Permainan Elite: Di belakang Layar antara PT Astra vs Sukiyat


Jakarta, MI - Penggagas Mobil Esemka H Sukiyat menggugat raksasa otomotif, PT Astra Otoparts (AUTO) Tbk., dan dua anak usahnya yakni PT Valesto Indonesia sebagai Tergugat I dan PT Ardendi Jaya Sentosa, Tergugat II ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara (Jakut). Dalam perkara dengan nomor 110/Pdt.G/2025/PN Jkt.Utr itu, AUTO selaku pihak Turut Tergugat.
Adapun gugatan terhadap anak usaha PT Astra International Tbk., itu sebesar Rp 100 miliar. Jangan naif. Kasus ini bukan sekadar Sukiyat vs Astra. Ini adalah panggung besar di mana elite korporasi, politik, dan birokrasi bermain catur dengan rakyat kecil sebagai bidak.
Monopoli Korporasi
Astra International, dengan laba Rp2,03 triliun pada 2024, adalah raja otomotif Indonesia. AMMDes dan Esemka, meski kecil, adalah benih yang bisa mengguncang dominasi mereka.Dengan mematikan proyek ini, Astra memastikan pasar tetap milik merek asing yang mereka distribusikan.
Rp100 miliar yang diperebutkan hanyalah recehan bagi mereka, tapi membayarnya berarti membuka pintu bagi pengusaha lain untuk menuntut hak. Astra tidak akan mengambil risiko itu.
Jaringan Politik
Nota kesepahaman AMMDes disaksikan Airlangga Hartarto, tokoh kunci di pemerintahan. Namun, ketika proyek gagal, pemerintah bungkam. Tidak ada investigasi, tidak ada tindak lanjut.
Apakah ini kebetulan, atau ada lobi Astra yang bekerja di belakang? Jaringan Astra dengan elite politik bukan rahasia mereka adalah pilar ekonomi Indonesia, dengan akses ke koridor kekuasaan yang tak bisa disentuh Sukiyat.
Manuver Internal
Pada Maret 2025, dua petinggi Astra International – Bambang Brodjonegoro dan Suparno Djasmin – mengundurkan diri. Resmi, mereka pensiun.
Tapi di tengah gugatan Sukiyat, waktu pengunduran ini mencurigakan. Apakah mereka melarikan diri dari skandal? Atau ini bagian dari pembersihan nama Astra agar tetap kinclong di mata publik?
Narasi politik yang lebih besar
Esemka adalah proyek hati Jokowi sejak ia menjadi Wali Kota Solo. Kegagalannya bukan hanya pukulan bagi Sukiyat, tetapi juga bagi legacy Jokowi. Di tengah transisi politik pasca-2024, ada pihak yang diuntungkan dengan mempermalukan narasi mobil nasional.
Apakah Astra sekadar pion dalam permainan politik yang lebih besar, atau mereka yang menyutradarai drama ini?
Sikap Astra
Absen di sidang, bungkam di media, dan sikap arogan mereka berbicara keras: mereka merasa kebal. Ini bukan sekadar ketidakpedulian – ini adalah pernyataan bahwa raksasa tak perlu menjelaskan diri kepada semut.
Permainan elit ini seperti kabut: sulit dilihat, tapi terasa di mana-mana. Astra mungkin tidak bertindak sendirian. Ada kemungkinan aliansi tak kasat mata antara korporasi, politisi, dan birokrat yang ingin memastikan Indonesia tetap jadi pasar, bukan produsen.
Dugaan penipuan
Berdasarkan pernyataan H Sukiyat sebelumnya bahwa ada dugaan penipuan seolah-olah perjanjian dengan Astra itu selesai dengan nilai Rp33 miliar. Rinciannya, Rp3 miliar dari PT Velasto Indonesia dan Rp30 miliar dari PT Ardendi Jaya Sentosa keduanya merupakan anak perusahaan Astra Otoparts.
Kolaborasi dengan Astra Otoparts dimulai dengan pembentukan dua perusahaan patungan: PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) dan PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD).
Pada kesepakatan awal menyebutkan bahwa H Sukiyat akan menerima kompensasi Rp100 miliar sebagai inisiator. Namun faktanya, hanya sebagian kecil yang dibayarkan.
Gugatan ini muncul setelah investasi awal senilai Rp300 miliar yang digelontorkan untuk proyek pengembangan kendaraan pedesaan tersebut kini terkatung-katung. Proyek AMMDes yang semula dipromosikan sebagai inovasi strategis untuk petani Indonesia kini mangkrak tanpa kejelasan.
Dibandingkan dengan keuntungan Astra Otoparts yang mencapai Rp2,03 triliun pada 2024, nilai gugatan Rp33 miliar mungkin terlihat kecil.
Namun bagi H Sukiyat, jumlah tersebut mewakili perjuangan dan pengorbanannya selama bertahun-tahun. AUTO seharusnya tidak memanfaatkan pengusaha kecil seperti H Sukiyat, penyadang difabel sejak umur 6 tahun itu.
PT Astra International Tbk., harus mengingat bahwa PT Velasto Indonesia (VIN) dan PT Kiat Inovasi Indonesia (KII) sebelumnya membentuk perusahaan patungan (joint venture).
Namanya PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) yang merupakan perusahaan perancang, perekayasa, dan produsen Alat Mekanis Multiguna Perdesaan (AMMDes).
Sementara PT Ardendi Jaya Sentosa (AJS) dan PT Kiat Inovasi Indonesia (KII) membentuk PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD) sebagai perusahaan yang memasarkan, menjual, mendistribusikan suku cadangnya, serta memberi alat mekanis multiguna.
Untuk membuat mobil AMMDes, investasi awal kala itu sebesar Rp300 miliar. Namun sayangnya, proyek tersebut mangkrak.
Kepada Monitorindonesia.com, H Sukiyat menduga ada sebuah rekayasa yang terstruktur dan terencana untuk mematikan mimpi anak bangsa mewujudkan produksi mobil nasional.
Pada tanggal 15 September 2021 sialam H Sukiyat memohon atensi kepada Jokowi. Pada intinya, H Sukiyat menyatakan bahwa untuk mengembangkan dunia otomotif tanah air, pihaknya sebagai inisiator pembuatan mobil Esemka dan pembuatan mobil pedesaan.
Untuk mengembangkan mobil pedesaan pada tahun 2018 Kiat Motor telah melakukan kerja sama dengan pihak Astra sebagai pemain otomotif terbesar di Indonesia.
Dalam hal ini telah bekerja sama dengan PT Astra Otopart, dengan membuat beberapa perusahaan join venture untuk memproduksi dan memasarkan Mobil Pedesaan. "Tetapi dengan berjalannya waktu ternyata kerja sama ini tidak dapat dilanjutkan dan pihak Astra setuju untuk membeli hak inisiator kami dengan nilai Rp100 miliar."
"Akan tetapi terjadi cipta kondisi sedemikian rupa yang membuat pihak kami sangat dirugikan dengan berdalih bahwa kesepakatan hanya dinilai Rp33 miliar."
"Kami sebagai pengusaha awam daerah telah berusaha sedemikian rupa untuk menghubungi pihak Astra dan membicarakan hal ini lebih lanjut secara musyawarah, akan tetapi tidak mendapat tanggapan yang baik," demikian Sukiyat.
Bagaimana duduk perkaranya?
Pada tanggal 14 Desember 2018 pihak PT Astra Otopartas Tbk., diwakili Chief Corporate Affairs PT Astra International Tbk., Pongki Pamungkas dan President Director PT Astra Otoparts Tbk. Hamdhani Dzulkarnaen Salim datang ke Bengkel Kiat Motor di Klaten pada pukul 10.00 bertemu dengan H Sukiyat untuk membicarakan kompensasi yang akan diterima oleh Sukiyat sebagai inisiator pembuatan Mobil Ammdes yang akan diproduksi bersama H Sukiyat melalui PT Kiat Inovasi Indonesia (KII) dan pihak PT Astra Otoparts Tbk. melalui PT Velasto Indonesia (VIN).
Sehubungan dengan akan mundurnya H Sukiyat dari kerja sama ini maka dinegosiasikan nilai yang akan diberikan Astra kepada H Sukiyat dengan melepaskan kepemilikan Saham beliau di 3 perusahaan yang dibentuk untuk menunjang kerjasama ini. 3 Perusahaan tersebut adalah PT KMWI); PT AJS; dan PT KMWD
Dari pembicaraan tersebut H Sukiyat meminta kompensasi nilai pelepasan saham dan nilai Inisiator senilai Rp350 miliar, setelah perundingan akhirnya menjadi Rp100 miliar dengan perhitungan asumsi keuntungan perusahaan Rp5 miliar selama 20 tahun.
Pada tanggal 17 Januari 2019, pihak Astra diwakili oleh Pongki Pamungkas, Chief Corporate Affairs PT Astra International, Reza Deliansyah Division Head PT Astra International dan Amelinda Fidella Legal Division Astra) bertemu dengan H Sukiyat di Lobby Lounge Hotel ShangriLa Jakarta pada pukul 13.00 WIB menandatangai kompensasi pengunduran diri Bapak Sukiyat senilai Rp 33 miliar.
Pada tanggal 25 Januari 2019 berlangsung pertemuan di Bengkel Kiat Motor di Klaten pukul 17.46 WIB.
Pihak PT VIN diwakili oleh Lilik Yulius Setiarso selaku Legal Divison PT Astra Otoparts Tbk., dan kawan-kawan bertemu langsung dengan H Sukiyat untuk menandatangani surat penggantian nilai saham dan inisiator senilai Rp 66 miliar yang sampai saat ini belum dibayarkan.
Pada tanggal 29 Januari 2019 pukul 12.05 WIB, H Sukiyat bertemu dengan Lilik Yulius Setiarso di Bandara Soekarno Hatta untuk menandatangani pencairan dana Rp33 miliar (DP).
Setelah itu pihak PT Astra Otoparts Tbk., tidak pernah menghubungi H Sukiyat kembali untuk penyelesaian selanjutnya juga tidak melengkapi dokumentasi penyelesaian perjanjian ini.
Padahal, H Sukiyat sejak awal selalu membuka diri untuk melakukan semua negosiasi dengan cara musyawarah dan kekeluargaan dengan pihak Astra.
Hal ini terbukti dengan datangnya Pongki Pamungkas dan Hamdhani Djulkarnaen Salim sendiri ke Bengkel Kiat Motor di Klaten untuk membuka pembicaraan negosiasi ini. Bahkan, saat itu semua pembicaraan negosiasi dilakukan secara terbuka dengan baik.
Tak hanya itu, H Sukiyat juga memberikan kepercayaan penuh kepada pihak Astra bahwa hal ini bisa diselesaikan dengan jujur tanpa rekayasa, sehingga memuaskan kedua belah pihak.
Tetapi pada kenyataan Sukiyat dirugikan secara material karena pihak Astra ingkar janji dengan tidak memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.
Atas fakta-fakta tersebut, H Sukiyat melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara: 110/Pdt.G/2025/PN Jkt.Utr.
Tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) penggugat perkara ini H Sukiyat, PT VIN sebagai tergugat I, PT VJS sebagai tergugat II. Sementara PT Astra Otopart Tbk,. sebagai turut terdugat.
Setidaknya ada 12 tuntutan atau peitum H Sukiyat dama gugatan wanprestasi itu. "Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi," petik petitum gugatan dalam SIPP PN Jakarta Utara, seperti dilihat Monitorindonesia.com, Minggu (23/3/2025).
H Sukiyat juga memohon agar majelis hakim menghukum PT VIN membayar Rp 3 miliar yang merupakan sisa kekurangan saham H Sukiyat di PT KMWI.
"Menghukum tergugat I untuk membayarkan sisa kekurangan dari pembelian saham milik penggugat di PT KIAT MAHESA WINTOR INDONESIA (“PT.KMWI”) sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah)," petik petitum itu.
PT VIN juga diminta agar membayar Rp 30 miliar yang merupakan sisa kekurangan dari pembelian saham milik H Sukiyat di PT KMWD.
"Menghukum tergugat I untuk membayarkan sisa kekurangan dari pembelian saham milik Penggugat di PT KIAT MAHESA WINTOR DISTRIBUTOR (“PT.KMWD”) sebesar Rp.30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah)," lanjut petitum itu.
Biaya pengacara atau konsultas sebesar Rp 1,6 miliar juga wajib dibayarkan tergugat. "Menghukum para tergugat untuk membayarkan biaya Pengacara/Konsultan Hukum sebesar Rp.1.650.000.000 (Satu Miliar Enam Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)," paparnya.
Selain itu, Sukiyat juga meminta PT VIN agar membayar bunga moratoir Rp 180 juta. "Menghukum tergugat I untuk membayar bunga moratoir kepada Penggugat yaitu sebesar 6% pertahun dari Rp.3.000.000.000,- sebesar Rp.180.000.000,- (Seratus delapan puluh juta rupiah) pertahun terhitung sejak tahun 2019 sampai dengan dilakukan pembayaran atas kekurangan yang ada," jelas petitum itu.
Teruntuk PT VJS, diminta membayar bunga moratoir sebesar Rp 1,8 miliar. "Menghukum tergugat II untuk membayar bunga moratoir kepada Penggugat yaitu sebesar 6% pertahun dari Rp.30.000.000.000,- yaitu sebesar Rp.1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) pertahun terhitung sejak tahun 2019 sampai dengan dilakukan pembayaran atas kekurangan yang ada," papar petitum itu.
Tak lupa H Sukiyat juga memohon kepada majelis hakim agar para tergugat membayar kerugian immateriil dan uang paksa. "Menghukum para pergugat untuk membayar biaya kerugian immateriil sebesar Rp.900.000.000.000 (Sembilan Ratus Miliar Rupiah). Menghukum para pergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) perhari yang harus dibayar oleh Para Tergugat bila lalai dalam melaksanakan putusan ini."
"Membebankan biaya perkara ini kepada para tergugat; menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorad) meskipun ada perlawanan banding, kasasi maupun verzet".
H Sukiyat bersama kuasa hukumnya H.A. Bashar berharap agar perkara ini didadili seadil-adilnya. Sementara para tergugat diharapkan kooperatif dalam proses hukum ini.
"Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," demikian petitum gugatan tersebut.
Adapun konfimasi Monitorindonesia.com melalui email @[email protected] kepada Corporat Communcation PT Astra International pada 19 Maret 2025 lalu, hingga saat ini belum dijawab. Sementara Corporate Communications PT Astra Otoparts Wulan Setiyawati Hermawan juga tidak merespons sama sekali ketika dikonfirmasi via WhatsAap. (wan)
Topik:
SukiyatMelawanAstra HidupkanEsemka KeadilanUntukAnakBangsa