Otto Hasibuan Meminta Eks Mendag Lutfi Diperiksa Terkait Kasus Korupsi CPO

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Desember 2022 22:04 WIB
Jakarta, MI - Pakar Hukum Pidana Otto Hasibuan meminta agar eks Menteri Perdagangan M Lutfi diperiksa terkait kasus korupsi fasilitas ekspor minyak goreng atau crude palm oil (CPO). Sebagaimana diketahui, bahwa kasus ini sudah memasuki tahan penuntutan terhadap para terdakwa. "Seharusnya mantan Mendag Lutfi harus diperiksa apalagi majelis hakim sudah mengeluarkan penetapan untuk menghadirkan secara paksa, tetapi tidak dijalankan," kata Otto kepada Monitor Indonesia, Jum'at (23/12). Sebagai Kuasa Hukum Stanley Ma terdakwa kasus korupsi fasilitas ekspor minyak goreng atau crude palm oil (CPO), Otto Hasibuan menilai dalam kasus ini terkesan dipaksakan dan aneh jika Kejaksaan tidak berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menghadirkan Lutfi. "Memang sidang sudah sampai tahap penuntutan sehingga dari segi waktu sudah sulit, tetapi yang ingin saya sampaikan bahwa perkara ini terkesan dipaksakan dan aneh kalau kejaksaan tidak berupaya sungguh-sungguh menhadirkan Mendag. Sehingga keadilan dan kebenaran sulit diperoleh," jelasnya. Selain itu, Otto Hasibuan juga menilai dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya memiliki banyak kelemahan. Sebelumnya, Otto menyebut dakwaan disusun secara tidak cermat, lantaran JPU meralat dakwaan dan mengubah pasal yang dituduhkan pada hari persidangan. Menurut Otto, perbuatan mengubah dakwaan di hari persidangan menyalahi ketentuan pasal 144 KUHP. "Perubahan dakwaan berdasarkan pasal 144 KUHP hanya bisa dilakukan paling lambat 7 hari sebelum sidang dimulai. Nah ini di persidangan dia rubah pasal, ini kan yang tidak boleh," ujar Otto usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8). Kuasa Hukum yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Advokat Indonesia itu pun menyebut dakwaan yang tidak cermat dan tidak konsisten seharusnya tidak dapat diterima. Karena itu, Otto sebagai penasehat hukum terdakwa Stanley Ma mengajukan eksepsi. Lebih lanjut, Otto mengungkapkan cukup banyak hal yang tidak jelas dalam dakwaan terhadap kliennya. Nantinya, hal-hal yang dinilai kabur dan tidak cermat itu akan disampaikan Otto dalam persidangan lanjutan sehingga Majelis Hakim dapat mempertimbangkan secara adil. Dia menegaskan apabila dakwaan yang tidak jelas sehingga tidak bisa diterima oleh Hakim, terdakwa seharusnya bisa dibebaskan. Kendati demikian, Otto tidak akan membawa persoalan dakwaan kliennya ke Kejaksaan Agung. "Ini kan ranah persidangan jadi nggak perlu kita sampai ke Kejaksaan Agung soal ini. Mudah-mudahan dengan ini, Majelis Hakim bisa mempertimbangkan, karena kami sudah memutuskan kepada Hakim untuk mengajukan eksepsi terhadap dakwaan ini," imbuh Otto. Seperti diketahui, Stanley Ma adalah Senior Manager Corporate Affair PT. Victorindo Alam Lestari, Stanley MA yang ikut terseret dalam kasus korupsi penyalahgunaan fasilitas ekspor CPO bersama empat terdakwa lainnya. Adapun empat terdakwa lainnya antara lain Tim Asistensi Kemenko Perekonomian, Lin Che Wei; mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana; Komisari PT. Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager bagian General Affair PT. Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. Para terdakwa diduga terlibat dalam perkara penerbitan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya selama periode Januari 2022 – Maret 2022. Dalam sidang amar tuntutan, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/12) kemarin, Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dituntut 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar. Kemudian terdakwa lainnya, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA dituntut 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Stanley juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp868,7 miliar. Jika tak mampu membayar uang pengganti, harta benda milik terdakwa atau korporasi disita oleh negara. Selanjutnya Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor dituntut 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Master Parulian turut dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp10,9 triliun subsidair 6 tahun penjara. Sedangkan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan. Pierre Togar juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4,5 triliun subsidair 5,5 tahun.