Pakar Hukum ke Kubu Ferdy Sambo: Jadi Penegak Hukum Tapi Nggak Ngerti Hukum

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Desember 2022 17:21 WIB
Jakarta, MI – Sampai saat ini, yang menjadi dasar pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J,  belum terungkap dan para tedakwa sudah didakwakan sejumlah pasal. Motif pembunuhan yang diklaim oleh kubu Ferdy Sambo, masih bersikukuh terhadap dugaan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi yang disebut-sebut dilakukan oleh Brigadir J. Meskipun dalam perjalanannya mengungkap kasus ini, penyidik tidak menemukan adanya unsur tersebut. Motif pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi itupun terus menjadi perdebatan. Bahkan dalam sidang saksi ahli pidana yang diajukan pihak Sambo menyebut, ketiadaan bukti visum tak berarti pelecehan seksual tak terjadi. Berangkat dari hal itu, Pakar Hukum Pidana, Asep Iwan Iriawan yang juga sebagai mantan Hakim meyakini posisi Putri sebagai Istri Kadiv Propam Polri, memiliki pengetahuan dan akses untuk menempuh prosedur sesuai hukum yang berlaku. Lantas dia menyindir Ferdy Sambo yang saat itu menjadi Kadiv Propam Polri (Polisinya Polisi) yang tidak paham hukum, jika memang Brigadir Yosua melakukan kesalahan seharusnya diberikan hukuman sesuai prosedur bukan dibunuh dengan cara melanggar hukum juga. “Kenapa saat itu, jikalau Brigadir Yosua melanggar hukum, melakukan pelecehan seksual, kenapa nggak dikepret kenapa harus dibunuh dengan cara melawan hukum juga. Kan aneh, jadi penegak hukum tapi nggak ngerti hukum,” sindir Asep dikutip pada Senin (26/12). Jika memang Putri sebagai korban memilih bungkam, tegas Asep, sangat aneh jika Ferdy Sambo tidak membuat laporan visum meski sang istri sudah melaporkan ada pelecehan. “Kalau selama pelecehan seksual atau kekerasan seksual tidak ada dalam BAP, tidak ada barang bukti ya gak usah ngomongin soal itu. Secara hukum kan orang bicara bukti sepanjang tidak ada bukti peristiwa itu dan itu sudah ada di berkas perkara, apalagi sudah divonis di BAP. Ya jangan ngomongin pasal pelecehan, kekerasan seksual, ini kan aneh,” jelasnya. Soal keterangan para ahli dalam persidangan kemarin menjadi pertimbangan penting bagi Majelis Hakim untuk menentukan nasib para terdakwa yang terlibat kasus penembakan Yosua. Menurut Asep motif pelecehan Putri pun harus dibuktikan, tak hanya menggunakan satu keterangan pakar atau ahli. Lanjut Asep, kasus perkosaan itu harus dibuktikan oleh visum. Apalagi dalam hal ini korbannya adalah seorang istri pejabat tinggi polri, yakni Mantan Kadiv Propam Polri. Dosen Universitas Indonesia ini juga mengatakan, Putri Candrawathi juga adalah seorang dokter yang memiliki pendidikan tinggi. Ia justru heran kenapa Ahli Hukum Pidana pada sidang Ferdy Sambo justru malah membahas pemerkosaan, bukan pembunuhan yang ada dalam dakwaan. “KUHP itu azas legalitas, itulah yang dibuktikan dengan unsur, jangan mmembuktikan motif. Kalau motif itu lain, itu untuk mempertimbangkan berat ringannya hukuman. Bayangkan kalau seorang cewek luka, robek, sama ahli. Kalau ahli, nanti dokter A bilang robeknya segitiga, dokter B segiempat, ngawur. Sekali lagi, kalau perkosaan itu standarnya visum, karena ada sesuatu di situ,” jelasnya. Sebelumnya Mahrus Ali mengatakan bahwa tidak ada visum memang menyulitkan pembuktian, namun bukan berarti tidak terjadi kekerasan seksual. Sebab menurutnya, tidak semua kekerasan seksual memiliki keberanian untuk melapor. Saksi juga menyebut peristiwa kekerasan seksual kerap terjadi di ruang pribadi sehingga minim bukti. “Misalnya cleaning service diperkosa direktur pasti tidak akan berani melapor. Pertanyaan sederhana, yang diperkosa, dibantai, dibanting itu jabatannya apa? istri siapa?,” kata dia. Asep Iriawan mengatakan, dalam kasus ini korban dugaan pemerkosaan yakni seorang istri dari polisisnya polisi, yang korban juga memiliki pendidikan tinggi dan merupakan seorang dokter gigi. “Harusnya dokter lebih mengerti karena standarnya kan begitu. Orang kecil itu kalau mengalami perkosaan pasti standarnya ke puskesmas, apalagi ini seorang istri jenderal, berpendidikan tinggi, berpengalaman,” beber dia. Selain itu, kata dia, pascakejadian Putri Candrawathi yang disebut-sebut trauma itu juga masih bisa melakukan beberapa kegiatan bahkan meminta suaminya untuk tidak perlu khawatir dan melarang melapor ke kantor polisi terdekat. “Kok lucu gitu, ini perbuatan melawan hukum yang harusnya dengan proses hukum, malah dilakukan dengan perbuatan melawan hukum. Dan sekarang mau dibenarkan,” kata dia. Asep Iwan Iriawan juga mengatakan bahwa sebaiknya laat bukti perkosaan itu tidak menggunakan keterangan ahli. “Alat bukti tadi (perkosaan) jangan menggunakan keterangan ahli, kalau para ahli menjelaskan perkosaan saya bingung, ahli apa? Ahli perkosaan yang menjelaskan? Sekolah dong yang bener ah,” tandasnya. Selain itu, Asep yang juga menyinggung tuntuntan hukuman pidana terhadap orang yang sudah meninggal dalam hal ini Brigadir J, seharusnya tuntuntan hukumannya sudah gugur sebagaimana diatur dalam pasa 77 KUHP. "Katakanlah pelakunya Alamrhum Brigadir J, kalau orang cerdas pasti tahu pasal 77 KUHP yang mungkin diproses apalagi ditindak,” tutup Asep. Sebagaimana diketahui, Tim kuasa hukum terdakwa Putri Candrawathi terus membeberkan alasan kenapa kliennya tidak melapor dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Nofriyansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua di rumah Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022 lalu Kuasa hukum mengatakan status Putri sebagai seorang ibu dan perempuan, mengakibatkan apa yang dilakukan oleh Yosua menjadi pukulan sangat berat tersendiri baginya. Menurut kuasa hukum, sulit bagi Putri untuk menceritakan hal ini bagi siapapun karena akan dilihat sebagai aib oleh yang mendengar. “Selain itu jika dirinya melaporkan hal ini ke kepolisian setempat, kejadian tersebut akan diketahui oleh semakin banyak orang,” kata kuasa hukum Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo, Arman Hanis, saat pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/12). Dalam rincian dakwaan, Ferdy Sambo disebut marah setelah mendengar keterangan sepihak dari istrinya, Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022. Ia pun lantas memanggil ajudannya Ricky Rizal menggunakan handie talkie (HT) ke lantai tiga rumahnya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan. Di sela sidang itu, Ferdy Sambo mendoakan orang-orang yang tidak mempercayai pemerkosaan istrinya agar tidak mengalami peristiwa yang serupa. “Kalau ada orang yang tidak percaya, ya saya berdoa itu semoga tidak terjadi pada istri atau keluarganya,” kata Ferdy Sambo setelah skors sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/12). Mantan Kepala Divisi Propam Polri ini menegaskan tindakan ia terhadap Brigadir Yosua merupakan tradisi Siri Na Pacce yang ia anut sebagai orang Sulawesi. “Itukan sudah disampaikan di persidangan bahwa keterangan psikolog sudah jelas ada peristiwa di Magelang,” kata Ferdy Sambo. #Kubu Ferdy Sambo

Topik:

Ferdy Sambo