Dugaan Kuota Internet Hangus Rugikan Negara Rp 63 T per Tahun, DPR Angkat Bicara!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Juni 2025 14:50 WIB
Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi, angkat bicara soal temuan potensi kerugian negara akibat praktik hangusnya kuota internet pelanggan sebesar Rp 63 triliun per tahun sebagaimana data dari Indonesian Audit Watch (IAW).

Menurut dia, praktik hangusnya kuota yang dinilai merugikan pelanggan. Model bisnis yang membiarkan kuota yang telah dibayar hilang begitu saja bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut prinsip keadilan dan transparansi.

"Saya sangat prihatin atas temuan ini. Kuota internet yang sudah dibeli masyarakat adalah hak yang tidak boleh hilang tanpa jejak. Ini bukan semata masalah teknis, ini soal transparansi dan keadilan. Negara tidak boleh diam," kata Okta pekan lalu dikutip pada Selasa (10/6/2025).

Lantas dia mendorong Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) serta Kementerian BUMN untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan kuota oleh operator seluler. "Masyarakat berhak tahu ke mana perginya kuota yang tidak terpakai dan bagaimana pencatatannya di laporan keuangan perusahaan," katanya.

Selain itu, ia juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan untuk menyelidiki potensi penyimpangan yang mungkin terjadi dalam praktik ini. Menurut data yang ada, praktik kuota hangus ini sudah berlangsung sejak 2009 bisa membuka ruang penyimpangan sistemik yang merugikan negara.

"Kalau praktik ini sudah terjadi selama lebih dari satu dekade, dan nilainya mencapai puluhan triliun per tahun, maka ini bukan lagi kelalaian, melainkan potensi penyimpangan. Harus diusut tuntas," katanya.

Sebagai solusi jangka panjang, Okta mendorong adanya regulasi yang mewajibkan operator menyediakan fitur rollover kuota, yaitu mekanisme agar kuota yang tidak terpakai bisa dialihkan ke bulan berikutnya.

"Rollover kuota adalah salah satu cara sederhana tapi berdampak besar. Hak masyarakat jangan terus dikorbankan demi keuntungan sepihak," tambahnya.

Lebih jauh, ia menerangkan Komisi I DPR akan menjadikan isu ini sebagai bagian dari pengawasan parlemen terhadap sektor komunikasi digital.

"Untuk memastikan hak-hak masyarakat terlindungi dan tata kelola industri berjalan dengan adil dan transparan," pungkasnya.

Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com sebelumnya, IAW mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah tegas dalam mengusut potensi kerugian negara akibat praktik penghapusan kuota internet yang hangus tanpa pelaporan. 

Organisasi ini juga menyoroti dugaan penyimpangan serius di tubuh anak perusahaan salah satu BUMN digital terbesar di Indonesia.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyatakan kekhawatirannya terhadap sistem kuota yang diberlakukan sejak sekitar tahun 2009. Ia menilai kebijakan hangusnya sisa kuota yang sudah dibayar masyarakat tanpa pencatatan dan pelaporan akuntabel berpotensi merugikan keuangan negara dalam skala besar.

Berdasarkan perhitungan IAW, kerugian yang dialami masyarakat akibat kuota hangus tanpa pencatatan bisa mencapai Rp63 triliun setiap tahun. Jika ditotal selama sepuluh tahun terakhir, nilainya melampaui Rp600 triliun.

"Tidak ada regulasi atau mekanisme pelaporan keuangan yang mengatur kewajiban pencatatan nilai kuota hangus, sehingga berpotensi menjadi praktik manipulatif dan merugikan keuangan negara," kata Iskandar, Kamis, (29/5/2025).

Iskandar juga menyoroti kasus yang tengah ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait pengadaan perangkat oleh anak usaha BUMN tersebut. Ia menilai hal ini bisa menjadi indikasi adanya praktik korupsi sistemik dan berulang.

Menurutnya, hingga saat ini belum ada audit forensik menyeluruh terhadap aktivitas anak usaha itu sejak BUMN masuk fase transformasi digital.

"Jika tidak segera ditindaklanjuti secara komprehensif, dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap BUMN digital akan terus merosot," jelasnya.

IAW pun meminta Presiden Prabowo memerintahkan Kementerian BUMN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) segera melakukan audit serta membenahi sistem pelaporan kuota internet yang hangus di seluruh provider.

Lebih lanjut, IAW mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung ikut terlibat, mengambil alih dan memperluas penyidikan Kejati DKI atas aktivitas anak usaha BUMN tersebut sejak tahun 2010.

IAW juga mengusulkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggelar audit tematik terhadap sistem bisnis kuota hangus. Mereka menilai praktik ini berpotensi melanggar sejumlah aturan, termasuk Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang BUMN, serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Tak hanya itu, pemerintah juga diminta segera menerbitkan peraturan menteri yang mewajibkan seluruh provider mencatat, melaporkan, dan mempertanggungjawabkan sisa kuota yang telah dibayar oleh masyarakat tetapi belum terpakai.

Iskandar menegaskan bahwa hak masyarakat atas sisa kuota yang dibeli harus dijaga sebagai bentuk kekayaan rakyat yang tak boleh hilang begitu saja.

"Kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto, BPK, KPK dan Kejagung sesegera mengambil tindakan konkret demi keadilan publik dan penguatan akuntabilitas sektor digital nasional," pungkasnya.

Topik:

Kuota Internet DPR IAW