Rizal Ramli: Mana Mungkin UU Omnibus Law 1.000 Halaman dengan 500 Halaman Penjelasan Bisa Sederhanakan Aturan dan Perizinan?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 27 Juli 2023 17:06 WIB
Jakarta, MI - Ekonom senior Rizal Ramli menyoroti Undang-Undang (UU) Omnibus Law yang terdiri dari 1.000 halaman dengan 500 penjelasan yang katanya dapat menyederhanakan aturan perizinan birokrasi yang ruwet dan tumpang tindih, sehingga kalau disederhanakan daya tarik investasi Indonesia meningkat. "Alasan itu masuk akal, tapi hasilnya justru UU Omnibus Law semakin ruwet dan kompleks, karena misalnya naskah UU itu terdiri dari 1.000 halaman dan 500 halaman penjelasan. Mana mungkin UU sebanyak 1.000 halaman dengan 500 halaman penjelasan bisa menyederhanakan aturan dan perizinan?," kata Rizal Ramli saat menjadi saksi ahli dalam sidang Judicial Review (JR) tentang Omnibus Law di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/7). Dengan demikian, Rizal Ramli berharap judicial review terhadap undang-undang Omnibus Law hari ini juga dikabulkan dan dibatalkan oleh MK. "Karena undang-undang Omnibus Law ini merugikan nasib puluhan juta buruh dan keluarganya, serta hanya menguntungkan kepentingan oligarki," bebernya. Diketahui, bahwa alasan pemerintah mengajukan UU Omnibus Law ini juga karena ekonomi nasional sedang dalam kondisi sangat genting, akibat pandemi Covid dan karena adanya dampak krisis global. “Alasan kegentingan ekonomi itu adalah tidak benar, terlalu mengada-ada dan membodohi rakyat Indonesia, karena faktanya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020-2023 tercatat sekitar 5 persen. Jelas, ekonomi tumbuh 4,5 hingga 5 persen itu tidak genting dan masih bisa diatasi dengan cara-cara inovatif," tegasnya. Kondisi ekonomi baru dapat dikatakan “genting”, tambah Rizal Ramli, kalau tumbuh negatif seperti terjadinya resesi tahun 1998, dimana ekonomi Indonesia anjlok dari rata-rata 26% ke 12,7%. Selain itu, menurut Rizal Ramli, UU Omnibus ini juga sangat merugikan puluhan juta buruh dan keluarganya. "Contohnya, point tentang outsourching seumur hidup, dimana para buruh tidak mendapatkan tunjangan pekerja, jaminan kesehatan, pesangon dan pensiunan, sehingga para buruh tidak punya pegangan untuk masa depan dirinya dan keluarganya," jelasnya. Ini merupakan bentuk dari “perbudakan” modern yang seharusnya tidak boleh terjadi di negara Pancasilais dan berlandaskan UUD 1945. "UU Omnibus Law juga mengurangi hak-hak untuk pekerja, seperti cuti hamil, jam kerja, besaran pesangon dan pensiunan. Padahal para pendiri bangsa ini mencita-citakan Indonesia menjadi Negara Kesejahteraan untuk semua lapisan masyarakatnya," demikian Rizal Ramli. (Wan)