Menteri ESDM: Dedieselisasi Pembangkit Listrik Kunci Mencapai Net Zero Emission 2060

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 23 Maret 2022 17:33 WIB
Yogyakarta, Monitorindonesia.com - Untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan bauran energi bersih, PLN gulirkan dedieselisasi 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang masih beroperasi di sejumlah wilayah, khususnya daerah terpencil. PLTD akan dikonversi ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT), gas, maupun integrasi dengan grid nasional. Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menegaskan, program dedieselisasi menjadi kunci menekan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mencapai target Net Zero Emission 2060. "Program dedieselisasi PLN menjadi lompatan besar bagi pencapaian target pemerintah menuju NZE 2060," ujar Arifin saat memberikan sambutan pada dalam International Seminar: Renewable Energy Technology as Driver for Indonesia's de-dieselization sebagai rangkaian pertemuan Energy Transition Working Group (ETWG), di Yogyakarta, Rabu (23/3/2022). Dia pun mengapresiasi 3 skema program dedieselisasi PLN. "Saya punya mimpi Indonesia membangun transmisi untuk menghubungkan setiap pulau. Sehingga listrik menjadi pemersatu bangsa. Tentunya dengan EBT," imbuhnya. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala N Mansyuri juga menilai program dedieselisasi penting untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045. Untuk mencapai visi tersebut, Indonesia harus mampu meningkatkan suplai energi dengan tetap memenuhi target dekarbonisasi yang dicanangkan. "Bagaimana kita harus tetap melanjutkan pertumbuhan secara berkelanjutan. Dedieselisasi akan menunjukkan bagaimana Indonesia mampu meningkatkan kapabiltas energi nasional secara berkelanjutan," tutur Pahala. Di sisi lain, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyebutkan di tengah kenaikan harga minyak dunia, transisi energi berbasis impor ke energi domestik harus segera dilakukan. Selain menekan penggunaan BBM, juga akan menghemat devisa negara. "PLN terus melakukan transisi energi bersih. Ini dukungan terhadap komitmen Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 untuk mewujudkan NZE 2060," kata Darmawan. Saat ini PLN melelang proyek mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai untuk mengkonversi 250 megawatt PLTD di sejumlah lokasi. Nantinya PLTD diganti PLTS baseload yang ada tambahan baterai agar bisa nyala 24 jam. PLN mendorong para peserta meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai efisien dan punya keandalan operasi. "Mana yang paling andal dan efisien, itu yang menang. Ini membangun inovasi," ujar Darmawan. Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama bisa mencapai 350 MW.  Di tahap akan dikonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan EBT lainnya sesuai sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Proyek ini targetnya rampung pada 2026. "Dedieselisasi bisa menghemat 67 ribu kiloliter BBM. Selain itu, pengurangan emisi yang dicapai bisa mencapai 0,3 juta metrik ton CO2 dan meningkatkan 0,15 persen bauran energi," terangnya. Seiring perkembangan teknologi, biaya produksi pembangkit EBT bakal semakin kompetitif dibandingkan pembangkit fosil. Ini terlihat dari terus turunnya harga PLTS dan baterai. Pada 2015 harga PLTS dipatok USD 25 sen per kilowatthour (kWh), kini berkisar 4 sen per kWh. Sedangkan untuk baterai, hari ini harganya USD 13 sen per kWh yang dulunya USD 50 sen. Jadi ada penurunan 80 persen. "Perkembangan teknologi mampu menekan harga dari pembangkit EBT. Ini menjawab dilema antara energi bersih tapi mahal atau energi kotor tapi murah. Sebentar lagi energi bersih dan murah bisa dicapai," tegas Darmawan. PLN juga bekerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mengonversi 33 PLTD menjadi berbasis gas. Dalam Rencana Kerja dan Anggaran perusahaan (RKAP) PLN 2022, bauran energi dari pembangkit gas di akhir tahun direncanakan menjadi 18,76 persen dari 18,1 persen pada Februari 2022. Penambahan ini masuk dari program dedieselisasi PLTD yang saat ini masih mendominasi di wilayah Nusa Tenggara dengan porsi 65 persen, serta Maluku dan Papua dengan porsi 85,9 persen. [iwah]