Korupsi Satelit Kemenhan, Kejagung Geledah Tiga Lokasi

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 19 Januari 2022 08:09 WIB
Jakarta, Monitorindonesia.com - Kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga sekitar Rp 500 miliar di Kemenhan menemukan babak baru. Pada Selasa (18/1/2021), Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeldah tiga lokasi berbeda untuk mengusut tuntas kasus megakorupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemenhan tahun 2015-2021. Kepala Pusat dan Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak membenarkan, Jampidsus telah menurunkan tim untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan di tiga lokasi untuk mengusust tuntas kasus kasus korupsi proyek satelit tersebut. Adapun tiga lokasi yang digeledah, diantaranya Kantor PT. Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan; "Selanjutnya, Kantor PT. Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat dan Apartemen milik saksi SW selaku Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan," ujar Leonard dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (19/1/2022). Dari hasil penggeledahan itu, petugas juva mendapatkan sejumlah barang yang disita, diantaranya; sejumlah dokumen sebanyak tiga kontainer plastik. Selain itu ada barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah. "Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021," jelas Leonard. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Febrie Ardiansyah mengatakan, dugaan korupsi proyek pembuat dan penandatangan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kemenhan pada 2015-2016 merugikan negara sekitar Rp 500 miliar. Indikasi kerugian negara yang ditemukan hasil dari diskusi para auditor. "Kita perkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp 500 miliar lebih dan ada potensi. Karena kita sedang digugat di arbitrase sebesar 20 juta USD," kata Febrie. Uang itu diperuntukan untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, biaya konsultan sebesar Rp 18,5 miliar dan biaya Arbitrase Navajo Rp 4,7 miliar.[Lin]