Mendag: Kebijakan AS Biang Kerok Anjloknya Surplus Dagang RI


Jakarta, MI - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan penyebab utama anjloknya surplus neraca perdagangan Indonesia, yang tercatat sebagai yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Menurutnya, kebijakan tarif dari Amerika Serikat (AS) menjadi biang kerok di balik penurunan kinerja ekspor nasional.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan itu terbukti telah menekan kinerja ekspor Indonesia secara bulanan. Meski demikian, sepanjang periode Januari hingga April, nilai ekspor tetap mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 6,65%.
"Kita analisa yang pertama kemarin awal April masih libur Lebaran, jadi masih banyak libur, sehingga ekspor berkurang. Kedua, ini juga banyak terkait kebijakan Trump," kata Budi kepada awak media di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Penurunan neraca tersebut, lanjutnya, dirasakan juga oleh sejumlah negara lain di Asia tenggara (ASEAN). Hal ini menjadi pembahasan utama dari pertemuan KTT Asean di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kebijakan Trump membuat para eksportir saling tunggu alias wait and see terkait pengiriman barang. Apalagi, kebijakan tersebut hingga kini juga masih belum menemui kejelasan.
"Waktu KTT ASEAN kita juga ngobrol dan mendengar, ternyata pengaruhnya bagi masing-masing [negara] besar. Bahkan, banyak eksportir yang cenderung masih menunggu," imbuhnya.
Budi menyampaikan bahwa para pelaku ekspor saat ini tidak hanya menahan pengiriman ke Amerika Serikat, tetapi juga masih dalam fase wait and see dalam menjajaki pasar negara lain. Kondisi ini disebabkan oleh belum adanya kepastian mengenai kebijakan tarif yang diberlakukan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 hanya mencapai US$160 juta, angka ini menjadi yang terendah secara bulanan (month-to-month/mtm) sejak Mei 2020 atau dalam 5 tahun terakhir.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa penyusutan surplus neraca perdagangan pada April 2025 terutama dipicu oleh turunnya nilai ekspor sebesar 10,77% dibandingkan Maret 2025, serta peningkatan impor 8,8% (mtm).
Meski begitu, Pudji menegaskan, neraca dagang Indonesia masih surplus selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, Capaian ini tetap ditopang oleh kinerja ekspor nonmigas, khususnya dari komoditas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani atau nabati, serta besi dan baja.
"Secara bulanan, surplus April 2025 ini merupakan surplus terendah sejak Mei 2020," kata Pudji dalam konferensi pers baru-baru ini.
Topik:
neraca-dagang tarif-as surplus-neraca-anjlokBerita Sebelumnya
Danantara Siap Gelontorkan Investasi Jumbo Rp81,53 Triliun Tahun Ini
Berita Selanjutnya
OJK Sanksi Puluhan PUJK setelah Konsumen Dirugikan Rp19 Miliar
Berita Terkait

Di Tengah Deal Tarif Impor, Isu Transfer Data Pribadi RI ke AS jadi Sorotan
24 Juli 2025 09:42 WIB

Antisipasi Gempuran Tarif AS, RI Jajaki Aliansi Ekonomi dengan Kanada
18 Juli 2025 18:15 WIB