LPSK Sebut Korban Kerangkeng Manusia Langkat Banyak Alami Cacat

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 10 Maret 2022 11:55 WIB
Monitorindonesia.com - Dalam kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Non-aktif Terbit Rencana Perangin Angin, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan pihaknya memberikan perlindungan hukum dan memasilitasi perhitungan kerugian yang dialami korban. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, dalam kasus tersebut banyak korban yang mengalami cacat seperti jari putus, luka bakar di badan, gigi tanggal, tulang rusuk hancur, kuku lepas, stres sampai menderita gangguan jiwa, termasuk ada yang meregang nyawa. Lokasi penganiayaan itu, kata Edwin terjadi baik di dalam maupun luar kerangkeng, seperti di gudang cacing, perkebunan sawit, pabrik sawit, dan kolam. Dengan begitu, Edwin menekankan begitu pentingnya pemenuhan hak-hak para korban oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. "Korban berhak untuk menuntut restitusi kepada pelaku dan LPSK akan memfasilitasi perhitungan kerugian tersebut,” kata Edwin kepada wartawan, Kamis (10/3/2022). Tak hanya itu, Edwin juga menduga terdapat sistem kerja rodi terhadap para penghuni kerangkeng manusia itu. Bahkan kerangkeng tersebut dikatakan berkaitan erat dengan usaha pabrik sawit dan penyediaan pakan ternak milik Terbit Rencana. “Aktivitas kerja para korban terbagi dari ada yang mulai jam 08.00-17.00 WIB dan 20.00-08.00 WIB. Semua pekerjaan yang dilakukan tanpa diberikan upah,” ucapnya. Edwin menjelaskan para korban di kerangkeng Terbit Rencana tiap harinya diberikan jatah makan nasi bungkus dengan menu dan jumlah yang terbatas. Menu makanannya tidak lebih dari nasi, tahu, ikan asin, atau sayur asem. Selain itu, para korban juga memiliki perbedaan penampilan fisik dengan para buruh pabrik yang diberi upah. Kemudian, para buruh pabrik bekerja menggunakan sepatu, baju seragam, dan helm. Sementara, para korban hanya mengenakan celana pendek, tidak beralas kaki, tidak memakai helm, dan berkepala botak. Edwin menambahkan selama dikurung dan bekerja di tempat Terbit Rencana itu, para korban mengalami pemukulan, ditampar, ditendang, dipaksa tidur di atas daun jelatang yang menyebabkan gatal, kepalanya diinjak, sampai disiram air garam. Para korban juga dipukul dengan selang, kunci inggris, batu dan balok, ditetesi plastik yang sudah dibakar, disundut rokok, disetrum, dan jempol kaki dipukul dengan palu. Sebagai informasi, kasus ini sudah ditangani oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Meskipun kasus ini sudah naik ke tingkat penyidikan, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka. (Aswan)