Menanti Regulasi Perlindungan bagi Pekerja Kemitraan

Timboel Siregar - Pengamat Hukum Perburuhan

Timboel Siregar - Pengamat Hukum Perburuhan

Diperbarui 14 Juni 2024 14:27 WIB
Timboel Siregar, Pengamat Hukum Perburuhan (Foto: Dok MI)
Timboel Siregar, Pengamat Hukum Perburuhan (Foto: Dok MI)

DALAM Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Ketenagakerjaan beberapa hari yang lalu, Komisi IX DPR mendorong Kemenaker untuk membentuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) terkait perlindungan dan jaminan sosial bagi pekerja dengan status kemitraan.

Permintaan Komisi IX DPR tersebut merupakan hal penting untuk segera ditindaklanjuti oleh Kementerian Ketenagakerjaan, mengingat hingga saat ini memang pekerja dengan status kemitraan belum terlindungi dalam bekerja. Lebih dari itu pekerja di luar hubungan kerja secara umum seperti pekerja informal dan pekerja kemitraan memang masih belum masuk radar Kementerian Ketenagakerjaan untuk dilindungi.

Amanat Pasal 1 angka 31 UU No. 13 Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan) dengan jelas menyatakan Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Pasal 1 angka 31 UU Ketenagakerjaan dengan sangat jelas mengamanatkan Kesejahteraan pekerja/buruh pun ditujukan bagi pekerja di luar hubungan kerja (seperti pekerja informal dan pekerja kemitraan), yang bersifat  jasmaniah dan rohaniah, untuk mendukung produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Sebenarnya perlindungan pekerja kemitraan dan pekerja informal lainnya sudah ada yang diregulasikan yaitu kewajiban mengikuti program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dalam PP no. 44 Tahun 2015 tentang JKK dan JKM, lalu diperkuat oleh Perpres no. 109 tahun 2013, dan Permenaker no. 5 Tahun 2021, namun seluruh ketentuan tersebut masih belum serius dijalankan Kementerian Ketenagakerjaan sehingga kepesertaan pekerja informal dan pekerja kemitraan di program JKK JKm masih rendah. 

Pada Permenaker no. 5 Tahun 2021 dengan sangat jelas pekerja kemitraan seperti Ojol, kurir online WAJIB ikut JKK dan JKm, dan di Pasal 34 dengan sangat jelas mengamanatkan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja dengan hubungan kemitraan harus dapat dipastikan oleh pihak penyedia jasa layanan melalui kemitraan.

Dengan adanya Pasal 34 Permenaker no. 5 Tahun 2021 tersebut seharusnya Perjanjian Kemitraan antara pihak penyedia jasa layanan melalui kemitraan (Aplikator) dan Pekerjanya memuat klausula pihak aplikator mendaftarkan pekerja kemitraan ke BPJS Ketenagakerjaan untuk program JKK dan JKm, sehingga seluruh pekerja kemitraan tersebut secara otomatis didaftarkan ke program JKK dan JKm. Lebih dari itu aplikator pun dapat mendaftarkan pekerja kemitraan ke program JHT.

Demikian juga dengan pekerja informal miskin dan tidak mampu yang seharusnya sudah didaftarkan Pemerintah (cq. Kementerian Ketenagakerjaan) ke program JKK dan JKm sesuai amanat Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN, dan sudah dijanjikan juga oleh Presiden pada RPJMN 2020 – 2024, namun hingga saat ini para pekerja miskin dan tidak mampu tersebut terabaikan dalam perlindungan program JKK dan JKm.

Tidak hanya jaminan sosial, perlindungan upah, THR, jam kerja, K3, hak berserikat dan berunding pun harus terus diupayakan agar pekerja kemitraan mendapatkan perlindungan dalam bekerja. Saya berharap perlindungan ini segera ditindaklanjuti oleh Ibu Menaker.

Namun demikian saya pesimis regulasi perlindungan tersebut selesai di masa Ibu Ida Fauziah sebagai Menteri Ketenagakerjaan. Sebenarnya ini sudah lama dbicarakan namun tidak kunjung selesai. Saya masih berharap di masa akhir jabatannya sebagai Menaker, Ibu Ida Fauziah bisa merealisasikan Pasal 34 Permenaker no. 5 tahun 2021 sehingga seluruh pekerja kemitraan didaftarkan ke program JKK dan JKM, serta merealisasikan Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN sehingga seluruh pekerja informal miskin dan tidak mampu dilindungi di program JKK dan JKm.

Semoga Menteri Ketenagakerjaan di pemerintahan berikutnya segera menindaklanjuti rencana perlindungan ini, dan dapat memasukannya sebagai program 100 hari kerjanya.