Aturan Baru E-commerce

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Oktober 2023 02:25 WIB
Jakarta, MI - Dalam beberapa minggu terakhir Indonesia telah menindak platform media sosial (Medsos) yang memfasilitasi e-commerce seperti Tiktok, untuk melindungi usaha dalam negeri. Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa masuknya impor asing yang disediakan platform tersebut berkontribusi terhadap penurunan penjualan bagi bisnis dalam negeri. Sehingga Indonesia melarang pembelian barang dari media sosial dan menetapkan batas waktu tertentu, agar TikTok menjadi aplikasi mandiri tanpa fitur e-commerce. Hal ini pun disanggupi oleh TikTok Indonesia, dan segera menghentikan operasi fasilitas e-commerce pada platformnya. TikTok memang semakin menjadi ancaman bagi pemain e-commerce seperti Lazada dan Shopee di Indonesia. Tercatat volume perdagangan kontor TikTok di Indonesia senilai US$ 2,5 miliar pada tahun 2022 menurut firma riset teknologi Momentum Works. Sachin Mittal dari DBS Bank pembelian impulsif dari menonton konten adalah keunggulan yang dimiliki TikTok. Dari aturan ini Pemerintah Indonesia juga mewajibkan platform e-commerce di dalam negeri menetapkan harga minimum US$ 100 untuk barang yang diberi langsung dari luar negeri. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mewajibkan Pengelola Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), yang meliputi retail online dan loka pasar (marketplace), untuk melakukan kemitraan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Kewajiban kemitraan tersebut dikecualikan jika PPMSE melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah yang tidak melebihi 1.000 kiriman dalam periode 1 tahun kalender. “Dikecualikan dari kewajiban kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap PPMSE yang melakukan transaksi impor Barang Kiriman dengan jumlah tidak melebihi 1.000 kiriman dalam periode 1 tahun kalender,” bunyi ayat (2) Pasal 13 beleid tersebut, dikutip Monitorindonesia.com, pada Minggu (8/10). Bentuk kemitraan yang dimaksud yaitu pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE, serta bentuk kemitraan lainnya yang dapat meningkatkan pelayanan dan pengawasan yang dilakukan oleh DJBC. Katalog elektronik (e-catalog) tersebut paling sedikit memuat data nama PPMSE, identitas penjual, uraian barang, kode barang, kategori barang, spesifikasi barang, negara asal, satuan barang, harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) delivery duty paid (DDP), tanggal pemberlakuan harga, jenis mata uang, dan tautan uniform resource locators (URL) barang. Sementara itu, invoice elektronik paling sedikit memuat data nama PPMSE, nama penerima barang, nomor dan tanggal e-invoice, uraian barang, kode barang, jumlah barang, satuan barang, harga barang dalam cara penyerahan DDP, jenis mata uang, nilai tukar, nilai, jenis, dan pihak yang memberikan promosi, dalam hal terdapat promosi, URL barang, serta nomor telepon penerima barang. Kantor kepabeanan melalui sistem komputer pelayanan (SKP) dan/atau pejabat cukai secara periodik akan melakukan penelitian terhadap jumlah transaksi PPMSE yang belum melakukan kemitraan. Jika berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa jumlah kiriman PPMSE telah mlebihi 1.000 kiriman dalam periode 1 tahun kalender, maka Kepala Kantor Pabean akan menyampaikan surat pemberitahuan kepada PPMSE untuk melakukan kemitraan dengan tembusan disampaikan kepada penyelenggara pos yang melakukan pengurusan impor barang kiriman PPMSE yang bersangkutan. Adapun, PPMSE wajib melakukan kemitraan paling lama 10 hari sejak surat pemberitahuan diterbitkan. Lebih lanjut, jika kemitraan tidak dipenuhi, maka impor barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE tersebut tidak dilayani. PPMSE yang telah melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah melebihi dari 1.000 kiriman dalam periode 1 tahun kalender sebelum berlakunya PMK ini, wajib melakukan kemitraan paling lambat 4 bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku. Aturan ini diundangkan pada 18 September 2023 dan mulai berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Sementara itu, dalam Bab V Permendag No 50/2020, diatur soal Pengutamaan Produk Dalam Negeri. Pada pasal 21 ditetapkan, dalam melakukan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), pelaku usaha wajib membantu program pemerintah. Lebih lanjut pasal itu menjabarkan dalam huruf (a), (b), dan (c), kewajiban program pemerintah, yaitu: a. mengutamakan perdagangan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri b. meningkatkan daya saing barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri c. PPMSE dalam negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri. Pengutamaan perdagangan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dilaksanakan dalam bentuk: a. Pengembangan kemitraan usaha dengan pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang dapat berupa temu usaha, forum dagang, dan misi dagang lokal atau jenis kemitraan lainnya baik secara dalam jaringan atau luar jaringan, dan/atau b. "Peningkatan akses pemasaran produk Usaha Mikro dan Kecil," demikian bunyi pasal 22 Permendag No 50/2020 pasal 22 ayat (1). Pada ayat (2) selanjutnya tertulis, "bentuk pengutamaan perdagangan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilaksanakan kepada Pelaku Ekonomi Kreatif." c. Terkait kewajiban PPMSE harus menyediakan fasilitas promosi bagi produk dalam negeri seperti diatur pasal 21 huruf (c), di antaranya dilaksanakan lewat pameran, penyediaan laman utama, dan kegiatan promosi berupa diskon. Hal itu ditetapkan dalam pasal 24 Permendag No 50/2020. Karena itu, rencananya Permendag No 50/2020 tersebut akan direvisi dalam waktu dekat. (An) #Aturan Baru E-commerce
Berita Terkait