Beras Premium Langka di Ritel Modern, Pemerintah Klaim Stok Aman


Jakarta, MI - Rak kosong di ritel modern yang biasanya dipenuhi beras premium kini jadi pemandangan umum. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah gerai mengaku tak lagi menerima pasokan beras premium.
"Stok berasnya lagi kosong, sudah 3 hari ini." ujar pramuniaga Alfamart Rizki Kurnia di bilangan Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).
Fenomena ini akhirnya diungkap Satgas Pangan Polri. Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf menyebut stok beras premium di ritel modern menipis karena sebagian produsen memilih menarik barang dari pasaran.
“Memang ada penurunan stok. Mereka menarik barang dari ritel dan tidak mengisi kembali. Alasannya? Takut ditangkap,” kata Helfi dalam kegiatan Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Jakarta, Selasa (26/8/2025)
Produsen enggan mendistribusikan beras karena khawatir kemasan mereka dianggap tak sesuai standar komposisi maupun label. Meski aparat menyebut izin lengkap dan uji laboratorium semestinya cukup, produsen memilih menahan pasokan.
“Kalau tidak mau kemasan, bisa jual curah, tapi tetap ada standarnya,” ucapnya.
Satgas bersama Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencoba menutup kekosongan dengan mendistribusikan beras SPHP. Namun proses itu berbelit, mulai dari ritel yang belum menjalin perjanjian kerja sama hingga yang sudah terdaftar tapi tidak mengajukan purchase order (PO).
“Ada yang izinnya sudah ada, tapi belum mengajukan PO. Ada juga yang menunggu instruksi. Jadi memang panjang prosesnya,” jelas Helfi.
Karena berbagai hambatan itu, rak-rak ritel modern masih dibiarkan kosong, sementara intervensi Bulog belum menjamin pasokan terdistribusi merata.
Kendati demikian, Bapanas menegaskan cadangan beras nasional pada dasarnya mencukupi bahkan surplus.
Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan I Gusti Ketut Astawa menyebut hingga September 2025 produksi mencapai 28,22 juta ton, sementara kebutuhan hanya 22,5 juta ton. Artinya ada kelebihan sekitar 5,7 juta ton.
“Kalau kita melihat produksi sampai September dibandingkan dengan kebutuhan, masih ada sekitar 14,9 juta ton. Jadi secara prinsip, sampai September ini relatif sangat bagus,” tutur Ketut
Ia juga menyinggung proyeksi hingga akhir Desember yang tetap menunjukkan surplus. “Kalau kita mengambil rata-rata, akhir Desember produksi sekitar 33,9 juta ton, sementara kebutuhan 30,31 juta ton. Relatif masih ada 3 juta ton lebih,” jelasnya.
Menurut Astawa, angka surplus belum termasuk 6 juta ton beras sisa tahun 2024 sebesar 6 juta ton yang tersebar di masyarakat.
“Artinya sekali lagi, secara stok sebenarnya aman. Tinggal sekarang dengan harga yang relatif tinggi, perlu kita lakukan penataan,” ujarnya.
Namun, klaim surplus itu bertolak belakang dengan kondisi pasar. Kenaikan harga gabah kering panen (GKP) dari Rp6.000 ke Rp6.500 per kilogram membuat ongkos produksi naik, mendorong harga beras medium tetap mahal.
Penyerapan Bulog baru mencapai 2,8 juta ton dari target 3 juta ton, menunjukkan intervensi pemerintah belum optimal.
Klaim surplus dari Bapanas tampaknya belum mencerminkan kondisi nyata di lapangan, di mana ritel mengalami kekurangan pasokan. Produsen menahan distribusi karena takut bermasalah, sementara Bulog terjebak prosedur kerja sama yang berlarut.
Akibatnya, masyarakat tetap menghadapi harga beras tinggi meski pemerintah terus menegaskan bahwa stok nasional sebenarnya aman.
Topik:
beras beras-premium beras-langka harga-beras