Korupsi LPEI, Kejagung Periksa 5 Saksi

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 2 Februari 2022 22:40 WIB
Monitorindonesia.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 5 saksi terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019. Kelima saksi yang diperiksa adalah PES selaku Direktur PT Tantra Karya Sejahtera yang dimintai keterangan terkait penerimaan fasilitas pembiayaan salah satu debitur LPEI. Selanjutnya, Kejagung memeriksa AA selaku Penanggung Jawab KJPP Asmawi & Rekan diperiksa terkait penilaian aset salah satu debitur LPEI, dan AK selaku karyawan swasta diperiksa terkait penerimaan fasilitas pembiayaan salah satu debitur LPEI. Kemudian, YY selaku Kepala KPPBC Pangkal Pinang yang diperiksa terkait data ekspor, dan YES selaku karyawan swasta diperiksa terkait penerimaan fasilitas pembiayaan salah satu debitur LPEI. "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI," ujar Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Rabu (2/2/2022). Sebelumnya, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019. Leonard menyebutkan ada dua tersangka yang ditetapkan tersangka atas kasus itu Kamis pekan lalu. Kedua tersangka tersebut, yakni PSNM selaku mantan Relationship Manager LPEI tahun 2010-2014 dan juga mantan Kepala Departemen Pembiayaan UKM LPEI periode 2014-2018. Tersangka yang kedua berinisial DSD selaku mantan Kepala Divisi Analisis Risiko Bisnis II (April 2015 sampai dengan Januari 2019. Leonard menyebutkan, guna mempercepat proses penyidikan, kedua tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari pertama, yakni dari tanggal 13 Januari sampai dengan 1 Februari 2022. Tersangka PSNM dan DSD ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Leonard menjelaskan kronologi singkat perkara ini, LPEI dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional telah memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan tidak sesuai dengan aturan kebijakan perkreditan LPEI . Akibat perbuatan tersebut berdampak pada meningkatnya kredit macet/non-performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen. Kemudian berdasarkan laporan keuangan LPEI per 31 Desember 2019 LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun. LPEI dalam memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup (terdiri atas 27 perusahaan) tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan tidak sesuai dengan aturan pembiayaan dari laporan Sistem Informasi Manajemen Resiko Pembiayaan LPEI sekarang dalam posisi kolektibilitas 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019. Kredit macet tersebut terjadi pada Grup Walet yang terdiri atas tiga perusahaan, kemudian Grup Johan Darsono terdiri atas 12 perusahaan. Perbuatan melawan hukum tersebut, dari perhitungan sementara penyidik mengakibatkan kerugian keuangan negara (Group Walet dan Group Johan Darsono) kurang lebih sebesar Rp 2,6 triliun. Menurut Leonard, nominal tersebut masih akan terus bertambah karena sampai saat ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) masih melakukan perhitungan kerugian negara. Keduannya disangka pasal primer, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Diketahui bahwa penyidik Gedung Bundar Kejaksaan Agung telah lebih dulu menetapkan lima orang tersangka pada Kamis (6/1/2022) lalu. Kelima orang tersebut, yakni Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksa II LPEI periode 2016, Ferry Sjaifullah selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, Josef Agung Susanta selaku Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta tahun 2016, Johan Darsono selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesai dan Suryono selaku Direktur Jasa Mulia Indonesai, PT Mulia Walet Indonesai dan PT Borneo Wallet Indonesia.[Lin]