Peran Tokoh Politik dan Geliat Demokrasi di Halmahera Tengah: Butuh Kepemimpinan Eksponensial

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 30 Juni 2024 1 hari yang lalu
Fahrul Musa, Tokoh masyarakat Weda-Halteng (Foto: Dok MI)
Fahrul Musa, Tokoh masyarakat Weda-Halteng (Foto: Dok MI)

Halteng, MI - Lahirnya UU No. 1 Tahun 2003 yang menetapkan Kabupaten Halmahera Tengah sebagai pusat pemerintahannya di Weda adalah salah satu bentuk manifestasi dari niat dan aspirasi para pelaku politik serta tokoh birokrasi yang ingin terjun ke politik praktis dalam konteks demokrasi. 

Pada masa itu, banyak putra-putri daerah mulai mempertimbangkan untuk ikut serta dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), meskipun aktivitas pemerintahan masih berpusat di Tidore selama kurang lebih lima tahun.

Seiring berjalannya waktu, wacana tersebut berkembang secara berkesinambungan hingga tiba pada tahun 2007, di mana Pemilihan Kepala Daerah Halmahera Tengah (Halteng) pertama kali dilaksanakan. 

Tokoh-tokoh politik mulai mengumumkan niat mereka untuk mencalonkan diri sebagai Bupati dan Wakil Bupati, sebuah cita-cita besar yang patut diapresiasi dalam demokrasi. 

Kehadiran para putra-putri daerah ini menunjukkan semangat besar dalam membangun daerah mereka melalui jalur politik.

Pada tahun 2007, 2012, dan 2017, banyak tokoh putra-putri daerah yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon Bupati dan Wakil Bupati, meskipun tidak semuanya ditetapkan sebagai calon resmi oleh KPU Halmahera Tengah. 

Pada periode 2007-2012, Ir. M. Al Yasin Ali, M.MT, terpilih sebagai Bupati bersama Gawi Abbas, S.H, sebagai Wakil Bupati. Tokoh-tokoh lainnya yang turut serta dalam kontestasi tersebut termasuk Drs. Edi Langkara, M.H, Gawi Abbas, S.E, Abd Rahim Odeyani, S.H, M.H, Soksi Hi. Ahmad, S.H, Yuslam Idris, Saiful Samad, Basri Botutu, Muttiara T. Yasin, Kabir Kahar, dan Achiruddin Hi. Gani, S.I.P.

Pilkada 2012 dan 2017 juga menampilkan tokoh-tokoh berpengaruh. Pada Pilkada 2012, terdapat tiga pasangan calon: Edi Langkara-Yuslan Idris yang diusung oleh PPRN, PBB, dan Golkar; M. Al Yasin Ali-Soksi Hi. Ahmad yang diusung oleh 11 partai politik, serta pasangan independen Saiful Samad-Basri Botutu. 

Pada Pilkada 2017 menampilkan pasangan Muttiara T. Yasin-Kabir Kahar yang diusung oleh PBB dan PDIP, serta Edi Langkara-Abdul Rahim Odeyani yang didukung oleh Golkar, Gerindra, Hanura, dan Nasdem.

Namun, di tengah semangat demokrasi ini, selalu ada potensi konflik dan permusuhan antar kelompok. 

Polarisasi dan adu domba sering kali mengiringi setiap kontestasi politik, mengorbankan kedamaian masyarakat. 

Seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, bahwa praktik politik elektoral di Indonesia cenderung mengabaikan polarisasi yang menciptakan benih-benih permusuhan dan kebencian.

Halmahera Tengah adalah bagian dari NKRI yang dalam geliat demokrasinya selalu terjebak dalam diorama perbedaan antar kelompok yang rentan. 

Konflik ini sering terjadi di tiga dimensi utama: kelompok birokrasi, pejabat OPD pemerintah daerah, dan masyarakat umum, termasuk nelayan, petani, buruh, dan profesi lainnya. 

Untuk itu, daerah ini membutuhkan pemimpin eksponensial yang mampu memimpin dengan bijaksana dan menciptakan kedamaian di tengah-tengah perbedaan tersebut.

Penulis berharap bahwa Pilkada Halmahera Tengah 2024 akan menghasilkan Bupati dan Wakil Bupati yang berjiwa eksponensial leadership, yang mampu memimpin dengan mengutamakan kedamaian dan kesejahteraan masyarakat. 

Pemimpin yang mendengarkan usulan tanpa membedakan latar belakang pendidikan atau moral tim suksesnya, serta tidak terjebak dalam egosentrisme, adalah pemimpin yang diharapkan. 

Semoga dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Halmahera Tengah dapat memiliki pemimpin yang mampu membawa perubahan positif dan kedamaian bagi seluruh warganya.

[Fahrul Musa - Tokoh masyarakat Weda-Halteng]