Isu Boikot, Saham Starbucks Menguap Rp 155,02 Triliun

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 6 Desember 2023 19:03 WIB
Aksi Demonstrasi Pekerja Starbuck (Foto: AP)
Aksi Demonstrasi Pekerja Starbuck (Foto: AP)

Jakarta, MI - Dalam beberapa pekan terakhir, Starbucks Corporation telah mengalami banyak konflik. mulai dari pemboikotan, pemogokan karyawan, dan kampanye liburan yang tidak efektif.

Dampak dari berbagai gejolak itu, nilai pasar Starbucks turun sebesar 10,98 miliar dolar AS atau sekitar Rp 155,02 triliun. Analis industri menilai, itu menjadi tantangan yang berat bagi perusahaan di masa depan.

Pasar saham sangat menahan Starbucks ketika mereka bergulat dengan permasalahan sosial yang kompleks, sehingga mendorong investor mundur dan membuat sahamnya mengalami penurunan terpanjang sejak penawaran umum perdana pada 1992.

Dalam kurun waktu 19 hari, sejak promosi Red Cup Day pada 16 November, saham Starbucks telah anjlok 8,96 persen, setara dengan kerugian hampir 11 miliar dolar AS, di tengah laporan para analis mengenai melambatnya penjualan dan lemahnya respons pembeli walaupun sedang musim liburan.

Respons perusahaan justru memicu serangkaian boikot dan seruan untuk bertindak bergema di seluruh platform media sosial. Tindakan hukum perusahaan terhadap serikat pekerja telah meningkatkan perdebatan. Itu membuat Starbucks harus menjalankan operasi bisnisnya di tengah tindakan politik.

Kampanye boikot produk terafiliasi Israel mulai dirasakan oleh produk Barat di Negara Mesir dan Yordania, serta beberapa negara Arab lainnya, seperti Kuwait dan Maroko.

Gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) menyasar banyak merek terkenal, memberikan dukungan kepada rakyat Palestina yang tengah menghadapi serangan militer Israel. (Ran)