Efek Tarif Baru Trump Hantam Indonesia: Ancaman PHK, Rupiah Tertekan, IHSG Melemah


Jakarta, MI - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif timbal balik terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Produk asal Indonesia kini dikenai bea masuk sebesar 32%, yang berpotensi memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal serta melemahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menurut para pakar ekonomi.
Dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, tarif yang dikenakan kepada Indonesia (32%) lebih tinggi dibandingkan Malaysia (24%) dan Filipina (17%), tetapi masih lebih rendah dari Thailand yang dikenai tarif 36%.
Dikawasan ASEAN, Kamboja (49%) menjadi negara dengan tarif timbal balik tertinggi, disusul oleh Laos (48%), Vietnam (46%), dan Myanmar (44%).
Tarif baru ini akan mulai diberlakukan pada 9 April 2025. Trump menganggap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) kurang adil sehingga menetapkan tarif 32% ke Indonesia.
"Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih," tulis keterangan resmi Gedung Putih, dikutip Kamis (3/4/2025).
Kenaikan tarif untuk barang-barang Indonesia ke AS tersebut tentu akan berdampak ke perekonomian dalam negeri. Para pakar menilai setidaknya ada empat dampak yang saling berkaitan dari kebijakan tarif baru Trump.
Dampak Potensial Tarif Timbal Balik Trump terhadap Indonesia:
1. Pelemahan Rupiah
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), Hosianna Evalita Situmorang, memprediksi bahwa kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Trump dapat menyebabkan nilai tukar rupiah melemah. Penyebab utamanya adalah meningkatnya ketidakpastian global akibat berkurangnya pendapatan ekspor dari berbagai negara.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Didin S. Damanhuri menyatakan terjadi depresiasi nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.
"Tidak mustahil dalam beberapa hari ke depan akan melampaui Rp17.000 per dolar AS. Entah sampai berapa dalam lagi depresiasi rupiah tersebut akan terjadi," tutur Didin, Kamis (3/4/2025).
2. Ancaman PHK Massal
Hosianna memperkirakan bahwa sektor riil dalam negeri akan merasakan dampak signifikan dari kebijakan tarif baru Trump.
Industri yang bergantung pada ekspor ke AS, seperti tekstil, elektronik, dan alas kaki, berisiko mengalami penurunan permintaan, yang pada akhirnya dapat berujung pada gelombang PHK.
"Perusahaan-perusahaan AS mungkin juga menahan investasinya di Indonesia," kata Hosianna, Kamis (3/4/2025).
Senada dengan itu, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengungkapkan, sektor-sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki Tanah Air sangat bergantung pada harga kompetitif di pasar AS.
Kenaikan tarif bea masuk ke AS akan menaikkan harga jual sehingga mendorong pembeli berpaling ke negara lain. Akibatnya, Syafruddin mengkhawatirkan Indonesia berisiko mengalami kontraksi ekspor.
"[Ini] memicu risiko pemutusan hubungan kerja massal di dalam negeri," tambah Syafruddin, Kamis (3/4/2025).
3. Pesimisme Sektor Riil
Didin mengungkapkan, jika perusahaan-perusahaan besar melakukan PHK besar-besaran maka akan berdampak ke pelaku UMKM. Bagaimanapun, sambungnya, rantai dagang UMKM sangat tergantung perusahaan besar.
Ia menambahkan, daya beli masyarakat dan penerimaan pajak pun akan menurun. Dia juga menilai jika tidak direspons secara tepat maka akan geliat ekonomi akan semakin hilang.
"Akan timbul sentimen pesimisme baik dalam UMKM dan usaha besar maupun pemerintah, pusat maupun daerah," tutur Didin.
4. Pelemahan IHSG dan Tekanan Fiskal
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Trump berpotensi meningkatkan volatilitas pasar saham di Indonesia.
IHSG diperkirakan akan mengalami ketidakstabilan dan cenderung melemah akibat ketidakpastian ekonomi global yang meningkat.
"Terutama untuk [emiten di] beberapa sektor berorientasi ekspor," imbuh Wija, Kamis (3/4/2025).
Sejalan dengan itu, rupiah akan tertekan dan cenderung melemah. Akibatnya upaya refinancing utang dan utang baru pada tahun ini tidak akan mudah.
Di satu pihak, investor menginginkan imbal hasil yang lebih menarik. Namun, di pihak lain, Indonesia harus berhati-hati dalam menghadapi kondisi pasar yang semakin menantang, sehingga perlu menjaga keseimbangan imbal hasil agar tetap kompetitif tanpa menambah tekanan ekonomi.
Topik:
donald-trump tarif-trump tarif-impor rupiah ihsg