Tapera jadi Tabungan Sukarela

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 September 2025 17:57 WIB
Ilsutrasi - Tapera (Foto: Istimewa)
Ilsutrasi - Tapera (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi membatalkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera). 

Dengan demikian MK mengubah konsep tabungan perumahan yang semula bersifat pungutan memaksa menjadi bersifat sukarela. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan uji materi perkara nomor 96/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2025).

Hakim konstitusi, Saldi Isra, mengungkapkan bahwa bahwa istilah 'tabungan' dalam Tapera tidak dapat diartikan sebagai pungutan resmi yang bersifat memaksa seperti halnya pajak.

"Berkenaan dengan hal ini, penyematan istilah 'tabungan' dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pihak-pihak yang terdampak, in casu pekerja karena diikuti dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera," kata Saldi.

Majelis hakim konstitusi secara bulat tanpa ada dissenting opinion menetapkan bahwa penerapan iuran yang bersifat memaksa tersebut tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya, karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas.

"Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon," kata Saldi.

Hakim konstitusi menyatakan bahwa gugurnya UU Tapera dikarenakan para pemohon menguggat mengenai Pasal 7 ayat 1 UU Tapera yang merupakan 'pasal jantung'.

Pasal tersebut mengatur bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan minimal setara dengan upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Ketentuan ini menjadi dasar hukum kewajiban keikutsertaan dalam program Tapera untuk pembiayaan perumahan rakyat.

Oleh karenanya, hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih, menegaskan bahwa MK menyatakan bahwa UU Tapera secara keseluruhan bertentangan dengan UUD NRI 1945. "Dengan demikian, oleh karena Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 adalah "pasal jantung" yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 maka tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan UU 4/2016 secara keseluruhan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945," kata Enny.

Diketahui bahwa gugatan mengenai UU Tapera digugat ke MK oleh karyawan swasta bernama Leonardo Olefins Hamonangan selaku pemohon I dan pelaku usaha Ricky Donny Lamhot Marpaung selaku pemohon II. Mereka mengajukan gugatan untuk menghapus kewajiban kepesertaan Tapera.

Para penggugat meyakini bahwa program Tapera diproyeksikan akan berakibat pada dampak berkurangnya minat masyarakat menjadi pelaku usaha, karena sektor non formal tersebut juga diwajibkan menjadi peserta.

Topik:

MK Tapera