Kompolnas Dorong Polisi Bawa Kasus Korban Begal di NTB ke Pengadilan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 16 April 2022 16:31 WIB
Jakarta, MI - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta pihak Kepolisian dalam melakukan penyidikan agar lebih profesional dan mandiri serta bebas dari tekanan oleh pihak siapa pun itu. Demikian disampaikan oleh Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti merespons kasus Korban begal yang ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurutnya, Polisi harus cermat mencari fakta-fakta kasus tersebut. Ia menyebut ada dua pilihan kategori yang dapat disangkakan, overmacht (daya paksa) atau noodweer (pembelaan terpaksa). Poengky berpandangan, kasus itu masuk dalam pembelaan diri. Dengan begitu, maka polisi perlu menelusuri fakta-fakta secara cermat guna melihat apakah perbuatannya masuk dalam daya paksa atau pembelaan terpaksa. "Saat menghadapi dua begal yang mengancamnya itu masuk kategori overmacht (daya paksa) sebagaimana diatur Pasal 48 KUHP atau noodweer (pembelaan terpaksa) sebagaimana diatur Pasal 49 ayat (1), atau pembelaan terpaksa yang melampaui batas sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (2)," jelasnya. Tak hanya itu, Polisi juga harus menggali seluruh fakta berdasarkan keterangan saksi-saksi, bukti-bukti di TKP, keterangan tersangka, serta keterangan ahli dan lain-lainnya. "Agar dapat dijadikan bahan penuntutan di sidang pengadilan bagi jaksa penuntut umum dan diputuskan secara adil oleh majelis hakim," katanya. Poengky menambahkan, dengan adanya kasus seperti ini, polisi harus meningkatkan perlindungan masyarakat. Selain itu, dia meminta masyarakat turut menjaga ketertiban lingkungan. "Kasus ini harus menjadi momentum peningkatan perlindungan masyarakat dari ancaman begal, yaitu polisi harus meningkatkan patroli harkamtibmas dan mengajak masyarakat membantu menjaga kamtibmas dengan menggiatkan siskamling," jelasnya. Namun demikian, pihaknya akan mendorong kasus ini ke meja pengadilan agar mendapat keputusan. "Polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan tidak memiliki kewenangan memutuskan apakah perbuatan Amaq Sinta masuk dalam kategori overmacht (daya paksa), noodweer (pembelaan terpaksa), atau tidak," ungkapnya. Sebab, kata dia, yang memiliki kewenangan untuk menilai dan memutuskan adalah majelis hakim dalam sidang pengadilan. Sebelumnya, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil alih penanganan kasus korban begal menjadi tersangka usai membunuh dua dari empat pelaku begal di Kabupaten Lombok Tengah. Penahanan korban begal yang jadi tersangka itu sedang ditangguhkan. Polda NTB belum menyampaikan alasan menarik kasus tersebut dari penanganan Polres Lombok Tengah. Korban begal dalam kasus ini ialah Amaq Sinta, yang merupakan pria asal Kabupaten Lombok Tengah. Menurut hasil visum, dua begal itu tewas dengan luka tusuk di bagian dada dan punggung hingga menembus paru-paru. Berdasarkan kronologi yang disampaikan melalui keterangan tertulis, mereka dikatakan tewas ketika beraksi di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah. Aksi mereka dilakukan dengan cara menghadang dan memaksa Amaq Sinta menyerahkan kendaraan roda dua yang dikendarai. Sedangkan nasib dua rekan lainnya berinisial HO dan WA, yang disebut bertugas memantau situasi dari belakang, melarikan diri setelah mengetahui dua rekannya, OWP dan PE, tewas. (La Aswan)

Topik:

Begal NTB
Berita Terkait