'Penjahat' Bolak-balik Menjabat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Juli 2024 2 jam yang lalu
Alex Denni terjerat kasus korupsi saat menjabat Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti pada tahun 2003. Saat itu, Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah, Direktur SDM Niskung serta Asisten Kebijakan SDM pada Direktorat SDM Niskung PT Telkom menunjuk perusahaan Alex sebagai konsultan analisa jabatan. (Foto: Dok MI/Aswan)
Alex Denni terjerat kasus korupsi saat menjabat Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti pada tahun 2003. Saat itu, Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah, Direktur SDM Niskung serta Asisten Kebijakan SDM pada Direktorat SDM Niskung PT Telkom menunjuk perusahaan Alex sebagai konsultan analisa jabatan. (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pengumuman yang dirilis Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) bernomor 163/K/Pid.Sus/2013 tanggal 26 Juni 2013 menjadi carut-marutnya penegakan hukum di Indonesia ini.

Surat pengumuman itu berisikan bahwa Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Satgas SIRI) berhasil mengamankan buronan tindak pidana korupsi (Tipikor) Alex Denni, pada Kamis 18 Juli 2024 sekitar pukul 17.45 WIB di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Buronan yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) ini diamankan setelah tiba dari Doha.

Alex Denni, yang merupakan terpidana kasus korupsi pada proyek District Job Manual PT Telkom Tbk tahun 2003, telah menjadi buronan sejak dikeluarkannya Surat Cekal Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: R-767/M.2/Dip.4/07/2024.

Alex Denni
Alex Denni (baju kuning) (Foto: Dok MI)

Meskipun telah divonis bersalah sejak 26 Juni 2013, eksekusi terhadap Alex Denni baru dilakukan 11 tahun kemudian. Padahal, jika dia menjalani hukumannya selama 1 tahun penjara saat itu, saat ini sudah menghirup udara segar. 

Anehnya, 'penjahat' ini bisa bolak-balik menduduki jabatan strategis di Kementerian hingga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Terkait hal itu, perwakilan dari Indonesian Audit Watch (IAW) Iskndar Sitorus menilai hal ini menunjukkan bobroknya penegakan hukum di Indonesia.
Bahkan, dia menegaskan negara telah mengalami kerugian besar dan menyebut penunjukan Alex Denni sebagai pejabat tinggi adalah kesalahan fatal.

"Presiden selaku ketua TPA yang memilih pelaku kejahatan, atau presiden telah ditipu oleh anak buah dengan menyembunyikan kejahatan,” kata Iskandar Sitorus kepada Monitorindonesia.com, Minggu (28/7/2024) malam.

Iskandar Sitorus
Iskandar Sitorus (Foto: Dok MI/Aswan)

Bahwa terlihat lembaga kepresidenan disadari atau tidak disadari telah seperti tidak memiliki kemampuan dasar sebagai organisasi yang berkuasa. 

"Sampai-sampai penjahat bisa ikut ke dalam pemerintahan. Ini sangat merusak moral tatanan dan perundangan,” lanjutnya.

Pun IAW tidak bisa menerima alasan Kejari Bandung yang mengaku baru menerima Akta Pemberitahuan Kasasi pada 4 April 2024 dan sudah 3 kali memanggil.

“Kejari Bandung dalam putusan Kasasi adalah salah satu dari sekian banyak pihak, jadi mereka sangat paham. Jadi tidak mungkin tidak tahu bahwa putusan tersebut telah inkracht,” bebernya.

Sehingga, dia menduga  ada komplotan 'orang jahat' ini "sehingga dia bisa menjadi pejabat eselon satu di negara, lalu berpindah ke kementerian lain menjadi eselon satu pula ini bukti teranyar bahwa lembaga kepresidenan itu rentan dan rapuh sedari awal".

IAW juga menduga ada komplotan yang memungkinkan Alex Denni menduduki jabatan eselon satu di pemerintahan.

Jabatan Alex Denni selama buron adalah Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB (2021-2023); Komisaris PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (2022); Deputi SDM, Teknologi, dan Informasi BUMN (2020-2021); Direktur SDM dan Transformasi PT Jasa Marga (2018-2020); dan Chief Human Capital Officer PT BNI (2016-2018).

Alex Denni
Mantan Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) KemenPAN-RB Alex Denni ternyata pencetus ide sistem PPPK paruh waktu. 

Lau, Chief Transformation Officer Dharma Satya Nusantara Group (2014-2016) dan Senior VP Human Capital Strategy and Policy Group PT Bank Mandiri (2013)

Bahan evaluasi Kejagung
Kapuspenkum Kejagung ,Harli Siregar mengungkap kendala untuk mengeksekusi Alex Denni. Kata dia, untuk melakukan eksekusi, harus ada salinan putusan persidangan terlebih dahulu. 

“Karena untuk melaksanakan eksekusi harus ada salinan putusannya. Kapan diterima oleh jaksa?” kata Harli ketika ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (25/7/2024). 

Dengan adanya kendala tersebut, akan menjadi bahan evaluasi Kejaksaan Agung dalam memproses kasus-kasus ke depan. “Pertanyaannya memang, apakah selama ini jaksa yang bersangkutan pernah menelusuri putusan ini? Ini bahan evaluasi yang kami lakukan,” jelasnya.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar (Foto: Dok MI/Aswan)

Kendati demikian, Harli mengatakan bahwa hal ini seharusnya diapresiasi terlebih dahulu. “Kenapa apresiasi? Karena 11 tahun dia tidak nampak bisa kami tangkap dan kami tahan. Karena kalau tidak, aparat penegak hukum ini bisa mati lemas terus. Ini bentuk kita melawan kejahatan," beber Harli.

Dia juga tidak ingin menuding pihak mana pun soal alasan Alex Denni belum dieksekusi hingga 11 tahun. “Tidak menyatakan bahwa kami artinya tidak ada sesuatu masalah, ini bahan refleksi bagi kami,” tegas Harli. 

Pada hari Jumat tanggal 19 Juli 2024, Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Kota Bandung berhasil mengeksekusi terpidana atas nama Alex Denni telah melakukan tindak pidana korupsi sehubungan adanya Proyek Distinct Job Manual (Pekerjaan Analisa Tahun 2003) di PT Telkom Tbk tahun 2003.

Eksekusi tersebut dimaksud dalam Pasal Pasal 3 Jo. UU Nomor 31 tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP. 

Alex selanjutnya dieksekusi ke Lapas Sukamiskin Bandung untuk menjalani masa hukuman sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI Nomor 163 K/Pid.Sus/2013 tanggal 7 September 2013. 

"Yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menjatuhkan pidana selama 1 tahun, denda Rp 50 juta dan membayar uang pengganti Rp 789 juta," demikian keterangan Kejari Kota Bandung. (wan)