Ismail Bolong Jadi Pintu Masuk Pengusutan Kasus Tambang Ilegal 

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 November 2022 00:39 WIB
Jakarta, MI - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan Ismail Bolong merupakan titik awal atau pintu masuk penyelidikan kasus dugaan suap tambang di tubuh kepolisian. Penyelidikan, kata eks Kabareskrim Polri itu, dimulai dari pencarian keberadaan Ismail Bolong yang diduga sebagai pemberi suap. "Tentunya kami mulai dari Ismail Bolong dulu, nanti dari sana lalu kita periksa," ujar Jenderal Sigit kepada wartawan, Sabtu (26/11). Menurut Sigit, pemeriksaan terhadap Ismail Bolong disebut sebagai pintu masuk untuk membuktikan semua dugaan yang berkembang. Termasuk, soal Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan eks Kapolda Kalimantan Timur Irjen Herry Rudolf Nahak yang disebut ikut menerima setoran tersebut. "Kalau pidana harus ada alat buktinya," tegasnya. Saat ini, mantan anggota Polres Samarinda itu sedang dicari keberadaannya. Tim dari Polda Kalimantan Timur hingga Bareskrim Polri terus melacaknya. "Ismail bolong sekarang tentunya tim yang mencari baik dari Kaltim ataupun dari Mabes," ungkapnya. Tak hanya itu, Sigit juga menyebutkan, bahwa adanya surat panggilan pemeriksaan terhadap Ismail Bolong oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri merupakan salah satu strategi. Diduga, strategi itu bertujuan agar bisa membawa paksa Ismail Bolong bila nantinya tak memenuhi dua kali panggilan pemeriksaan. "Tentunya proses pencarian kan itu strategi dari kepolisian ada, panggilan ada juga," kata Sigit. Sebelumnya, beredar dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) terkait adanya penambangan batu bara ilegal di wilayah Polda Kalimantan Timur, dengan temuan diduga terjadi pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oknum anggota Polri dan pejabat utama Polda Kalimantan Timur. Laporan hasil penyelidikan yang diserahkan Kepala Divisi Propam Polri, saat itu dijabat Ferdy Sambo kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Nomor: R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022. Dalam dokumen pada poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim. Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk dolar AS sebanyak tiga kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar. Ferdy Sambo dan Brigjen Hendra Sebut Kabareskrim Terlibat Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Hendra Kurniawan memastikan adanya Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) kasus tambang batu bara ilegal yang diduga melibatkan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto. Menurut Hendra berdasarkan data yang diperoleh dari LHP yang ditandatangani mantan Kepala Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri Ferdy Sambo pada 7 April 2022, ada keterlibatan Kabareskrim. “(Keterlibatan Kabareskrim) ya kan sesuai faktanya begitu,” ujar Hendra kepada wartawan sebelum sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (24/11). Kendati begitu, Hendra meminta awak media untuk menanyakan lebih detail kepada pejabat Divisi Propam yang saat ini menangani kasus tersebut. [caption id="attachment_504299" align="alignnone" width="300"] Mantan Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan (Foto: MI/Aswan)[/caption] Ia hanya membenarkan adanya LHP yang diduga melibatkan Jenderal Bintang Tiga di Mabes Polri itu. “Betul itu, itu betul, tanya pejabat yang berwenang saja, kan ada datanya,” jelas Hendra. Sementara itu,  mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo juga telah membuka suara terkait kasus tambang batu bara ilegal yang diduga melibatkan Kabareskrim. Saat selesai menjalani persidangan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo menyempatkan menjawab pertanyaan awak media terkait hal itu. Dia membenarkan bahwa surat laporan hasil penyelidikan yang ditandatangani 7 April 2022 terkait tambang ilegal tersebut ada. “Kan ada itu suratnya,” ujar Sambo kepada awak media di PN Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022). [caption id="attachment_496722" align="alignnone" width="300"] Terdakwa Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan (MI/Aswan)[/caption] “Ya sudah benar itu suratnya,” sambungnya. Namun demikian, mantan Kasatgasus itu meminta agar melakukan konfirmasi kepada pejabat berwenang. “Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada,” tutur Sambo. Sebagaimana diketahui, Ismail Bolong sempat viral di media sosial. Dia mengaku menyetor uang miliaran rupiah dari hasil penambangan batu bara ilegal ke Kabareskrim Polri. Selain itu, Ismail Bolong juga mengaku bekerja sebagai pengepul batu bara ilegal di kawasan Kalimantan Timur (Kaltim) atas inisiatifnya sendiri. Dia mengklaim untung miliaran rupiah setiap bulannya dan "berkoordinasi" dengan Komjen Agus Andrianto dalam menjalankan bisnis tambang ilegal tersebut. [caption id="attachment_504777" align="alignnone" width="300"] Ismail Bolong (Foto: MI/Repro)[/caption] "Keuntungan yang saya peroleh dari pengumpulan dan penjualan batu bara berkisar Rp 5-10 miliar setiap bulannya. Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali," kata Ismail Bolong dari keterangan videonya. Tak lama kemudian, muncul video pengakuan lainnya dari Ismail Bolong. Ternyata dia merupakan anggota polisi yang telah pensiun sejak Juli 2022. Pada video itu, nampak Ismail meminta maaf kepada Agus Andrianto atas pernyataan soal setoran hasil tambang ilegal. Ismail mengaku tidak pernah berkomunikasi dan tak kenal dengan Kabareskrim. Pria ini tak menyangka bila videonya itu viral. Dalam video itu, Ismail menyebut video pertama dibuat karena mendapat tekanan dari Hendra Kurniawan yang saat itu merupakan Karopaminal Divpropam Polri dan merupakan jenderal bintang satu.