Silfester Tak Kunjung Dipenjara, Kekuasaan dan Uang jadi Panglima, Bukan Hukum!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Oktober 2025 2 jam yang lalu
Silfester Matutina (Foto: Dok MI)
Silfester Matutina (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) yang belum juga mengeksekusi terhadap narapidana kasus fitnah dan pencemaran nama baik, Silfester Matutina terus menuai kritikan.

Praktisi Hukum Ahmad Khozinudin menilai bahwa pernyataan Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, yang meminta kuasa hukum Silfester agar menghadirkan kliennya untuk dieksekusi merupakan bentuk ketidakberdayaan negara.

“Negara, dengan seluruh sumber daya yang ada, dibuat kalah oleh seorang terpidana,” katanya, Minggu (12/10/2025).

Langtas dia menyinggung sikap Kejagung yang dinilai justru memelas kepada kuasa hukum Silfester, Lechumanan, agar membantu menghadirkan kliennya ke jaksa.

“Bahkan, yang lebih parah, Kapuspenkum Kejagung memelas pada kuasa hukum terpidana untuk mengantarkan kliennya agar dapat dieksekusi," jelasnya.

"Sebuah deklarasi kekalahan dan ketidakberdayaan yang sangat memalukan,” timpalnya.

Pun, Ahmad menyindir keras sikap Kejaksaan yang menurutnya lebih berani menghadapi masyarakat kecil dibanding mengeksekusi terpidana berpengaruh.

“Padahal, dengan kewenangannya, institusi kejaksaan bisa mengerahkan seluruh anggotanya untuk memburu Silfester Matutina. Jangan hanya gagah menghadapi kasus rakyat kecil,” katanya.

Dia pun mendesak agar Kejagung menindak pihak-pihak yang diduga menghalangi proses eksekusi.

“Kejaksaan juga bisa memburu semua pihak yang menghalangi eksekusi dan memprosesnya secara hukum dengan pidana Obstruction of Justice, bukan malah membiarkan mereka bebas berkoar di media,” bebernya.

Ia juga menuding ada “perlindungan kuat” di balik belum dieksekusinya Silfester Matutina.

“Jaksa intelijen tak mungkin tak tahu posisi Silfester. Semuanya tidak bisa ditafsirkan lain, kecuali negara telah kalah dan ditundukkan oleh terpidana. Di negeri ini, terpidana lebih hebat dari negara,” jelasnya.

Dia bahkan menyebut, langkah hukum biasa mungkin tak lagi cukup untuk menjerat Silfester.

“Metode untuk menjerat Silfester Matutina mungkin tidak lagi bisa dilakukan dengan pendekatan hukum, melainkan harus dengan Metode Nepal," ungkapnya.

Di Indonesia yang merupakan negara hukum, ternyata hukum sebagai panglima hanya jargon semata.

"Realitanya, kekuasaan dan uang yang menjadi panglima. Para penguasa yang ada juga masih dikuasai oleh penguasa lain yang tak kasat mata,” katanya.

“Lalu, kemanakah rakyat akan mendapatkan keadilan di negeri ini? Haruskah rakyat memburu keadilan dengan Metode Nepal?,” imbuhnya.

Topik:

Kejagung Silfester Matutina