BPK Temukan Inefisiensi Pengadaan Barang/Jasa Bebani Keuangan Telkomsel Rp 88 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Juni 2025 14:27 WIB
Gedung kantor operator telepon selular PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) di Jakarta (Foto: Dok MI/Istimewa)
Gedung kantor operator telepon selular PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) di Jakarta (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sinergi Telkomsel dengan Telkomsigma dan Telkominfra dalam pengadaan barang dan jasa tidak mengedepankan prinsip efisiensi dan kompetitif serta membebani keuangan Telkomsel sebesar Rp88.228.864.311,81 (Rp 88,228 miliar)

"Sinergi Telkomsel dengan Telkom Group pada tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester 1) adalah antara lain melalui kegiatan pengadaan barang dan jasa dengan Telkomsigma dan Telkominfra," tulis hasil pemeriksaan tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (10/6/2025).

BPK menjelaskan, pelaksanaan pengadaan tersebut mengikuti pedoman dalam Peraturan Direksi Keuangan dan Manajemen Risiko Nomor 002/LO-01/PD00/11/2020. Akan tetapi, terdapat permasalahan substansial dalam penggunaan kontrak payung dalam sinergi pengadaan tersebut. 

"Sinergi pengadaan tersebut diawali dengan penunjukan langsung anggota Telkom Group terkait tanpa memberikan kesempatan yang luas kepada penyedia lain," lanjut BPK.

Kemudian, pemesanan barang dan jasa selama jangka waktu efektif kontrak payung dilakukan dengan menggunakan mekanisme purchase order (PO) dari Telkomsel ke Telkom Group terkait. 

Selain itu, HPS/owners estimate Telkomsel dibuat oleh unit bisnis pengguna pekerjaan (user) mengacu harga kontrak payung dengan Telkominfra untuk pekerjaan serupa, harga kontrak tahun sebelumnya, berdasarkan budget, dan gross profit minimal yang ditetapkan dalam dokumen Harga PER Telkomsel dibuat oleh unit bisnis pengguna pekerjaan (user) mengacu harga kontrak Jual Minimum (HJM). 

"Dokumen HPS tidak mengandung rincian dan nilai barang/jasa pengadaan serta tidak didukung data survei pasar untuk mendapatkan nilai HPS yang mencerminkan harga yang wajar. 

Lebih lanjut, hasil uji petik atas pengadaan barang dan jasa Telkomsel dengan Telkomsigma dan Telkominfra tahun 2020 s.d. 2022 (Semester I) menunjukkan bahwa keberadaan anggota Telkom Group terkait tidak memberikan nilai tambah dalam kegiatan pekerjaan.

Bahwa inefisiensi sinergi pengadaan barang/jasa dengan Telkomsigma membebani keuangan Telkomsel sebesar Rp30.607.453.028,81. "Telkomsel melakukan perikatan pengadaan barang/jasa dengan Telkomsigma sebanyak 72 PO senilai Rp331.842.078.118,00 selama tahun 2020, sebanyak 123 PO senilai Rp581.881.853.008,00 selama tahun 2021, dan sebanyak 25 PO senilai Rp114.526.179.359,00 selama semester I tahun 2022," jelas BPK. 

Uji petik atas sembilan pekerjaan senilai Rp268.993.886.850,00 menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya, Telkomsigma mengalihkan secara keseluruhan pekerjaan kepada penyedia lain senilai senilai Rp238.386.433 821,19, sehingga Telkomsel harus membayar lebih tinggi sebesar Rp30.607.453.028,81 (Rp268.993.886.850,00 - Rp238.386.433.821,19) dari biaya riil yang dikeluarkan Telkomsigma. 

"Pengalihan seluruh pekerjaan tersebut mengindikasikan bahwa, secara prinsip, tidak terdapat nilai tambah atas keberadaan Telkomsigma dalam kegiatan pekerjaan dan keberadaan Telkomsigma hanya berfungsi sebagai intermediary," lanjut BPK.

Penyedia yang menerima pelimpahan pekerjaan tersebut merupakan penyedia yang juga melaksanakan pekerjaan lain pada Telkomsigma. Penyedia barang dan jasa tersebut masuk dalam database mitra Telkomsigma.

Lanjut, BPK menyatakan inefisiensi sinergi pengadaan barang/jasa dengan Telkominfra membebani keuangan Telkomsel sebesar Rp57.621.411.283,00 BPK

"Telkomsel melakukan perikatan dengan Telkominfra melalui sebanyak 1,181 PO senilai Rp916.820.179.899,00,00 selama tahun 2020, sebanyak 1.439 PO senilai Rp887.691.159.563,00 selama tahun 2021, dan sebanyak 513 PO senilai Rp686.625.669.364,00 selama semester I tahun 2022," beber BPK dalam hasil pemeriksaan itu.

Uji petik atas 10 pekerjaan senilai Rp143.227.362.117.00 menujukkan bahwa dalam pelaksanaannya, Telkominfra mengalihkan secara keseluruhan pekerjaan kepada penyedia lain t senilai Rp85.605.950.834,00, sehingga Telkomsel harus membayar lebih tinggi Rp57.621.411.283,00 (Rp143.227.362.117,00 Rp85.605.950.834,00) dari biaya riil yang dikeluarkan Telkominfra.

"Pengalihan seluruh pekerjaan tersebut mengindikasikan bahwa, secara prinsip, tidak terdapat nilai tambah atas keberadaan Telkominfra dalam kegiatan hanya berfungsi sebagai intermediary," lanjut BPK.

Menurut BPK hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Perusahaan PER PT Telkom tentang sinergi pengadaan Telkom group Nomor PD.301.00/r.01/HK240/COP-A00110000/2014 tanggal 12 November 2014 Bab II Pedoman Pelaksanaan Sinergi Pengadaan Telkom Group pasal 2.3.1 Member Telkom Group sebagai Penyedia angka 3 yang menyatakan bahwa mekanisme pengadaan barang dan/atau jasa dilakukan melalui Penunjukan peraturan sektoral. 

Lalu, tidak sesuai dengan Peraturan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Telkom Nomor 301.09/r.00/HK240/COP-K0700000/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Sinergi Pengadaan dan Strategic Sourcing Telkom Group.

Bahwa Pasal 2 ayat (2) menjelaskan tujuan sinergi di antaranya untuk meningkatkan efisiensi, mendukung penciptaan nilai tambah di Telkom Group, dan mewujudkan pengadaan yang menghasilkan value for money dengan cara yang fleksibel dan inovatif namun tetap kompetiti, transparan, akuntabel dilandasi etika Pengadaan yang baik.

Pasal 4 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pengadaan dan Strategic Sourcing menerapkan prinsip kompetitif, berarti Pengadaan Barang dan/atau Jasa harus terbuka bagi Mitra yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara Mitra yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.

Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa selain prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Sinergi Pengadaan dancing mengacu pada prinsip Good Corporate Governance (GCG). 

Kemudian menurut BPK, tidak sesuai dengan Peraturan Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Nomor PR. 301.08/r.05/HK240/COP- K0700000/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan pada Pasal 10 tentang Pelaksanaan Pengadaan pada ayat (3) huruf e yang menyatakan bahwa tugas Pelaksana Pengadaan di antaranya adalah menyusun dan menyiapkan HPS.

"Inefisiensi pengadaan barang/jasa dengan Telkom Group tersebut mengakibatkan terbebaninya keuangan Telkomsel sebesar Rp88.228.864.311,81 (Rp30.607.453.028,81 + Rp57.621.411.283,00)," kata BPK dalam hasil pemeriksaan tersebut.

Hal tersebut disebabkan oleh Telkomsel belum secara konsisten menerapkan peraturan-peraturan terkait peningkatan efisiensi, penciptaan nilai tambah, dan perwujudan value for money yang fleksibel dan inovatif dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kompetitif.

BPK menjelaskan bahwa perikatan kontrak payung yang seharusnya ditujukan untuk mengefisienkan jalur supply chain melalui perikatan langsung dengan principal/supplier digunakan untuk melakukan perikatan dengan sesama anggota Telkom Group.

Atas hal tersebut, Telkomsel mennyatakan sependapat dengan temuan BPK dan menjelaskan bahwa transaksi sinergi Telkom Group dalam akan mengedepankan prinsip efisiensi serta kompetitif.

Pun, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar memerintahkan kepada Direksi PT Telkomsel untuk memastikan unit-unit yang terlibat dalam kegiatan pengadaan memedomani peraturan pengadaan barang dan jasa terutama dalam hal peningkatan efisiensi, penciptaan nilai tambah, dan perwujudan value for money yang fleksibel dan inovatif dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kompetitif.

Lalu, mengupayakan perikatan langsung dengan pihak ketiga apabila pekerjaan yang dibutuhkan dikerjakan secara seluruh/sebagian besar berasal dari pihak ketiga dan subsidiaries sebagai intermediary tidak memberikan added value terhadap pekerjaan.

Kemudian, mengupyakan penetapan keuntungan yang wajar dalam penggunaan subsidiares lain sebagai intermediary dalam kegiatan pengadaan/bisnis perusahaan apabila keberadaan subisdiares memberikan added value dalam pekerjaan.

Terakhir, BPK merekomendasikan kepada Direksi Telkom agar menyusun HPS yang didukung dengan rincian dan nilai barang/jasa pengadaan proses pengadaan serta dikalukulasikan secara keahlian berdasarkan data terkini yang wajar pada saat proses pengadaan akan dilakukan.

Menyoal itu, Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023. 

Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.

Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.

Topik:

BPK Telkom Telkomsel