Israel Perintahkan Lebih Banyak Evakuasi dari Rafah, Ini Alasannya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Mei 2024 19:31 WIB
Seorang bocah laki-laki berdiri di depan reruntuhan bangunan yang dihantam oleh serangan Israel di Rafah, di bagian selatan Jalur Gaza pada 8 Mei 2024. (Foto: AFP)
Seorang bocah laki-laki berdiri di depan reruntuhan bangunan yang dihantam oleh serangan Israel di Rafah, di bagian selatan Jalur Gaza pada 8 Mei 2024. (Foto: AFP)

Jakarta, MI - Israel pada Sabtu (11/5/2024) memerintahkan lebih banyak evakuasi dari Rafah, kota di selatan Gaza dan wilayah sekitarnya dengan memerintahkan warga sipil untuk mengungsi ke al-Mawasi, zona kemanusiaan di barat laut Rafah. 

Perintah itu menjadi isyarat bahwa militer Israel kemungkinan sedang mempersiapkan penyerangan darat ke kota itu. Menurut perkiraan militer Israel yang dirilis pada Sabtu, sejauh ini, sekitar 300 ribu warga sipil sudah bergerak menuju al-Mawasi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sekitar 110 ribu orang telah meninggalkan Rafah pada Jumat (10/5/2024), di tengah pertempuran antara pasukan Israel dan militan Hamas, seiring dengan peningkatan pengeboman Israel di dalam dan sekitar kota tersebut.

Banyak dari pengungsi tersebut termasuk di antara satu juta pengungsi dari wilayah lain di Jalur Gaza yang sebelumnya mencari perlindungan di Rafah.

“Mereka melemparkan brosur ke Rafah dan berkata, dari Rafah ke al-Zawayda aman, orang-orang harus mengungsi ke sana, dan mereka melakukannya, dan apa yang terjadi dengan mereka? Mayat-mayat terpotong-potong? Tidak ada tempat yang aman di Gaza,” kata Khitam Al- Khatib, seorang warga sipil di daerah tersebut yang mengatakan kepada Reuters.

Al-Khatib mengtakan bahwa dia telah kehilangan sedikitnya 10 kerabatnya dalam serangan udara terhadap sebuah rumah keluarga pada Sabtu (11/5/2024) pagi. Al-Zawayda adalah kota kecil di Gaza tengah yang dipenuhi ribuan pengungsi dari seluruh wilayah kantong.

Meskipun ada tekanan besar dari Amerika Serikat (AS) terhadap serangan militer Israel yang akan datang dan ketakutan dari warga dan kelompok kemanusiaan, Israel bersikukih akan menyerang Rafah untuk menyingkirkan ribuan kombatan Hamas yang diyakini bersembunyi di sana.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali mengatakan Israel tidak dapat mengalahkan Hamas dan menghilangkan kemungkinan kelompok militan tersebut mengulangi serangan teror pada 7 Oktober tanpa mengirimkan pasukan darat ke Rafah untuk mencari mereka.

Tank-tank Israel menguasai jalan utama yang memisahkan bagian timur dan barat Rafah pada Jumat, yang secara efektif mengelilingi sisi timur. Pergerakan Israel itu mendorong AS untuk menunda pengiriman sejumlah bantuan militer kepada sekutunya, termasuk 3.500 bom.

Kementerian Kesehatan Palestina yang dikelola Hamas melaporkan setidaknya 37 warga Palestina, 24 di antaranya berasal dari wilayah tengah Gaza, tewas dalam serangan udara semalam di wilayah tersebut, termasuk di Rafah.

Sandera Hamas
Hamas mengatakan pada Sabtu (11/5/2024) bahwa salah satu sandera lainnya yang diculik pada serangan 7 Oktober terhadap Israel telah tewas. Hamas, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya, merilis sebuah video yang mengatakan bahwa sandera berusia 51 tahun, Nadav Popplewell, meninggal setelah terluka dalam serangan Israel di Gaza. Validitas klaim tidak dapat diverifikasi.

Popplewell diculik oleh militan Hamas dari komunitas Kibbutz Nirim di Israel selatan. Militer Israel tidak mengomentari video terbaru tersebut, tetapi menyebut video penyanderaan Hamas sebelumnya sebagai teror psikologis. Mereka juga membantah beberapa tuduhan Hamas sebelumnya bahwa para sandera dibunuh oleh tembakan Israel.