Pemerintah Gagal Memberikan Perlindungan kepada Buruh Migran Indonesia


Jakarta, MI - Pembentukan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) diharapkan bisa menata dan memberikan perlindungan kepada BMI, ternyata tetap saja focusnya pada penempatan BMI dengan tujuan untuk dapat mendatangkan devisa yang besar sementara berbicara mengenai perlindungan pemerintah sangat hati-hati.
Hampir dua puluh tahun organisisasi masyarkat sipil memberikan banyak masukan dalam upaya memberikan perlindungan bagi BMI.
Konsep yang diberikan adalah memperbaiki tata Kelola penempatan BMI mulai dari daerah asal BMI, tahap pelatihan di penampungan, kelengkapan dokumen kerja dan pribadi, mensyaratkan adanya perjanjiajn bilateral dan perjanjian kerja.
Saat tahapan migrasi ini tidak dipatuhi pasti BMI akan mengahadapi permasalahan.
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, setiap WNI yang bekerja di luar negeri harus dilengkapi dengan beragam dokumen, paspor, visa kerja, perjanjian kerja dan dokumen pribadi lainnya.
"Peristiwa penembakan lima BMI di Malaysia baru-baru ini sudah dapat dipastikan akibat dari pengabaian pemerintahan terhadap aturan undang-undang yang ada," kata Sukaria, Ketua Umum Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri (FGSBM), Kamis (30/1/2025).
Ini membuktikan pemerintah tidak mempunyai kemauan polirik untuk memperbaiki kebijakan penempatan BMI ke Malaysia.
Pengiriman BMI ke Malaysia melalui Batam dan Kalimantan adalah Penyelundupan bukan penempatan BMI secara gelap.
"Ini merupakan "bisnis haram" yang menghasilkan miliaran rupiah," lanjutnya.
Tidak heran bisnis haram ini melibatkan banyak pihak dan mereka memiliki jaringan yang kuat, dan terorganiser rapi seperti mafia perdagangan manusia yang pasti juga melibatkan oknum petugas.
"Kerja para pelaku perdagangan manusia ini sudah seperti lingkaran setan, terorganiser, sistemaris dan massif," jelasnya.
Di Malaysia BMI kita sangat memprihatinkan, banyak kasus kekerasan dan penyiksaan yang dialami pekerja migran Indonesia yanag dilakukan majikan dan pihak-pihak lain, pemerintah menganggap hal biasa saja dan kalau ada laporan, penyelesaiannya sangat normative tidak pernah diselesai G to G, biasanya hanya diberikan kompensasi sementara pelaku kekerasan sangat jarang dibawah ke Pengadilan.
Pemerintah akan bereaksi ketika ada korban (meninggal), itupun sangat normatif, ganti rugi dan mengembalikan korban.
"Hal ini pula yang ditunjukan pemerintah (Kementerian P2MI), hanya mengharapkan kemurahan pemerintah Malaysia untuk memberikan laporan kejadian tanpa ada ketegasan seperti menuntut para pelaku yang sudah bertindak berlebihan dan menyalahkan kelima BMI ditindak," jelasnya.
Sikap pemerintah Indonesia yang seperti inlah yang membuat para mafia terus melancarkan bisnis haram yaitu menjual BMI ke majikan di Malaysia.
Nama Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia perlu ditinjau ulang, kalau hanya mengurusi penempatan BMI sementara upaya perlindungan BMI yang bekerja di luar negeri (baik yang berdokumen maupun yang non-dokumen), pemerintahan tidak berdaya.
Pemerintahan takut bertindak sesuai aturan dan instrument internasional karena kuatir menganggu target penerimaan devisa dari kebijakan penempatan BMI keluar negeri.
"Dengan sikap mengutamakan devisa dari BMI yang bekerja di luar negeri, artinya Pemerintah gagal memberikan perlindungan bagi BMI sesuai amanat konstitusi dan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia," tandasnya.
Topik:
Buruh