Catat Baik-baik Penny Lukito! Polri Bilang BPOM Bertanggung Jawab Cek dan Inspeksi Pedagang Besar Farmasi

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Januari 2023 02:19 WIB
Jakarta, MI - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan pihak yang bertanggung jawab mengecek dan melakukan inspeksi terhadap Pedagang Besar Farmasi (PBF). Hal itu, tegas jenderal bintang satu (1) ini, seharusnya dilakukan BPOM untuk mendeteksi kandungan bahan baku obat yang akan beredar di masyarakat. "Sejauh ini BPOM adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan dan inspeksi terhadap para pedagang besar farmasi," kata Ramadhan dikutip pada Selasa (10/1). Hingga saat ini, Bareskrim Polri dan BPOM telah menetapkan sejumlah perusahaan farmasi dan suplier bahan baku obat sebagai tersangka dalam kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang menewaskan ratusan anak. Ramadhan menjelaskan ketiga perusahaan itu merupakan distributor bahan baku, bukan penjual obat sirup. “Bahan baku PG (propilen glikol) milik ketiga korporasi tersebut sudah dilakukan uji lab, terhadap hasil uji lab yang positif sudah dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap hasil uji lab yang negatif dibuat data-data nya,” tuturnya. Perusahaan yang jadi tersangka Polri yaitu PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, dan PT Fari Jaya Pratama. Ketiga perusahaan yang menjadi distributor bahan baku obat sirop itu terbukti menjual barang yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas. Kemudian, perusahaan farmasi PT Afi Farma dan suplier bahan baku obat CV Samudera Chemical. Polri juga telah menetapkan pemilik sekaligus Direktur Utama CV Samudra Chemical (SC) yang berinisial E dan Direktur CV SC AR sebagai tersangka perorangan dalam kasus gagal ginjal ini. Dua korporasi yang dijerat sebagai tersangka oleh BPOM merupakan perusahaan farmasi PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical. Adapun para tersangka dijerat dengan Pasal 196 jo Pasal 98 Ayat (2) dan 3 Jo Pasal 201 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dan/atau Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP. Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus bersikukuh dengan melempar tanggung jawab pengawasan produksi obat kepada para pelaku usaha atau produsen. Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, jika produsen mengubah racikan, atau menggunakan bahan baku yang sama namun diperoleh dari sumber yang berbeda, mereka harus melakukan kajian impuritis sendiri. "Itu jadi tanggung jawab pelaku usaha, produsen, untuk betul-betul melakukaan studi, kajian impuritis sendiri terhadap bahan baku yang mereka beli. Itu tangung jawab mereka untuk melakulan pengujian," ujar Penny selepas rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022). Ia pun mengklaim bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan sesuai ketentuan yang ada. Hanya saja, Penny menambahkan, ada titik-titik yang memang tidak diatur untuk diawasi. "Seperti Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) ini belum ada standarnya untuk dijadikan referensi pengawasan, baik di pre-market maupun post-market karena memang ini dilarang," jelas Penny. Sebagaimana diketahui, EG dan DEG merupakan senyawa kimia yang diduga menjadi penyebab maraknya kasus gagal ginjal akut pada anak. Senyawa kimia itu diyakini muncul karena produsen mengganti sumber pembelian bahan baku obat. "Saya kira dengan adanya perubahan tersebut, ada kadar yang berubah sehingga berubahlah kadar dari impuriti tersebut dan mungkin nanti muncul kembali karena proses terbentuknya ED EGD ini bisa berjalan pada proses produksi. Itu mungkin, saya tidak tahu dan tentunya ini perlu pendalaman yang lebih jauh," pungkasnya. #Penny Lukito