Sengkarut Pengelolaan BP Batam, GNPK Kepri Sesalkan RDP Komisi VI DPR RI Tak Transparan (3)

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 24 Agustus 2023 22:43 WIB
Jakarta, MI - Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Provinsi Kepulauan Riau menyesalkan Komisi VI DPR RI tidak transparan dalam pembahasan berbagai kasus yang terjadi di Badan Pengusahaan atau BP Batam. Salah satu bukti, adalah penayangan live streaming Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dengan BP Batam, pada 8 Juni 2023 dipotong pada bagian pembahasan BP Batam. Ketua GNPK Kepri, Muhammad Agus Fajri, menuding pimpinan sidang Komisi VI dalam RDP itu, yakni Martin Manurung asal Fraksi Partai Nasdem, berupaya menutupi pembahasan dengan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi. Wali Kota Batam ex officio Kepala BP Batam itu juga menduduki jabatan di Partai NasDem sebagai Ketua DPW Nasdem Kepri. "Ada keganjilan yang sangat mencolok mata ketika Pimpinan Sidang RDP adalah Martin Manurung. Sebab dalam RDP pertama tanggal 19 Januari 2022 tidak ada satupun anggota komisi VI DPR RI dari Fraksi Nasdem yang hadir, padahal seyogyanya minimal satu anggota Komisi VI dari Fraksi Nasdem yang berasal dari daerah pemilihan Provinsi Kepri, Nyat Kadir harus hadir sebagai bentuk kepeduliannya kepada daerah asal," ujar Agus Fajri, Kamis (24/8). Selain itu, penunjukan Martin Manurung sebagai Pimpinan Sidang RDP ke II sangat ganjil karena Ketua BP Batam Muhammad Rudi sebagai objek RDP yang notabene Ketua DPW Partai Nasdem Kepri.  Begitupun Martin Manurung adalah ketua DPP Partai Nasdem. "Apa mungkin bisa jeruk makan jeruk. Karenanya RDP ke II itu rada rada aneh, selain penayangan live streamingnya banyak diedit, dan kami GN-PK sebagai pelapor tidak mendapat jawaban apa apa dari dagelan RDP Komisi IV ini," tegas Agus. Menurutnya, live streaming tidak seperti biasanya, rekaman nyaris memuat hanya sesi jawaban dari BP Batam. Untuk sesi rekaman khususnya pertanyaan dari anggota komisi VI kepada BP Batam, nyaris tidak ada. Khususnya menyangkut lima substansi permasalahan krusial BP Batam yang dilaporkan GNPK Kepri kepada Komisi VI, yang telah di RDP kan pada tanggal 19 Januari 2023. "Kami dari GNPK Kepri, sangat menyayangkan bahwa rekaman livestreming RDP komisi VI DPR RI dengan Kepala BP Batam, sebagai tindaklanjut RDP Komisi VI dengan GN-PK Kepri bulan tanggal 19 Januari 2024 lalu, kok bisa tidak ditampilkan secara utuh?" tanya Fajri heran. Empat Permasalahan Krusial Ada empat permasalahan sangat krusial BP Batam yang GNPK Kepri laporkan dan persentasikan kepada Komisi VI DPR.Pertama, dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, atas pengalokasian dan penjualan lahan bandara Hang Nadim, kepada 4 perusahaan pengembang untuk kepentingan membangun pergudangan dan properti. Empat perusahaan pengembang tersebut adalah: PT Prima Propertindo Utama, PT Batam Prima Propertindo, PT Cakra Jaya Propertindo, dan PT Citra Tritunas Prakarsa. Padahal sesuai keputusan Menteri Perhubungan RI no 47 Tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim yang dikeluarkan pada 9 Maret 2022 semua area kawasan bandara yang memiliki total seluas 1.762,700144 hektar itu tidak boleh dialihfungsikan untuk peruntukan lain, namun dalam kenyataannya aturan hukum ini dilanggar oleh Kepala BP Batam. Kawasan lahan yang dijual Kepala BP Batam tersebut keberadaannya terletak dalam zona kawasan keselamatan penerbangan, dan masuk dalam ruang lingkup rencana proyek revitalisasi, modernisasi pengembangan Bandara Hang Nadim tahap II, yang diantaranya akan membangun landasan pacu kedua. Proyek ini sebagai tindak lanjut dari penandatangan kerja sama pengelolaan Bandara Internasional Hang Nadim Batam dengan PT BIB sebagai Badan Usaha Pelaksana yang dibentuk oleh Konsorsium PT Angkasa Pura I – Incheon Internasional Airport Corporation (IIAC)-PT Wijaya Karya Tbk. (Persero) (WIKA), selaku pemenang lelang pengadaan Badan Usaha (KPBU) Bandara Hang Nadim Batam. Dalam undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, pasal 201 menyebut: (1) Lokasi bandar udara ditetapkan oleh Menteri. (2) Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana memuat: a. titik koordinat bandar udara; dan b. rencana induk bandar udara. (3) Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan: a. rencana induk nasional bandar udara; b. keselamatan dan keamanan penerbangan; c. keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar udara; d. kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian; serta e. kelayakan lingkungan. Undang-undang dengan tegas memerintahkan bahwa pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dapat dibatalkan oleh Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berdasarkan berdasarkan kewenangan masing-masing. Artinya izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. Kemudian di ayat 4 disebut: Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah sesuai kewenangan masing-masing. Dengan demikian setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. [caption id="attachment_561984" align="aligncenter" width="362"] RDP BP Batam dengan Komisi VI DPR RI di kompleks parlemen Senayan Jakarta, Juni 2023. [Foto: Doc MI][/caption]Dugaan adanya aliran dana korupsi berupa suap yang diterima Kepala BP Batam Muhammad Rudi ini, disampaikan oleh oleh Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorinda), Tohom Sinaga, yang menjadi mitra GN-PK Kepri, dan di ikut sertakan serta turut berbicara dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI. Kedua, terkait kasus pembongkaran secara paksa terhadap Apartemen Indah Puri, diduga ada kongkalikong antara pihak BP Batam dengan pengembang PT Guthrie Jaya Indah, secara semena-mena dalam menetapkan biaya Uang Wajib Tahunan (UWT) BP Batam, sebesar Rp 25 juta kepada para penghuni yang kebanyakan warga negara asing (WNA). Padahal kepemilikan mayoritas unit-unit apartemen Indah Puri ini adalah Warga Negara Asing, yang mereka beli secara cash, namun dengan alasan masa berlaku UWT sudah berakhir, dan para pemilik apartemen menolak pembayaran perpanjangan UWT karena harganya yang selangit itu, bangunan apartemen mereka pun langsung dirobohkan dengan mengunakan alat berat. Aksi pembongkaran paksa sepihak ini juga sangat jelas dapat menimbulkan preseden buruk hilangnya kepercayaan investor dan warganegara Asing untuk berinvestasi di Batam. Padahal kota Batam, saat ini lagi boming pembangunan belasan tower Apartemen. Ketiga, status Quo Vadis rangkap jabatan walikota Batam, Muhammad Rudi, sebagai ex-officio Kepala BP Batam. Namun dalam periode kedua masa jabatannya sebagai Walikota Batam, dan status ex-officio kepala BP Batam, tidak dibekali SK pengangkatan dan adanya pelantikan, oleh Menteri koordinator perekonomian, Airlangga Hartarto, selaku Ketua Dewan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun, sebagaimana pengangkatan sebelumnya. Proyek IPAL Mangkrak Keempat, mangkraknya Proyek IPAL Batam. Proyek IPAL ini dilaporkan oleh GN-PK Provinsi Kepulauan Riau kepada Komisi VI DPR RI. Perjalanan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Kota Batam, sudah bergulir sejak 2017 silam, wajar bila banyak orang berkata, harusnya itu sudah tuntas sejak lama. Sejak Loan Agreement (LA) ditandatangani antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Robert Pakpahan (Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI, saat itu) dengan Yim Seong Hyeog (Executive Director Exim Bank of Korea) pada 21 Maret 2014 di Jakarta, hingga kini proyek tersebut masih mangkrak. Anehnya, baru pada Desember 2022 lalu, BP Batam sebagai penanggung jawab proyek melakukan studi banding ke Korea Selatan untuk melihat langsung proyek serupa yang sudah berjalan sejak lama di Negeri Ginseng tersebut. Adapun dana pinjaman yang totalnya senilai USD 50 juta atau sekitar Rp 700-an miliar untuk membuat IPAL di Batam sudah dikucurkan. Dalam laporan keuangannya, BP Batam menyebut anggaran proyek IPAL sudah terealisasi Rp 564,95 miliar per 31 Desember 2021. Sementara realisasi per 2022, belum terkonfirmasi. Saat ini sudah dilakukan pembayaran pinjaman tersebut plus bunga sebesar 0,5% atau Rp 3,5 miliar per tahun. "Ke mana uangnya, sementara proyeknya masih mangkrak? GN-PK menduga ada pihak-pihak yang sudah menikmati dana pinjaman tersebut, sementara sekarang rakyat yang disuruh membayar utang plus bunganya," kata Agus. Apalagi IPAL dengan dana jumbo tersebut seharusnya sudah terkoneksi ke 11 ribu sambungan rumah warga. Namun, sampai kini, tak ada satu pun rumah warga yang tersambung pipa IPAL tersebut. Sementara peralatan di jaringan induk kabarnya sudah banyak yang bocor dan pipanya sudah karatan. Kepala BP Batam Muhammad Rudi berualngkali dihubungi Monitor Indonesia melalui telepon selulernya belum memberikan jawaban terkait sengakrut permasalahan di BP Batam.[Lin]