Pemeriksa BPK Diduga Menikmati Duit Korupsi Tukin ESDM

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 16 Juni 2023 02:53 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bahwa uang korupsi yang berasal dari tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalir ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Firli Bahuri, Ketua KPK, menyatakan bahwa uang korupsi dari tukin di ESDM itu mengalir ke 10 tersangka. Sejumlah dana korupsi yang diperkirakan mencapai Rp 27,6 miliar diduga dinikmati oleh Pemeriksa BPK. "Pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp 1,035 miliar," ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK pada Kamis (15/6). Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk keperluan operasional kantor serta beberapa keperluan pribadi. KPK menduga bahwa uang tersebut digunakan untuk berbagai hal seperti kerja sama umroh, sumbangan pernikahan, tunjangan hari raya (THR), pengobatan, pembelian tanah, rumah, asrama atlet, kendaraan, logam mulia, dan voli indoor. Sebanyak 10 orang telah menjadi tersangka dalam kasus ini, di antaranya adalah Priyo Andi Gularso dari Subbagian Perbendaharaan, Novian Hari Subagio sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), dan Lernhard Febian Sirait sebagai staf PPK. Selanjutnya, tersangka lainnya adalah Abdullah sebagai Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo juga sebagai Bendahara Pengeluaran, dan Haryat Prasetyo sebagai PPK. Selain itu, ada juga Beni Arianto sebagai Operator SPM, Hendi sebagai Penguji Tagihan, Rokhmat Annasikhah sebagai PPABP, dan Maria Febri Valentine sebagai Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi. Semua tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, kecuali Abdullah yang harus menjalani pemeriksaan medis. Priyo diduga menerima Rp 4,75 miliar; Novian Rp 1 miliar; Febian Rp 10,8 miliar; Abdullah Rp 350 juta; Citra Rp 2,5 miliar; dan Hartyat Rp 1,4 miliar. Sementara itu, Beni menerima Rp 4,1 miliar; Hendi Rp 1,4 miliar; Rokhmat Rp 1,6 miliar; dan Maria Rp 900 juta. Firli mengungkapkan bahwa seharusnya negara hanya mengeluarkan uang tukin sebesar Rp 1.399.928.153. Namun, jumlah uang tukin tersebut melonjak hingga mencapai Rp 29.003.205.373. "Dengan adanya penyimpangan tersebut, diduga telah menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 27,6 miliar," ujar Firli. Sebelumnya, KPK mengatakan, para pelaku diduga menggunakan modus typo atau salah ketik dengan menambahkan angka nol satu digit, seperti tukin Rp 5 juta menjadi Rp 50 juta. KPK menyebut, tunjangan kinerja yang dibayarkan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk 10 orang seharusnya hanya Rp 1.399.928.153 namun membengkak menjadi Rp 29.003.205.373 atau Rp 29 miliar. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, realisasi pembayaran Belanja Pegawai Tunjangan Kinerja (Tukin) di Kementerian ESDM seluruhnya sebesar Rp 221.924.938.176 selama 2020-2022. Pada kurun waktu tersebut, Subbagian Perbendaharaan di Kementerian ESDM Priyo Andi Gularso diduga memerintahkan bawahannya, Lernhard Febian Sirait, untuk “mengolah” dana tukin untuk “diamankan”. Adapun Febian hanya menjabat sebagai staf pejabat pembuat komitmen (PKK). Dugaan manipulasi tukin total melibatkan 10 orang. “Priyo meminta kepada Febian agar ‘dana diolah untuk kita-kita dan aman’,” ujar Firli. KPK menduga, dalam proses pengajuan anggaran tukin, para pelaku tidak menyertakan data dan dokumen pendukung. Mereka juga memanipulasi daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif. Kemudian, pelaku juga menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak. Selain itu, pelaku juga mengirimkan pembayaran tukin ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan sebelumnya. “Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 1.399.928.153 namun dibayarkan sebesar Rp 29.003.205.373,” tutur Firli. Dengan demikian, terdapat selisih sebesar Rp 27.603.277.720 dari jumlah yang seharusnya dibayarkan. Akibat perbuatan para pelaku, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 27,6 miliar. Sejauh ini, para pelaku baru mengembalikan uang sebesar Rp 5,7 miliar dan logam mulia 45 gram kepada negara. “Sebagai salah satu upaya optimalisasi asset recovery hasil korupsi yang dinikmati pelaku pada perkara dimaksud,” demikian Firli. Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (LA) #Pemeriksa BPK

Topik:

KPK BPK ESDM Tukin