TKDN Tak Dihapus Total, Pemerintah akan Evaluasi Berdasarkan Komoditas


Jakarta, MI - Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan bahwa kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang menjadi sorotan pemerintah Amerika Serikat (AS) akan segera dikaji dan dievaluasi secara mendalam.
Namun, dia menegaskan bahwa Pemerintah tidak langsung menghapus kebijakan TKDN untuk seluruh jenis komoditas.
"Tidak semuanya TKDN akan dihapuskan. Pada akhirnya, kita lihat komoditas per komoditas. Ini yang sudah dikeluarkan dalam peraturan presiden; respons pada keinginan dari AS untuk melakukan penyesuaian," kata Anggito, dikutip Rabu (14/5/2025).
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto melonggarkan ketentuan mengenai pembelian barang dan jasa oleh pemerintah pusat, daerah, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 yang terbit pekan lalu.
Pada Perpres tersebut, pemerintah bisa langsung membeli produk impor ketika industri dalam negeri belum mampu menyediakan produk yang penjumlahan skor TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan-nya di atas 40%.
Anggito menjelaskan, pemerintah bersikap selektif dalam menyesuaikan hambatan non-tarif lainnya, seperti ketentuan impor, pertimbangan teknis, dan pembatasan kuota. Penyesuaian tersebut akan mempertimbangkan aspek daya saing serta kontribusi nilai tambah dari industri dalam negeri.
Sementara itu, Anggito menambahkan bahwa pemerintah sebenarnya sudah mengetahui upaya untuk mengurangi surplus perdagangan dengan AS, salah satunya dengan melakukan realokasi impor dari negara lain ke Negeri Paman Sam.
"Merealokasikan beberapa impor yang dibutuhkan, termasuk barang-barang yang tidak bisa diproduksi dalam negeri, tepung terigu, realokasi dari impor minyak dan sebagainya itu bisa. Namun itu tidak mengganggu kondisi perekonomian. Kita ukurlah semuanya," tuturnya.
Untuk diketahui, belakangan, TKDN memang ramai diperbincangkan. Terlebih, Pemerintahan Amerika Serikat di bawah komando Donald Trump menyoroti kebijakan tersebut sebagai hambatan nontarif.
Mengacu pada situs resmi Gedung Putih, hambatan non-tarif tersebut bertujuan membatasi volume impor atau ekspor serta melindungi sektor industri domestik. Kebijakan ini juga menghambat akses timbal balik bagi produsen AS ke pasar global.
"Indonesia mempertahankan persyaratan konten lokal di berbagai sektor [TKDN], rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan SDA untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih," sebagaimana dikutip melalui Fact Sheets White House, Kamis (3/4/2025).
Merespons hal ini, Presiden Prabowo meminta jajarannya mengkaji relaksasi kebijakan TKDN agar lebih fleksibel dan realistis. Hal tersebut dinilainya dapat membuat daya saing Indonesia di pasar global meningkat.
“Kita harus realistis, TKDN dipaksakan, ini akhirnya kita kalah kompetitif. Saya sangat setuju TKDN fleksibel saja, mungkin diganti dengan insentif," tegas Prabowo.
Namun, beberapa industri Tanah Air justru mengeluhkan hal tersebut. Pengusaha elektronik mengkhawatirkan wacana pelonggaran, atau mungkin penghapusan TKDN produk akan membawa banyak dampak buruk.
Dari perspektif industri elektronik, pelonggaran aturan TKDN dalam jangka pendek berpotensi memicu sektor-sektor lain untuk turut mengajukan permintaan pelonggaran serupa.
"Sebaiknya penerapan TKDN untuk eletronik diperluas dengan TKDN sektoral di mana setiap peralatan elektronik selain HKT (Handphone, Komputer Genggam dan Tablet) punya kebijakan tersendiri," imbuh Daniel Suhardiman, Sekjen Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).
Sejalan dengan hal tersebut, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) juga khawatir akan rencana pemerintah yang akan melonggarkan, bahkan menghapus kebijakan TKDN. Mereka khawatir kebijakan ini akan membuat Indonesia sebagai pasar barang impor.
Topik:
tkdn kebijakan-tarif-as kemenkeuBerita Sebelumnya
Sentuh Rp216,9 Triliun, Cukai Rokok Kalahkan Dividen BUMN
Berita Selanjutnya
Simak Rekomendasi Saham Hari Ini, 15 Mei 2025
Berita Terkait

KPK dan Kemenkeu Kejar Tunggakan Pajak Rp 60 T, 200 WP Sia-siap Saja!
24 September 2025 19:51 WIB

Menkeu Purbaya akan Tindak Tegas Pegawai Bea Cukai Terlibat Peredaran Rokok Ilegal
24 September 2025 08:36 WIB

Setop Rapat Tiba-tiba, Misbakhun Dicurigai Takut Purbaya Bongkar Korupsi di Kemenkeu dan DPR
13 September 2025 13:09 WIB

Kasus Rp 349 T "Warisan" Srimul: Pencetus Satgas TPPU "Tiarap", PPATK Tak Transparan!
12 September 2025 21:36 WIB