Buntut Anjlok IHSG, OJK Izinkan Emiten Buyback Saham Tanpa RUPS


Jakarta, MI - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bergerak cepat merespons gejolak di pasar modal. OJK resmi memberikan lampu hijau bagi perusahaan terbuka (Tbk) untuk melakukan buyback saham tanpa perlu melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Langkah ini diumumkan langsung oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, sebagai reaksi atas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjun bebas lebih dari 6 persen pada perdagangan Selasa (18/3/2025).
Inarno menegaskan, kebijakan ini diambil untuk meredam volatilitas dan menjaga stabilitas pasar saham domestik yang tengah dilanda tekanan.
Ia juga menyampaikan, perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia sejak September 2024 mengalami tren penurunan yang signifikan dengan indikasi penurunan IHSG sebesar 1.682 poin atau minus 21,28 persen.
"Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kami mengumumkan kebijakan bahwa perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham atau buyback tanpa memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham sesuai dengan ketentuan Pasal 7 POJK No.13 Tahun 2023," tuturnya dalam konferensi pers Rabu (19/3/2025).
Namun demikian, Inarno menambahkan, OJK memberikan syarat, pelaksanaan buyback tanpa RUPS wajib memenuhi ketentuan POJK No. 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka. Ia berharap relaksasi buyback tanpa RUPS bisa memberikan sinyal yang positif ke pasar.
"Kami juga berharap fleksibilitas bagi perusahaan terbuka dalam melakukan aksi korporasi untuk mengurangi tekanan harga saham," katanya.
Inarno menyampaikan bahwa kebijakan ini memang sering dikeluarkan oleh OJK di sektor pasar modal.
"Dan pada praktiknya dapat memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi volatilitas yang tinggi serta meningkatkan kepercayaan investor sebagaimana pernah dikeluarkan di tahun 2013, 2015, dan juga 2020 pada saat pandemi COVID-19 kemarin," jelasnya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan paling tajam di antara indeks saham utama di Asia. Pada Selasa (18/3) pukul 11.49 WIB, IHSG mengalami koreksi sebesar 420,97 poin atau anjlok 6,58 persen ke level 6.046, menjadikannya indeks dengan pelemahan terdalam dibandingkan indeks lainnya di kawasan.
Kondisi ini sangat kontras dengan pergerakan indeks saham lainnya di Asia yang justru mengalami penguatan signifikan.
Indeks Nikkei 225 di Jepang, misalnya, melesat 1,44 persen, sementara indeks saham di Malaysia (KLSE) dan Singapura (STI) juga mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 1,04 persen dan 1 persen. Kondisi ini memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) di bursa saham untuk meredam volatilitas pasar.
Oktavianus Audi, Head of Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, menilai kejatuhan tajam IHSG kali ini sebagai sebuah anomali jika dibandingkan dengan kinerja bursa-bursa regional lainnya.
"Jika melihat bursa Asia seperti Nikkei yang naik 1,4 persen, Shanghai yang hanya menguat 0,09 persen, STI 1 persen, dan FKLCI 1 persen, maka koreksi IHSG mengindikasikan kekhawatiran investor terhadap ekonomi Indonesia dan pasar keuangan," terangnya.
Lebih lanjut, Oktavianus menjelaskan bahwa beberapa faktor turut memperburuk tekanan di bursa domestik. Di antaranya adalah lonjakan credit default swap (CDS) Indonesia yang mencapai 76 basis poin per 27 Februari 2025, pelemahan rupiah sebesar 0,6 persen sejak awal tahun, serta pelebaran spread antara imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dan US Treasury 10 tahun yang kini melebar hingga 255 basis poin.
"Selain itu, pemangkasan rating saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs yang mengkhawatirkan pelebaran defisit anggaran turut berkontribusi terhadap pelemahan IHSG," bebernya.
Selain itu, investor asing juga terus menarik dana mereka dari pasar modal Indonesia. Data hingga 17 Maret 2025 menunjukkan arus modal keluar (capital outflow) mencapai Rp26,9 triliun.
"Jika IHSG terus melemah hingga minus 5 persen atau lebih, kemungkinan regulator akan melakukan trading halt untuk menstabilkan pasar," ujar Oktavianus.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyoroti faktor eksternal yang turut menekan IHSG. Menurutnya, kebijakan perdagangan Amerika Serikat pasca-kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden memicu kekhawatiran pasar.
"Trump kembali mengangkat isu perang dagang, terutama dengan negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko. Ini bisa berdampak negatif terhadap ekonomi global dan pasar keuangan," ungkapnya.
Ibrahim juga menyoroti arus modal asing yang terus keluar dari pasar modal Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. "Investor mulai menarik dananya karena ketidakpastian ekonomi domestik, terutama terkait defisit anggaran yang baru saja diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani," imbuhnya.
Jika defisit ini tidak segera ditangani secara efektif, Ibrahim memproyeksikan pelebaran defisit akan terus berlanjut hingga penghujung tahun.
Selain itu, volatilitas nilai tukar rupiah menjadi sorotan utama. Ibrahim menilai bahwa dengan memanasnya perang dagang serta meningkatnya ketidakpastian global, rupiah berpotensi melemah lebih dalam hingga mencapai Rp16.900 per dolar AS sebelum akhir tahun.
"Kondisi ini pasti akan mempengaruhi IHSG," ucapnya.
Tak hanya itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga turut memperberat tekanan di pasar keuangan global, memperkuat sentimen negatif yang membayangi.
"Serangan Israel ke Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 120 orang telah memicu eskalasi perang terbuka dengan Hamas. Konflik ini menyebabkan dolar AS kembali menguat, sementara pasar menjadi lebih berhati-hati terhadap aset berisiko," tutupnya.
Dengan berbagai sentimen negatif ini, IHSG masih berpotensi mengalami tekanan dalam beberapa waktu ke depan.
Topik:
otoritas-jasa-keuangan ihsg