Kepesertaan JKN Kerap Dinonaktifkan Sepihak, Cak Imin Berani Kritik?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Januari 2024 22:12 WIB
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar (Foto: Dok MI)
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pada saat bertemu dengan petani, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjanjikan BPJS Kesehatan atau Ketenagakerjaan untuk para petani. 

Tentunya janji yang disampaikan oleh Cak Imin ini juga layak diberikan kepada nelayan dan pekerja informal miskin lainnya seperti pemulung. Mengingat petani, nelayan, dan pekerja informal miskin lainnya banyak yang masuk kategori masyarakat rentan ketika bekerja mencari nafkah dengan keterbatasan ekonominya. 

"Mereka penting untuk mendapatkan perlindungan di program JKN yang diselenggarakan BPJS kesehatan dan program jaminan sosial ketenagakerjaan yaitu program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan Kematian (JKm), jaminan jari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP) yang dikelola BPJS ketenagakerjaan," kata Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, Kamis (4/1).

Menurut Timboel, petani, nelayan, dan pekerja informal miskin lainnya sudah banyak yang dijamin dalam program JKN dengan kepesertaan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah pusat atau daerah. 

Namun yang menjadi persoalan yang kerap kali mereka alami adalah kepesertaan JKN mereka dinonaktifkan sepihak oleh pemerintah, tanpa ada konfirmasi alasan kepada mereka atas penonaktifan tersebut. 

"Atas masalah penonaktifan sepihak yang dialami masyarakat miskin ini, seharusnya Cak Imin berani mengkritisi kebijakan pemerintah tersebut, dan meminta agar presiden Jokowi via para pembantunya untuk tidak melakukan penonaktifan sepihak," tegas Timboel.

Tentunya janji Cak Imin tersebut di program JKN harus bisa direalisasikan dengan memastikan seluruh petani, nelayan dan pekerja informal miskin lainnya tetap bisa menjadi peserta aktif JKN sehingga mereka akan dilayani program JKN ketika mengalami sakit atau akan melakukan skrinning untuk pencegahan. 

"Janji tersebut harus juga didukung oleh politik anggaran yag mumpuni, baik dari APBN maupun APBD," tutur Timboel.

Tentang perlindungan petani, nelayan dan pekerja informal miskin lainnya di program jaminan sosial ketenagakerjaan,lanjut Timboel, seharusnya janji Cak Imin juga diawali dengan kritik Cak Imin kepada Presiden Jokowi yang hanya mampu menjanjikan pemberian program jaminan sosial ketenagakerjaan kepada masyarakat pekerja informal miskin yang dijanjikan di RPJMN 2020 – 2024 namun hingga saat ini tidak direalisasikan.

"Program jaminan sosial ketenagakerjaan yaitu program JKK, JKm, JHT dan JP akan sangat membantu petani, nelayan dan pekerja informal miskin lainnya pada saat bekerja maupun pada saat memasuki masa lansia," beber Timboel.

Janji yang tidak direalisasikan ini, tambah Timboel, sebenarnya Presiden Jokowi sudah melanggar Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 junto Pasal 14 dan Pasal 17 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Bahwa dalam Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 memastikan seluru petani, nelayan dan pekerja informal miskin lainnya berhak atas seluruh program jaminan sosial, tidak hanya Program JKN tetapi juga program JKK, JKm, JHT dan JP. 

Lalu di Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN mengamanatkan Pemerintah mendaftarkan dan membayarkan iuran ke program jaminan sosial ketenakerjaan.

"Semoga seluruh pasangan calon presiden dan wakil presiden berani menjanjikan dan merealisasikan amanat Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 junto Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN, dengan mengoreksi kebijakan presiden Jokowi yang selama ini abai terhadap perlindungan jaminan sosial ketenagakerkaan kepada pekerja informal miskin seperti petani dan nelayan serta pemulung," demikian Timboel Siregar.