direktur PT Haradah Jaya Mandiri); Adung Karnaen (Direktur Utama PT Alfriz Auliatama); dan Andi Wiyogo (Swasta).

Pada tanggal 18 Maret 2024 kemarin, penyidik memanggil 6 saksi, di antaranya mantan karyawan jenama elektronik Samsung, Aramdhan Omargandjar; Budi Asmoro (Direktur Utama PT Wahyu Sejahtera Berkarya); Andri Wahyudi (Freelancer Koordinator Pengawas Lapangan RJA Ulujami-PT Sigmabhineka Konsulindo (Tahun 2020); Andrias Catur Prasetya (Project Manager PT Integra Indocabinet); Anita Emelia Simanjuntak (Ibu Rumah Tangga); dan Ariel Immanuel A M Sidabutar (Direktur PT Abbotindo Berkat Bersama).

Dari saksi-saksi tersebut, nama yang paling disorot adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Indra Iskandar yang juga menjadi target KPK. Dan benar saja pada Kamis (14/3/2024) kemarin Indra Iskandar dicecar penyidik KPK perihal perencanaan hingga proses lelang pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR itu.

Usai diperiksa, Indra Iskandar pelit bicara "Tanya penyidik," singkatnya.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/3af5532d-7746-4b9d-a5b9-09e86301855d.jpg
Sekjen DPR RI Indra Iskandar usai diperiksa KPK pada Kamis (14/2/2024) (Foto: MI/Aswan)

Indra Iskandar juga sempat diperiksa pada Rabu, 31 Mei 2023 lalu atau saat kasus ini masih tahap penyelidikan.

Secara garis besar proses penganggaran di DPR bermula dari pengajuan Setjen DPR kepada Kemenkeu. Dari sana, diakomodir dalam nota keuangan dan RAPBN sebelum dibahas pada rapat komisi di parlemen. 

Hingga akhirnya dibahas dalam forum paripurna untuk menentukan ihwal apa yang menjadi kebutuhan dan berapa anggaran Setjen DPR dalam kepentingan rumah dinas. 

Dugaan rasuahnya, KPK mengungkapkan modusnya adanya penggelembungan harga dalam pembelian perlengkapan rumah dinas alias mark up.

“Ini memang kasusnya, kalau enggak salah mark up, mark up harga, ada persekongkolan. Kenapa harganya mahal, padahal harga di pasar enggak seperti itu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (6/3/2024).

Alex tidak menyebutkan barang kelengkapan apa saja yang digelembungkan harganya. Dia pun tak menjelaskan berapa total nilai anggaran dalam pengadaan itu.

“Kalau detailnya, terus terang saya belum dapat informasi sampai sedetail itu, ya, apakah ada kerja sama dengan BURT [Badan Urusan Rumah Tangga] dan sebagainya. Tapi ini kan proses pengadaan barang dan jasa,” imbuh Alex.

Tak hanya Libatkan Setjen DPR?

Terkait hal ini, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menduga sangat mungkin bukan hanya melibatkan Setjen DPR dalam kasus ini. 

"Karena anggaran itu atau proyek tidak pernah diputuskan sendiri oleh Sekjen bahwa uang itu kemudian jadi tanggung jawab Sekjen tapi proyeknya sendiri dirancang bersama dengan BURT," kata Lucius kepada Monitorindonesia.com belum lama ini.

Jadi, menurut dia, menarik untuk melihat apakah nanti misalnya ada tersangka itu berasal dari pihak Setjen. Apakah KPK juga mau memperluas penyelidikannya untuk memastikan keterlibatan dari anggota DPR yang ada di BURT itu dalam kasus korupsi yang sama?

"Begitu banyak proyek pengadaan di DPR itu dan setiap proyek pengadaan itu, saya kira potensi korupsinya memang sangat terbuka, kalau pengawasannya rendah dan bukan cuma meubelair di rujab itu, pokoknya terkait dengan pengadaan barang-barang," jelasnya.

"Kita tahu lah barang-barang itu ada harga pasarnya, ada harga yang diajukan oleh pekerja proyek dan lainnya," tambahnya.

Menurut Lucius, permainan mark up harga-harga merupakan modus permainan dan penentuan siapa yang akan mengerjakan proyek-proyek itu. 

"Walaupun untuk proyek-proyek besar kan selalu ada tender. Tapi kan kita tahu bahwa ada proyek lain yang penunjukan langsung. Bisa jadi yang ditunjuk orang-orang itu juga, orang-orang mereka sendiri. Mungkin temuan KPK seperti itu dan permainan-permainan dalam pengadaan itu," tandasnya.

Beririsan dengan Politik Pilpres 2024?

Koordinator Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman, menengarai kasus korupsi ini beririsan dengan politik Pilpres 2024. Dia merujuk pada periode korupsi yang dinilainya cukup lama untuk diputuskan diusut oleh KPK. 

Menurutnya, potensi korupsi pengadaan di DPR terbuka lebar setiap tahun, bukan hanya pada 2020. "Yang kami garisbawahi ini kasus 2020 lalu dibukanya di tahun 2024, momentumya tahun politik. Kami dorong ke KPK untuk tidak politisasi kasus," katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/2/2024).

Dia menduga pihak yang terlibat dalam kasus ini tidak hanya ASN di lingkungan Setjen DPR dan pihak vendor. Tetapi juga aktor politik di parlemen, mengingat fungsinya dalam hal anggaran. 

Lalu ada dugaan pembiaran dari level perencanaan yang membuka praktik bancakan. Pengadaan ini kalau janggal anggarannya, harusnya tidak dibiarkan lolos (oleh DPR). "Jadi aneh kalau proyek ini lolos. Sehingga kami curiga yang paling banyak terlibat itu di lingkaran politisi DPR,” kata Jajang.

Maka dari itu, dia juga mendorong penyidik KPK untuk menelusuri aliran dana bancakan yang diduga mengalir sampai elite politisi Senayan. “Dengan anggaran ratusan miliar, mustahil kalau yang menikmati hanya ASN".

"Karena dari penyusunan dan penetapan anggaran, ketua DPR pasti tahu termasuk dalam PBJ ini. Sehingga praktik pembiaran ini memang terjadi. Duit haram biasanya mengalir ke atas karena pembagian dari atas,” tambahnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Benny K Harman berharap KPK tidak tebang pilih dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR RI. 

Benny meminta KPK dapat memproses siapapun yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR RI. “Intinya siapapun terlibat diproses, silahkan, asal jangan tebang pilih,” kata Benny, Selasa (19/03/2024).

Benny meminta KPK dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR RI tidak bermotif politik. 

Benny mengingatkan, jangan ada motif balas dendam apalagi memperalat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR RI. 

“Jangan ada motif politik, balas dendam dan jangan diperalat,” tandasnya. 

Respons BURT DPR RI

Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Agung Budi Santoso menghormati apa yang disampaikan oleh KPK dalam membongkar kasus korupsi tersebut. 

Namun, kata dia selama belum ada penjelasan rinci dari kasus itu, ia menghargai asas praduga tak bersalah. "Pada prinsipnya saya menghargai apa yang disampaikan KPK, tapi tentu saya juga menghargai asas praduga tidak bersalah, apalagi belum ada penjelasan rinci terkait hal itu," kata Agung saat dihubungi Monitorindonesia.com, Senin (26/2/2024).

Karena itu, Agung meminta agar semua pihak menunggu hasil temuan dan keputusan terbaru dari KPK mengenai kasus tersebut. Sedang terkait kasus yang melibatkan Setjen DPR itu, ia meyakini bahwa semua proses proyek yang dilakukan DPR sudah sesuai ketentuan. "Kita tunggu saja proses selanjutnya dan saya meyakini bahwa semua proses di DPR sudah dilakukan sesuai ketentuan," ujarnya. (wan)