Puluhan Perusahaan Sawit Keciprat Dana Insentif Biodiesel dari BPDPKS, Pesta Bagi-bagi Jatah?

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 26 Maret 2024 06:12 WIB
Ilustrasi - Biodiesel - Kelapa Sawit (Foto: Dok MI/Net/Ist)
Ilustrasi - Biodiesel - Kelapa Sawit (Foto: Dok MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Hingga saat ini, penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menetapkan tersangka dugaan rasuah yang menyeret Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada tahun 2015-2022.

Korupsi ini diduga menyangkut penyaluran dana insentif kelapa sawit atau biodiesel.

Diketahui, bahwa BPDPKS itu dibentuk berdasarkan amanat pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, yang mengatur penghimpunan dana dari pelaku usaha dan tujuan penggunaan dana tersebut.

Namun masalahnya adalah pasal itu tak pernah menyebut bahwa dana yang terkumpul akan digunakan untuk insentif biodiesel. 

Bagaimana tidak, soalnya tujuan yang disebutkan di sana adalah untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan tanaman perkebunan, dan pengadaan sarana dan prasarana perkebunan.

Pemberian insentif biodiesel baru dibahas di Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015. Ini lantas diadopsi dalam misi BPDPKS. 

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, setidaknya ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun. Sebagian sudah diperiksa Kejagung.

Hal ini pun membetot perhatian ahli hukum dari Univesitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Abdul Fickar Hadjar begitu disapa Monitorindonesia.com, Selasa (26/3/2024) dini hari selepas sahur puasa ramadan, menilai hal ini seperti "pesta bagi-bagi jatah".

Hal itu juga dia ungkapkan merespons hasil studi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Auriga Nusantara dan Satya Bumi yang menemukan ada setidaknya 18 politically exposed persons atau PEP dalam jajaran petinggi perusahaan di grup Wilmar, Sinar Mas, dan Jhonlin. 

Rinciannya, ada sembilan PEP di grup Jhonlin, lima orang di Sinar Mas, dan empat orang di Wilmar. Ketiga grup itu secara akumulatif menerima insentif biodiesel puluhan triliun rupiaj dari BPDPKS pada periode 2015-2023. Perusahaan raksasa itu sempat diperiksa Kejagung.

"Waduh,  ini sepertinya pesta bagi-bagi jatah.  Saya tidak menguasai teknis pekerjaannya, lebih valid teman-teman di Auriga yg memang menjadi perhatian advokasinya," kata Abdul Fickar Hadjar. 

Tapi pada prinsipnya, apakah BDPKS terlibat dalam pemungutan uang-uang dari korporasi-korporasi itu ada dasar hukumnya atau tidak?

Demikian juga subsidi pengembaliannya pada korporasi-korporasi lain ada aturan dan mekanismenya tidak,  tetapi yang lebih pebting ada instansi pengawasannya berjalan atau tidak?

"Karena mekanisme ataupun yang diatur perundang-undangan sangat mungkin diselewengkan dan dimanipulasi untuk keuntungan pihak-pihak yang berkepentingan," jelasnya.

Karena itu, laporan penyelewengannya tidak cukup hanya kepada Kejagung saja, tetepi juga harus dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

"Agar ada instansi lain yang dapat mengawasi pengadaan kasusnya," tandasnya.

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron pun menyatan demikian. "Saya sih berharap bahwa memang harus ada pengawasan yang lebih ketatlah, karena dana BPDPKS itu sampai saat ini tuh nggak jelas, mitra kerjanya siapa gak jelas, oleh karena ketidakjelasan" kata Herman kepada Monitorindonesia.com, Senin (25/3/2024).

Namun pada sisi lain terjadi pengumpulan budget negara disitu besar anggarannya. "Ya tentu semestinya si pengawasannya juga lebih ketat, oleh karena itu syukur-syukur kalau tidak ada persoalan, tapi kalau memang ada fakta-fakta yang menjuru kepada menyalahngunakan keuangan negara.

"Saya kira harus ditelusuri sampai pada akhirnya bisa dipastikan apakah memang tidak ada penyalahgunaan anggaran negara itu," tandas politkus Partai Demokrat itu.

Pulbaket

Kejagung menegaskan penyidikan perkara dugaan korupsi itu masih berjalan. Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi menyampaikan, bahwa pihaknya masih mencari alat-alat bukti untuk mencari tersangka kasus BPDPKS.

"BDPKS masih berjalan. Masih-masih, kita terus mencari simpul pertanggungjawabannya," kata Kuntadi belum lama ini.

Kuntadi juga masih enggan untuk membeberkan total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini. "Belum [total kerugian negara], belum berani bilang," tambahnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah menyampaikan saat ini pihaknya masih melaksanakan penyidikan untuk menemukan benang merah pada kasus BPDPKS.

"BPDPKS itu sampai sekarang masih ada penyidikan, sampai saat ini memang ada beberapa petunjuk dalam gelar perkara yang belum dipenuhi penyidik BPDPKS," kata Febrie.

Menurutnya, hambatan dalam kasus pengelolaan dana sawit ini karena terintegrasi beberapa komponen produksi sehingga perlu kolaborasi dengan ahli ekonomi untuk mengusut tuntas kasusnya.

Penyelidikan tak kunjung buka dugaan penyelewangan anggaran BPDPKS

Tim Jaksa Penyidik Jampidus akan terus melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini, dengan tujuan untuk membawa keadilan dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS.

Namun tak kunjung membuka penyelewengan anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hingga saat ini pun, Kejaksaan Agung belum menetapkan satu pun tersangka dalam perkara ini. 

Padahal Kejagung sudah memeriksa sejumlah saksi kunci pengelolaan dana sawit, termasuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Ketua Komite Pengarah BPDPKS itu diperiksa pada pertengahan Juni lalu. Jaksa juga sudah menyelidik mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. 

Begitu pula eks anggota Tim Asistensi Menteri Airlangga, Lin Che Wei, yang kini menjadi terpidana kasus korupsi minyak goreng dengan kerugian negara Rp 6,47 triliun.

Akhir September lalu, penyelidik memanggil dua staf Yayasan Warisan Nilai Luhur Indonesia (IHF) yang didirikan Sofyan Djalil sebagai saksi. Pemeriksaan dua staf Yayasan ini menunjukkan jaksa tengah mengincar aliran uang BPDPKS. 

Diduga, embrio BPDPKS muncul saat Sofyan Djalil menjadi Menteri Koordinator Perekonomian 2014-2015. Dia pula yang mengajak Lin Che Wei membangun BPDPKS.

Perlu diingat lagi, bahwa mulanya pembentukan BPDPKS bertujuan mengembangkan komoditas sawit dengan enam kegiatan mulia, di antaranya penelitian dan pengembangan, peremajaan sawit, peningkatan sumber daya manusia, serta kemitraan dengan sawit rakyat.

Anggta Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengaku, sejak awal dirinya menyarankan untuk melakukan investigasi pada BPDPKS. “Sejak dari dulu saya sampaikan, audit investigasi BPDPKS sampai ke akar-akarnya. Jangan seenaknya menggunakan dana itu untuk yang lain-lain,” ujarnya kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (16/9/2024).

Dana tersebut seharusnya diperuntukan untuk kepentingan petani sawit. Dia pun tidak pun bisa dapat menutupi kekecewaannya. “Karena saya sebagai pimpinan panja UU Perkebunan dulu berinisiasi melahirkan norma itu untuk peremajaan sawit rakyat dan kepentingan petani sawit,” bebernya.

Seharusnya ada badan yang memang secara fokus mengurusi dana BPDPKS ini. Sehingga, dana tersebut dapat dikelola dengan baik. Dan, para petani sawit sejahtera. “Benar sekali, sebaiknya ada kemitraan yang jelas sehingga dapat diawasi dan jelas pertanggungjawabannya,” ujarnya.

Maka, Herman meminta ke depan tupoksinya harus dipindahkan ke Kementerian yang terafiliasi oleh DPR, karena saat ini BPDPKS barada dibawah Kemenko perekonomian sehingga tidak masuk dalam portofolio kemitraan dengan DPR.

"Ke depan saya kira harus dimasukkan ke dalam Kementerian sehingga pengawasannya lebih akuntabel, bisa dijalankan oleh DPR mengawasi dana-dana, sebenarnya itu kan dana partisipasi korporasi yang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas sawit rakyat," jelasnya.

Herman pun menyerahkan sepenuhnya kasus korupsi di BPDPKS kepada penegak hukum. Namun, ia menyesalkan anggaran sebesar itu seharusnya bisa dirasakan oleh para petani sawit.  

"Kalau untuk urusan korupsi, penyalahgunaan kewenangan dan lain sebagainya, silahkan ke penegak hukum. Tapi esensinya bagi kami adalah supaya anggaran itu betul-betul bermanfaat bagi rakyat khususnya para petani sawit rakyat," jelasnya.

Temuan Auriga Nusantara dan Satya Bumi dan Daftar perusahaan sawit penerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS selengkapnya klik di sini...

(wan)