Partai Besar Tak Capai Mayoritas di Pemilu, Malaysia Alami Krisis Parlemen Untuk Pertama Kalinya dalam Sejarah

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 21 November 2022 06:33 WIB
Jakarta, MI - Malaysia menghadapi krisis parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarah politiknya setelah pemilihan umum yang sangat ketat membuat partai-partai politik besar tidak dapat memperoleh cukup suara untuk membentuk pemerintahan baru. Hasil pemilu itu telah mendorong negara Asia Tenggara tersebut ke dalam gejolak politik baru. Para pemimpin bersaing berebut suara dalam upaya baru untuk membentuk mayoritas yang jelas. Siapa pun yang menang akan menjadi perdana menteri keempat Malaysia dalam beberapa tahun saat negara itu bergulat dengan kenaikan inflasi dan krisis biaya hidup. Dengan seluruh, kecuali satu kursi parlemen, yang diumumkan kemarin, koalisi multi-etnis Pakatan Harapan yang merupakan partai oposisi pimpinan tokoh veteran Anwar Ibrahim, berada di depan setelah meraih 82 kursi dari kemungkinan 220 kursi, menurut hasil dari Komisi Pemilihan Umum. Sedangkan di belakangnya adalah Perikatan Nasional, atau Aliansi Nasional pimpinan mantan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin yang berbasis etnis Melayu dengan 73 kursi. Kelompok Muhyiddin termasuk partai Islam yang secara terbuka mendukung syariah atau hukum Islam. Namun dalam kekacauan terbesar malam itu, koalisi Barisan Nasional (BN) pimpinan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob, yang terdiri dari partai-partai politik kanan tengah termasuk Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang dominan, mengalami kekalahan mengejutkan dan hanya memenangkan hanya 30 kursi. Pejabat dari UMNO, yang memerintah Malaysia selama lebih dari enam dekade setelah kemerdekaannya dari Inggris, sebelumnya mengatakan kepada CNN bahwa partai tersebut memiliki "banyak pekerjaan" yang harus dilakukan dan tidak ingin mundur. Sosok-sosok yang dulu gigih juga tersingkir. Mantan perdana menteri negara itu, Mahathir Mohamad yang berusia 97 tahun, menderita kekalahan untuk pertama kalinya dalam 53 tahun dan kehilangan kursinya di daerah pemilihan pulau Langkawi. Tidak adanya pemenang yang mayoritas dalam pemilihan hari Sabtu sekarang menghadirkan kemungkinan Raja Malaysia dapat terlibat. Alasannya, konstitusi memberikan kekuasaan raja untuk menentukan siapa yang memiliki mayoritas di parlemen. Kedua kandidat utama mengumumkan kemenangan pada hari Minggu meskipun hasil menunjukkan tidak ada yang memiliki cukup suara untuk membentuk pemerintahan sebagimana dikutip CNN.com, Senin (21/11). Dalam pidato larut malam kepada para pendukung pada Sabtu, Anwar mengklaim dia mendapat cukup dukungan dari anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan dan akan merinci dukungannya dalam surat kepada Raja. Muhyiddin juga mengatakan kepada para pendukungnya bahwa dia sedang berdiskusi dengan para pemimpin partai politik Sabah dan Sarawak untuk membentuk koalisi. Sejak 2015, politik Malaysia telah dibayangi oleh skandal korupsi 1MDB yang menyebabkan miliaran dolar uang pembayar pajak digelapkan ke luar negeri. Kasus itu menjatuhkan mantan perdana menteri, Najib Razak, yang sekarang menjalani hukuman penjara 12 tahun karena kasus korupsi. Menjelang pemungutan suara, banyak pemilih menyatakan keinginan kuat untuk mengakhiri ketidakstabilan politik selama bertahun-tahun. Pada Sabtu, para pemilih menuju ke tempat pemungutan suara dalam jumlah besar. Media pemerintah memperkirakan jumlah pemilih mencapai 73,89% meskipun hujan lebat dan banjir yang menghambat kampanye di separuh negara dalam beberapa pekan terakhir.