Pakar Ingatkan Kejaksaan, Salah Verifikasi Aset Kasus Jiwasraya-Asabri Langgar KUHAP dan UU Tipikor

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 3 Agustus 2021 12:13 WIB
Monitorindonesia.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa meminta agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan upaya penyitaan dan perampasan dalam rangka pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi. Sebab, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyitaan dan perampasan adalah istilah yang berbeda. "Penyitaan dan perampasan di dalam KUHAP adalah istilah yang berbeda, tindakannya juga tidak sama antara penyitaan dan perampasan," kata Eva Achjani Zulfa kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/8/2021), menanggapi perampasan aset kasus dugaan korupsi Jiwasraya-Asabri oleh Kejaksaan, yang dinilai banyak pihak dilakukan dengan serampangan. Eva menjelaskan barang yang disita adalah barang yang berkaitan dengan tindak pidana, barang hasil dari tindak pidana, barang yang dipakai untuk satu tindak pidana, atau barang yang berhubungan langsung dengan tindak pidana. "Nah, di luar itu barang-barang yang tidak berhubungan langsung, yang tidak ada kaitannya dan tidak dipakai untuk satu tindak pidana, yang bukan merupakan hasil dari tindak pidana, tidak boleh disita. Kita kan membacanya kontra riil seperti itu. Karena memang tujuannya terbatas untuk mencari barang bukti dari suatu tindak pidana," katanya. Dia juga menegaskan bahwa penyidik harusnya melakukan verifikasi atau klasifikasi secara detil terhadap suatu barang sehingga dapat diketahui dengan pasti barang tersebut terkait atau tidak dalam suatu tindak pidana. "Saya rasa, dalam kasus ini (Jiwasraya-Asabri) tindakan klasifikasi atau verifikasi aset tidak bekerja. Padahal penyidikan itu seharusnya bukan hanya sekedar investigasi membuktikan unsur, tapi juga proteksi oleh mereka sebagai alat negara yang menjaga hak-hak masyarakat yang menjadi korban dari sistem," ujarnya. Untuk itulah, menurut Eva, penyidik wajib meng-coding alias memilah barang atau aset-aset yang disita. Jika diketahui ada barang milik pihak ketiga yang kemudian tersita, maka seharusnya harus dikembalikan segera ke pemiliknya. "Ini kaitannya dengan the rights of property dalam HAM yaitu hak untuk memiliki sesuatu dan menggunakannya, termasuk pula hak untuk membeli maupun menjual sesuatu," sebut dia. Eva pun mengkritisi penggunaan Pasal 45 KUHAP yang menjadi dasar Kejaksaan Agung (Kejagung) melelang sejumlah aset yang diduga terkait perkara Asabri. Kata dia, pelelangan bisa dilakukan sekali atas izin hakim namun juga harus izin terdakwa ataupun kuasanya. "Perlu diingat KUHAP membatasi bahwa yang dapat dirampas adalah terbatas pada barang yang dapat dibuktikan berasal atau terkait erat dengan kejahatan (korupsi)," pungkasnya. (Ery)

Topik:

Kasus Jiwasraya