Ekonom Sebut Kucuran Rp 200 T ke 5 Bank akan Berdampak pada Penyaluran Kredit Koperasi Merah Putih


Jakarta, MI - Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) menyoroti gebrakan Rp 200 triliun oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang selang beberapa hari setelah dilantik.
Bahwa Purbaya menilai, kebijakan ekonomi Indonesia selama ini salah arah, baik dari sisi moneter maupun fiskal.
Menurut Purbaya, penempatan dana pemerintah sebesar Rp457,5 triliun di Bank Indonesia (BI) per akhir 2024, yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), telah memperketat likuiditas perbankan, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai solusi, Purbaya memutuskan untuk memindahkan sebagian dana SAL tersebut, senilai Rp200 triliun, dari BI ke enam bank umum negara.
Menurutnya, langkah ini merupakan bentuk pelonggaran likuiditas yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 6,5-7 persen.
Namun demikian, gebrakan 200 triliun ini patut dipertanyakan.
Kata Anthony, kebijakan tersebut dikhawatirkan tidak akan efektif dalam mengatasi perlambatan ekonomi yang sedang terjadi.
Pun Anthony membeberkan alasan yang mendasari keraguan tersebut.
Pertama, ungkapnya, permasalahan utama perekonomian Indonesia saat ini bukan karena kekurangan likuiditas di sektor perbankan.
"Sebaliknya, kondisi likuiditas perbankan nasional saat ini justru relatif longgar," kata Anthony kepada Monitorindonesia.com, Senin (15/9/2025).
Menurut ekonom ini, hal ini tercermin dari dua indikator.
Satu, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan saat ini relatif rendah, yaitu sekitar 86–88 persen.
"Angka ini menunjukkan likuiditas perbankan masih cukup longgar, dengan ketersediaan dana pihak ketiga yang lebih besar dibandingkan penyaluran kredit," jelas Anthony.
Dua, penempatan likuiditas perbankan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga sangat besar, mendekati Rp1.900 triliun.
"Besarnya alokasi dana ini juga menunjukkan bahwa likuiditas perbankan berlimpah, tetapi tidak terserap ke dalam kredit," ungkapnya.
Kedua indikator tersebut secara jelas menegaskan bahwa perbankan nasional saat ini menghadapi kondisi kelebihan likuiditas, bukan kekurangan likuiditas.
Keragun kedua, lanjut Anthony, pemindahan dana SAL pemerintah sebesar Rp200 triliun dari BI ke bank-bank umum BUMN tidak dapat dikategorikan sebagai kebijakan fiskal maupun moneter yang bersifat ekspansif.
Karena, stimulus fiskal (ekspansif) hanya dapat dilakukan melalui dua cara.
"Yaitu pemberian insentif perpajakan (dengan mengurangi beban pajak masyarakat) dan/atau peningkatan belanja negara: bukan dengan pemindahan dana pemerintah dari BI ke bank-bank umum negara," sebutnya.
Dengan demikian, ujar Anthony, kebijakan pemindahan dana tersebut diperkirakan tidak akan mampu meningkatkan likuiditas perbankan maupun mempercepat pertumbuhan kredit.
"Dampaknya pun kemungkinan hanya terbatas pada program-program khusus, seperti penyaluran kredit untuk Koperasi Merah Putih, yang sebelumnya telah dirancang oleh Menteri Keuangan terdahulu, Sri Mulyani, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 63 Tahun 2025 tentang Penggunaan Saldo Anggaran Lebih pada Tahun Anggaran 2025 untuk Pemberian Dukungan kepada Bank yang Menyalurkan Pinjaman kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang diterbitkan pada 28 Agustus 2025," jelasnya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tegasnya, Purbaya sebaiknya menjalankan kebijakan fiskal yang benar-benar ekspansif.
"Yaitu melalui pengurangan pajak dan/atau peningkatan belanja negara. Bukan sekadar pemindahan dana dari BI ke bank-bank umum negara," tutur Anthony.
Sedangkan dana SAL sebaiknya digunakan untuk membiayai defisit anggaran, dari pada disimpan di bank umum negara.
"Dengan demikian, pemanfaatan SAL dapat mengurangi kebutuhan pembiayaan melalui utang baru, sekaligus menurunkan beban bunga yang harus ditanggung APBN," demikian Anthony Budiawan.
Sementara Ekonom dari Universitas Andalas (UNAND) Efa Yonnedi mengungkap dampak multiplier atau pengganda dari suntikan dana milik pemerintah sebesar Rp200 triliun yang dikeluarkan dari Bank Indonesia kepada lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Menurutnya, kebijakan untuk mendongkrak likuiditas itu akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kebijakan ini akan memiliki dampak multiplier bagi perekonomian sehingga akan membuka lapangan pekerjaan dan kegiatan produksi akan berjalan," kata ekonom dari UNAND Efa Yonnedi di Padang, Minggu (15/9/2025).
Eks Konsultan Bank Dunia itu mengatakan suntikan dana sebesar Rp200 triliun tersebut otomatis akan memberikan ruang gerak likuiditas yang lebih baik terhadap lima bank Himbara penerima suntikan dana.
Multiplier tersebut bisa terjadi apabila bank Himbara memanfaatkan dana tadi lewat jaringan-jaringan kredit yang selama ini produktif.
Cara itu, kata Efa, dinilai bisa membawa dampak positif baik bagi bank maupun pertumbuhan ekonomi secara nasional.
"Jadi, saya melihat itu sebagai langkah yang positif ya, untuk menggerakkan produk ekonomi atau menggerakkan mesin perekonomian," ujar Efa yang juga Rektor Unand tersebut.
Meskipun demikian, Efa mewanti-wanti kebijakan tersebut juga bisa menimbulkan risiko yang cukup besar apabila bank dipaksa memberikan kredit namun permintaan pinjaman sangat rendah.
"Atau menyalurkan kredit secara tidak prudent, itu akan menjadi beban di kemudian hari dalam bentuk kredit macet," jelasnya.
Namun, dia menyakini bank-bank Himbara penerima kucuran dana tersebut akan mengedepankan prinsip kehati-hatian sebelum memberikan pinjaman dana kepada peminjam.
Apalagi, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia mempunyai regulasi yang ketat agar dana itu tepat sasaran sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Untuk diketahui kucuran dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia kepada sejumlah bank Himbara ditujukan untuk memperkuat likuiditas perbankan, sekaligus mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.
Dana tersebut tidak boleh dipakai untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Topik:
Rp 200 triliun Menkeu Bank BUMN Purbaya Yudhi SadewaBerita Terkait

Soal Data Subsidi Elpiji 3 Kg, Purbaya Santai Tanggapi Kritik Bahlil
4 Oktober 2025 11:32 WIB

KPK Siap Bantu Menkeu Optimalkan Pendapatan Negara dari Penerimaan Pajak
24 September 2025 15:29 WIB

Purbaya Yudhi Sadewa: Pemerintah Akan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Perbesar Utang
23 September 2025 12:07 WIB

Menkeu Purbaya Sebut Gugatan Tutut Soeharto ke PTUN Sudah Dicabut, Sama-sama Kirim Salam!
19 September 2025 00:27 WIB