Mobil Nasional untuk Rakyat atau Elite? Ironi Maung Garuda di Tengah Kegagalan AMMDes dan Esemka

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 April 2025 10:20 WIB
H Sukiyat (Foto: Dok MI)
H Sukiyat (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Di tengah gegap gempita peluncuran Maung Garuda sebagai kendaraan dinas menteri, terselip kisah pilu tentang mimpi mobil nasional yang tak kunjung terwujud untuk rakyat kecil. 

Presiden Prabowo Subianto dengan bangga mengumumkan proyek PT Pindad ini, disertai jaminan pembelian 5.000 unit oleh pemerintah. Dengan 70% komponen lokal dan pengawasan ketat Kementerian Pertahanan, Maung Garuda menjadi bukti bahwa komitmen politik mampu melahirkan produk unggulan.  

Namun, di balik kesuksesan Maung, tersimpan ironi pahit: mengapa mobil nasional justru lebih mudah menjadi simbol prestise pejabat ketimbang solusi transportasi rakyat? 

AMMDes, yang dirancang untuk petani dan desa, serta Esemka, yang pernah digadang-gadang sebagai kebanggaan industri lokal, justru terpuruk dalam ketidakpastian kebijakan.  

Sukiyat, sang penggagas AMMDes, kini berjuang di pengadilan setelah proyeknya kandas di tengah konflik korporasi. "Saya tidak menyerah, tapi saya kecewa," katanya lirih, Sabtu (12/4/2025).

Sementara itu, Maung Garuda melesat dengan dukungan elite, meninggalkan pertanyaan mendasar: untuk siapakah sebenarnya mobil nasional ini dibuat?  

Kesenjangan Kebijakan: Dukungan Penuh untuk Proyek Militer, Minim untuk Rakyat

Pemerintah terlihat begitu sigap mendukung Maung, mulai dari insentif hingga kepastian pasar. Namun, pendekatan yang sama tidak terlihat pada AMMDes atau Esemka. Padahal, keduanya memiliki potensi besar memajukan industri otomotif berbasis kerakyatan.  

Pertanyaannya:
1. Mengapa proyek dengan backing militer dan pejabat selalu mendapat lampu hijau, sementara inovasi rakyat harus berjuang sendiri?
2. Akankah mobil nasional hanya menjadi simbol status pejabat, bukan solusi mobilitas masyarakat kecil? 

Kasus AMMDes dan Esemka seharusnya menjadi pelajaran berharga. Tanpa kebijakan yang jelas, transparansi anggaran, dan perlindungan bagi pelaku usaha kecil, mobil nasional hanya akan jadi proyek mercusuar yang menguap dalam janji.  

H Sukiyat mungkin hanya satu dari banyak korban sistem yang belum berpihak. Tapi pertanyaan besarnya tetap: Akankah pemerintah belajar, atau membiarkan mimpi mobil nasional rakyat terus menjadi ilusi?  

Kini, bola ada di tangan pemerintah. Maukah mereka mendengarkan jerit hati rakyat, atau melanjutkan parade proyek prestise yang hanya menguntungkan segelintir elite?

Topik:

Esemka Sukiyat