Politisi Menggonggong, Jokowi Berlalu dengan Terus Memperjuangkan Indonesia di Panggung Dunia

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 30 Juni 2024 20:40 WIB
Andre Vincent Wenas (Foto: Dok MI)
Andre Vincent Wenas (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Diakui atau tidak, nama Jokowi di blantika politik tetap moncer. Buktinya nama itu tetap disegani, misalnya oleh PKS yang terang-terangan “mengakui” wibawa Jokowi walau dengan cara mencatut. Disebar kabar bohong oleh Sekjen PKS bahwa nama Kaesang Pangarep ditawar-tawarkankan oleh Jokowi ke beberapa parpol. 

Tentu hal itu dibantah pihak Istana, terutama oleh Staf Khusus Presiden Grace Natalie, dan bahkan oleh Kaesang sendiri selaku Ketua Umum PSI dan lalu oleh Zulkifli Hasan yang sekarang menjabat sebagai Menteri Perdagangan sekaligus Ketua Umum PAN. 

Entah dari mana sumber bualan Sekjen PKS Habib Aboe Bakar itu. Ia sendiri jadi beken gegara suara cewek bernada genit di tengah-tengah rapat dengar pendapat DPR dengan Kapolri waktu itu. Panggilan “sayaaaang…” keras terdengar dari handphone-nya yang lupa ia setel ke mode silent. Sampai sekarang Sekjen PKS itu masih tutup mulut dan terkesan menghindar dari kejaran nyamuk pers. 

Barusan Jokowi juga meresmikan proses perijinan penyelenggaraan event barbasis digital. Ini fenomena penting dan berdampak luas terutama bagi gerak perekonomian jasa di Indonesia. Ada banyak bentuk perijinan “yang sebetulnya tidak perlu” atau dengan kata lain “cuma jadi sumber pungli” dan “perekonomian berbiaya tinggi”. 

Secara halus Jokowi juga menyinggung soal pentingnya penyelenggaraan event bagi gerak perekonomian. Teringat soal sepakbola “Piala Dunia U-20” yang “dibatalkan” diselenggarakan di Indonesia. Pembatalan yang mencerminkan kebodohon sementara pihak. 

Jokowi menggambarkan lewat ilustrasi penyelenggaraan event sepak bola dunia oleh Qatar. Negera ini berhasil mengapitalisasi event olahraga untuk kepentingan ekonomi negaranya. Dengan biaya (cost) yang ratusan miliar dollar akhirnya bisa mendapat keuntungan (benefit) berlipat-lipat. Perhitungan bisnis tentang C&B (Cost & Benefit) yang efeknya multiplier ke berbagai bidang. Cerdas! 

Sayang sekali Indonesia malah dibuat batal, kala itu (tahun 2023) kita dapat peluang besar jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Lantaran jadi tuan rumah kita bisa ikut bertanding di ajang dunia itu tanpa perlu ikut babak penyisihan. Sebanyak 24 negara tampil dalam turnamen bergengsi ini. 

Perjalanan menjadi tuan rumah bukan perkara mudah. Sejatinya, turnamen ini digelar di Indonesia pada tahun 2021. Namun pada 24 Desember 2020, FIFA mengumumkan bahwa turnamen edisi 2021 dibatalkan lantaran pandemi COVID-19, bencana global. 

Meskipun begitu, FIFA tetap menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah pada edisi berikutnya (2023). Tapi sayang hak tuan rumah Indonesia dicabut pada 29 Maret 2023 karena protes besar-besaran terhadap keikutsertaan Israel yang dimotori oleh PDI Perjuangan melalui dua kadernya yang menjadi gubernur provinsi penyelenggara, Ganjar Pranowo (Jawa Tengah, lokasi final) dan I Wayan Koster (Bali, lokasi pengundian fase grup). 

Peru, Argentina, dan Qatar mengonfirmasi minat mereka untuk jadi tuan rumah menggantikan Indonesia. Pada 30 Maret, Argentina mengajukan tawaran resmi dan pada 17 April 2023, Argentina diumumkan sebagai tuan rumah pengganti hanya 33 hari sebelum turnamen. Piala Dunia U-20 FIFA 2023 akhirnya diselenggarakan di Argentina pada tanggal 20 Mei hingga 11 Juni 2023.

Publik sepak bola Indonesia yang puluhan juta orang itu pun akhirnya disadarkan mana pemimpin yang betul-betul memikirkan dan bekerja untuk rakyat dan mana yang cuma mementingkan nafsu kekuasaan serta egoisme dinastinya atau kelompoknya sendiri. Hasil Pilpres 2024 membuktikan hal ini. 

Memangkas perijinan yang telah berubah menjadi gurita birokrasi yang mencekik dirinya sendiri itu sangat perlu kalau Indonesia ingin menggantikan Singapura sebagai sentra hiburan (atau bisnis jasa) di kawasan Asia Tenggara. 

Indonesia telah naik peringkat dari 32 ke urutan 22 di Travel and Tourism Development Index. Tapi itu pun masih kalah dibanding Malaysia, Singapura, Thailand bahkan jika dibanding Vietnam yang akhir-akhir ini agresif sekali mengejar ketertinggalan mereka. Di rivalitas antar negara ASEAN pun Indonesia hanya di urutan kelima. 

Beginilah seharusnya pemimpin menyampaikan fakta kompetisi di lapangan. Kita memang naik di ranking dunia (dari urutan ke-32 ke 22), tapi masih kalah dengan beberapa negara tetangga yang secara geopolitik relevansinya sangat kuat di Kawasan. Apalagi kalau bicara soal bisnis MICE (meeting, incentive, convention and exhibition) yang bertumpu pada efisiensi proses manajemen.

Benar bahwa kita naik di peringkat dunia, tapi masih tertinggal dalam kompetisi di kawasan untuk area bisnis tertentu. Pemimpin harus berani “to tell the truth, and the whole truth”, tidak separo kebenaran yang akhirnya malah menyesatkan, gagal mendapat pemahaman yang utuh. 

Maju terus, memperjuangkan Indonesia di panggung dunia, 

[Andre Vincent Wenas - Pemerhati Masalah-masalah Ekonomi dan Politik]