Israel Tarik Diplomat dari Turki Usai Disebut Penjahat Perang oleh Erdogan

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 29 Oktober 2023 16:18 WIB
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen [Foto: AA]
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen [Foto: AA]

Jakarta, MI - Israel mengatakan pihaknya menarik kembali diplomatnya dari Turki setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan berbicara menentang Israel dalam demonstrasi pro-Palestina.

Di Istanbul, Erdogan memimpin seruan gencatan senjata di depan ratusan ribu pendukungnya yang memprotes tindakan Israel dalam perang di Gaza utara, dan menyebut negara tersebut sebagai “penjajah” dalam pidatonya yang berapi-api.

“Israel telah secara terbuka melakukan kejahatan perang selama 22 hari, namun para pemimpin Barat bahkan tidak bisa meminta Israel untuk melakukan gencatan senjata, apalagi bereaksi terhadapnya,” kata Erdogan kepada kerumunan orang yang mengibarkan bendera Palestina, menurut Associated Press.

“Kami akan memberitahu seluruh dunia bahwa Israel adalah penjahat perang,” tambahnya. 

“Kami sedang melakukan persiapan untuk ini. Kami akan menyatakan Israel sebagai penjahat perang,” ujarnya.

Turki tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris dan telah menawarkan diri untuk menjadi negosiator antara kelompok tersebut dan Israel untuk membebaskan sandera.

Israel lantas merespons dengan mengatakan mereka akan menilai kembali hubungan diplomatiknya dengan Turki dan menarik diplomatnya dari negara tersebut.

“Mengingat pernyataan serius yang datang dari Turki, saya telah memerintahkan kembalinya perwakilan diplomatik di sana untuk melakukan evaluasi ulang terhadap hubungan antara Israel dan Turki,” tulis Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, seperti dikutip dari The Hill.

Protes Turki pro-Palestina adalah salah satu dari beberapa protes baru-baru ini di seluruh dunia ketika Israel meningkatkan invasi darat ke Gaza dan melakukan serangan udara besar-besaran pada hari Sabtu.

Di London, para pengunjuk rasa menutup jalan-jalan di sekitar Westminster Abbey dan gedung parlemen ketika para pengunjuk rasa meneriakkan dukungan terhadap gencatan senjata dalam konflik tersebut. Di tempat lain, orang-orang turun ke jalan di Kopenhagen, Roma dan Stockholm. Protes juga meletus di Bagdad dan kota Hebron di Tepi Barat.

Di AS, lebih dari 200 orang ditangkap di dalam Stasiun Grand Central di New York City pada Jumat malam setelah stasiun kereta api harus ditutup pada jam sibuk malam hari.

Aksi protes tersebut merupakan seruan paling keras dari masyarakat global untuk gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung selama lebih dari tiga minggu dan terus meningkat.

Konflik tersebut dimulai awal bulan ini setelah militan Hamas membunuh lebih dari 1.400 warga Israel, sebagian besar warga sipil, dalam serangan mendadak. Kelompok militan tersebut, yang dianggap sebagai organisasi teroris di AS dan Uni Eropa, juga menyandera lebih dari 200 orang.

Serangan udara Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 7.300 warga Palestina, termasuk lebih dari 3.000 anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memimpin seruan gencatan senjata kemanusiaan untuk membantu warga sipil di Gaza, ketika militer Israel meratakan seluruh lingkungan, menyebabkan lebih dari satu juta orang mengungsi.

Bantuan kemanusiaan mulai mengalir ke Gaza secara perlahan, namun para pemimpin bantuan khawatir bahwa berkurangnya pasokan bahan bakar dan meningkatnya konflik akan membuat bantuan lebih lanjut menjadi tidak mungkin dilakukan.

Militer Israel juga memutus semua komunikasi internet dan telepon pada hari Jumat, sehingga mempersulit upaya penyelamatan sipil dan konvoi bantuan.

Topik:

Israel Turki