Mereka yang Belum Tersentuh Hukum di Kasus Windu Aji

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 November 2025 21:03 WIB
Windu Aji Sutanto pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM) saat ditetapkan sebagai tersangka kasus tambang nikel ilegal (Foto: Dok MI)
Windu Aji Sutanto pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM) saat ditetapkan sebagai tersangka kasus tambang nikel ilegal (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Hingga detik ini, masih ada yang belum tersentuh hukum di kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lahan tambang milik PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kasus korupsi IUP di Blok Mandiodo yang menyeret Windu Aji Sutanto ditaksir telah merugikan keuangan negara hingga Rp5,7 triliun.

Adalah Komisaris PT Lawu Agung Mining (LAM), Tan Lie Pin alias Lily Salim. Catatan Monitoridonesia.com, bahwa Lily Salim sempat diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, sebagai saksi. Kasi Penkum Kejati Sultra Dodi saat itu juga sempat menyatakan, pihaknya akan melakukan tindakan hukum untuk memproses lebih lanjut Lily Salim. 

Adapun Lily Salim diduga terlibat melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan cara menyamarkan aliran dana hasil penjualan ore nikel ilegal ke rekening dua orang office boy dari PT LAM atas nama Supriono dan Opah.

Atas hal demikian, Kejati Sultra didesak segera menetapkan Salim Lily sebagai tersangka. “Berdasarkan kesaksian saksi di sidang bahwa pembukaan rekening atas perintah TL, untuk menampung uang hasil penjualan nikel secara ilegal, menurut kami tindakan pencucian uang nya masuk, tindakan pertambangan ilegal masuk,” kata Muhamad Ikbal, koordinator massa aksi pada Senin (24/11/2025) siang.

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Ruslan sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Lily. “TL (Lili Salim) sudah diperiksa, tergantung tim saja,” kata Ruslan.

 Kasi Penkum Kejati Sultra, Muhammad Ilham juga menyatakan bahwa Lily masih menyandang status sebagai saksi di kasus ini. "Masih dalam tahap pemeriksaan dengan status sebagai saksi,” katanya.

Menurut Ilham pemeriksaan tersebut untuk kepentingan pemberkasan perkara TPPU. “lya ini terkait perkara TPPUnya,” tegasnya. 

Monitorindonesia.com pada Minggu (30/11/2025) telah mengonfirmasi perkembangan kasus ini kepada Kepala Kejati Sultra Abdul Qohar, namun belum memberikan respons.

Monitorindonesia.com juga tak lupa meminta komentar kepada Direktur Utama (Dirut) PT Aneka Tambang (Antam), Achmad Ardianto soal dukungan penegakan hukum di kasus ini. Namun sayangnya, Achmad belum memberika respons.

Selain Lily, ada nama Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga dikait-kaitkan dalam kasus yang menyeret Windu Aji Sutanto itu, pemilik PT Lawu Agung Mining. Dan bahkan, nama Bamnsoet diduga tidak dicantumkan ke dalam putusan kasus ini.

Bamsoet dikait-kaitkan dalam kasus ini sebab dia sebagai pemegang saham PT Khara Nusa Investama yang mempunyai anak usaha yakni PT Lawu Agung Mining. Sementara Windu Aji Sutanto disebut merupakan owner PT Khara Nusa Investama dan PT Lawu Agung Mining.

Monitorindonesia.com juga telah mengonfirmasi dan/atau meminta komentar kepada Bamsoet pada Minggu (30/11/2025) malam, namun belum memberikan respons.

Sementara Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan menyatakan akan mencari informasi dugaan keterlibatan Lily dan pemeriksaan terhadap Bamsoet di kasus tersebut ke bidang Pidana Khusus (Pidsus). "Saya belum ada data terkait ini. Saya cari info dulu ke bidang Pidsus," kata Ade kepada Monitorindonesia.com, Minggu (30/11/2025).

Kendati, Bamsoet sebelumnya sempat menyatakan pembelian saham itu murni bisnis. "Saya tegaskan, bahwa saya tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan hukum yang terjadi di PT Lawu Agung Mining (PT LAM) maupun tindakan individu pengurus dan pemegang saham lama," kata Bamsoet, Selasa (25/7/2023) silam.

Kasus PT Lawu Agung Mining, kata dia, tidak terkait PT Khara Nusa Investama. Dia pun mempersilakan Kejaksaan untuk mengusut kasus PT Lawu Agung Mining terkait dengan kontrak kerja resmi KSO bersama Perusda Provinsi Sultra dengan PT Antam di lahan nikel Mandiodo, Sultra.

"Tugas saya sebagai pemegang saham baru sejak tertanggal 17 Juli 2023 adalah melakukan langkah korporasi untuk memastikan perseroan yang ada dalam di dalam holding company tetap berjalan, hak-hak karyawan tidak terganggu, termasuk tanggung jawab perseroan selaku holding company terhadap pihak ketiga," ungkapnya.

Diketahui bahwa kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.

Windu selaku pemilik PT Lawu Agung Mining diduga sebagai pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel.

Keuntungan yang dia dapet dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo. 

Seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam, lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali. Menurut Kejaksaan, perbuatan ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran dari pihak PT Antam. 

Berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP harus diserahkan ke PT Antam, sementara PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.

Namun pada kenyataannya, PT Lawu Agung Mining mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel. Serta diduga menjual hasil tambang menggunakan Rencana Kerja Anggaran Biaya asli tapi palsu. Kasus ini diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp 5,7 triliun.

Fakta persidangan

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (11/6/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) R Alif Ardi Darmawan membeberkan fakta mengejutkan terkait aliran dana sebesar Rp 135,8 miliar yang diduga berasal dari hasil penjualan nikel ilegal. 

Dana tersebut disamarkan melalui rekening dua orang office boy dari PT Lawu Agung Mining (LAM).  “Dana itu dialirkan melalui rekening dua office boy yang atas perintah langsung dari Komisaris perusahaan, Tan Lie Pin. Ini jelas merupakan upaya untuk menyamarkan transaksi ilegal,” kata JPU Alif Ardi Darmawan di ruang sidang tersebut. 

Windu Aji didakwa melakukan TPPU dari hasil korupsi penjualan bijih nikel yang berasal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Antam Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. 

Windu Aji menggunakan uang korupsi untuk membeli satu unit mobil Toyota Land Cruiser, satu unit Mercedes Benz Maybach, dan satu unit mobil Toyota Alphard, serta menerima uang Rp1,7 miliar. 

Sementara Glenn Ario, yang hanya selaku pelaksana lapangan PT Lawu Agung Mining, didakwa justru lebih aktif berperan dalam penambangan bijih nikel hingga melakukan pengangkutan dan penjualan. 

Hasil penambangan bijih nikel yang dilakukan PT Lawu Agung Mining pada lahan Antam seharusnya diserahkan kepada Antam, serta tidak dapat dilakukan pengangkutan dan penjualan ke pihak lain. 

Akan tetapi, Glenn diduga membeli dokumen PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan dokumen PT Tristaco Mineral Makmur (TTM) dengan harga antara 3 dolar amerika hingga 5 dolar amerika per metrik ton sehingga seolah-olah bijih nikel tersebut berasal dari WIUP PT KKP dan PT TMM dan dapat dijual ke pihak lain. 

Adapun putusan Windu Aji dan Glenn Ario telah inkracht karena kasasi mereka ditolak majelis hakim di Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi, hukuman kepada Windu diperberat jadi 10 tahun penjara.

Sedangkan, hukuman untuk Glenn Ario Sudarto dan Direktur PT LAM, Ofan Sofwan, masing-masing divonis 7 dan 6 tahun penjara. Setiap terdakwa juga dihukum untuk membayar denda senilai Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. (an)

Topik:

Windu Aji Bamsoet Lily Salim Korupsi Tambang Nikel Blok-Mandiodo Kejati Sultra Kejagung Sultra