Konflik Kepentingan Penentuan Anggaran Penanganan Covid-19

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 16 Agustus 2021 06:00 WIB
Monitorindonesia.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif melihat adanya konflik kepentingan dalam penentuan anggaran penanganan Covid-19. Dugaan itu terlihat dari kenaikan anggaran penanganan Covid-19 dari Rp 695,2 triliun menjadi Rp 1.500 triliun. Hal itu diungkap Laode dalam diskusi virtual dengan tema 'Menyoal Konflik Kepentingan: Masalah Integeritas dan Etika Pejabat Publik', Minggu (15/8/2021). Menurut Laode, penetapan anggaran Covid-19 yang besar itu diambil tanpa persetujuan DPR. "Kalau kita lihat dari Rp600 triliun lebih, sekarang itu menjadi lebih dari Rp1.500 triliun dan itu hanya eksekutif yang bekerja. Jadi tanpa persetujuan DPR," kata Laode. Pada Pasal 27 UU nomer 2 tahun 2020, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung program-program Covid-19 tidak bisa dianggap sebagai state loss atau kerugian negara. Bahkan, pejabat publik yang mengeluarkan kebijakan itu tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana bahkan tidak bisa ditentang di Pengadilan Tata Usaha Negara. "Jadi impunitasnya tinggi, coba baca Pasal 27 UU nomer 2 tahun 2020," ujarnya. Dalam paparan Laode, disebutkan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) menilai tentang emergency respons terkait dengan penanganan Covid-19. Anggaran negara yang banyak dipindahkan untuk penanganan Covid-19 akan rawan disalahgunakan karena ditetapkan terburu-buru, dengan alasan keadaan darurat. Laode menyebut ada kepentingan berbeda dari para pejabat publik. Ada yang secara terang-terangan dan ada pula yang terselubung. Ia memberi contoh terkait vaksin berbayar. Bahkan, ada perusahaan yang mengimpor vaksin dengan uang negara, dengan hasil pajak rakyat tiba-tiba mau dibuka swab untuk berbayar. "Siapa yang akan mendapatkan keuntungan dari yang dibayar itu, apakah itu berbeda dengan vaksin yang dibeli oleh negara yang dengan uang sebelumnya, seperti itu," ucapnya. Tak hanya itu, Laode menduga adanya State Captured Corruption yang mana satu pemerintahan memfasilitasi perusakan atau penyelewengan uang negara dengan kebijakan atau regulasi. Sehingga seakan-akan dibuat menjadi legal. Akhirnya enggak bisa ditangkap karena perbuatan melawan hukumnya tidak ada. "Ya salah satunya membiarkan kejahatan di depan mata, yang berikutnya mendapatkan keuntungan pribadi dari perusakan. Ini dalam konteks tadi UU Minerba ya," katanya.[lin]  

Topik:

Konflik kepentingan Penentuan Anggaran Covid-19