Pertemuan OPEC DItunda, Harga Minyak Jatuh

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 23 November 2023 08:55 WIB
Ilustrasi OPEC (Foto: Freepik)
Ilustrasi OPEC (Foto: Freepik)

Jakarta, MI – Negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC+ secara tiba tiba menunda pertemuan mengenai pengurangan produksi minyak. Hal menimbulkan pertanyaan pasar  tentang pasokan minyak mentah global. Harga minyak jatuh hampir 1% pada perdagangan Rabu (22/11) waktu setempat.

OPEC+ menunda pertemuan tersebut, yang semula dijadwalkan pada 26 November 2023, menjadi 30 November 2023. Hal itu cukup mengejutkan pasar dan mendorong harga minyak turun tajam di awal perdagangan.

Brent berjangka ditutup 49 sen lebih rendah menjadi US$81,96 per barel, setelah jatuh lebih dari 4% ke level terendah US$78,41 di awal sesi. Minyak mentah West Texas Intermediate AS menetap 67 sen lebih rendah pada US$77,10, setelah turun lebih dari 5% ke sesi terendah $73,79 pada hari sebelumnya.

Dalam pertemuan tersebut, OPEC+ diperkirakan akan mendiskusikan apakah akan memperluas pengurangan produksi minyak. Harga minyak kembali naik setelah adanya berita bahwa ada perselisihan  dengan negara-negara Afrika, yang merupakan salah satu produsen kecil dalam kelompok OPEC, dan bukan eksportir minyak terbesar.

Beberapa pedagang juga menunjuk pelemahan harga minyak  terjadi karena rendahnya likuiditas pasar menjelang liburan Thanksgiving di AS.

Pertemuan OPEC+, yang mencakup produsen utama Arab Saudi, Rusia dan sekutu lainnya serta anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), diperkirakan akan mempertimbangkan kesepakatan pematasan pasokan minyak hingga tahun 2024, menurut analis dan sumber OPEC+ dikutip Reuters (23/11).

Penundaan tersebut memicu kekhawatiran bahwa lebih banyak produksi dapat dilakukan dari produsen minyak dalam beberapa bulan mendatang, kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.

Peningkatan persediaan juga menekan harga minyak lebih rendah lagi, katanya. Persediaan minyak mentah AS naik 8,7 juta barel pada pekan lalu karena impor yang lebih tinggi, menurut Badan Informasi Energi (EIA).(Ran)