Kejagung Bentuk Tim Penyidik Koneksitas Kasus Korupsi Satelit Kemhan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 10 Maret 2022 21:48 WIB
Monitorindonesia.com- Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia membentuk tim penyidik Koneksitas Perkara dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek Pengadaan Satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, sebanyak 45 orang yang ada di tim tersebut merupakan jaksa maupun dari TNI dan Puspom. Dari unsur Kejaksaan RI yakni Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM-Pidmil), Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus), dan unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni Pusat Polisi Militer (Puspom) dan Oditur Militer. "Jaksa Agung RI Burhanuddin resmi menandatangani Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyidik Koneksitas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2012 sampai dengan tahun 2021," kata Sumedana kepada wartawan, Kamis (10/3/2022). Sumedana menambahkan, setelah Tim penyidik koneksitas itu dibentuk, para penyidik akan segera memanggil saksi-saksi dan melakukan penyitaan. "Setelah Keputusan Jaksa Agung RI dikeluarkan, Tim Penyidik Koneksitas segera melakukan kegiatan penyidikan dengan memanggil saksi-saksi guna diminta keterangannya, penyitaan dokumen untuk membuat terang perkaranya, dan selanjutnya akan melakukan gelar perkara untuk menentukan konstruksi yuridis dan pihak yang bertanggung jawab atas perkara dimaksud," jelas Sumedana. Untuk diketahui, Kejagung telah mencegah beberapa orang ke luar negeri, yaitu Dirut PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) Surya Witoelar (SW), Presiden Direktur PT Dini Nusa Kusuma (DNK) berinisial AW. Tak hanya itu, seorang WNA bernama Thomas van der Heyden juga turut dicekal. Kemudian, Jampidsus Kejaksaan Agung sebelumnya, telah memeriksa sejumlah saksi, di antaranya mantan Menteri Komunikasi dan Informatka (Menkominfo) Rudiantara, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamana Madya TNI (Purn) inisial AP, mantan kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan RI Laksamana Muda TNI (Purn) inisial L, dan mantan kepala Pusat Pengadaan Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama TNI (Purn) inisial L. Selain itu beberapa saksi dari kalangan sipil yang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi satelit yaitu petinggi di PT DNK, PT LEN, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sebagai informasi, kasus ini bermula saat satelit Garuda-1 keluar dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain. Untuk mengisi kekosongan pengelolaan slot orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemudian, Kemhan meneken kontrak dengan sejumlah vendor, yaitu Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran. Akhirnya Avanti dan Navayo pun menggugat pemerintah Indonesia. (Aswan)
Berita Terkait