Laporan Tak Kunjung Ditindaklanjuti Polres Jaktim, Gemitra Bakal Lapor ke Divisi Propam

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Agustus 2022 15:57 WIB
Jakarta, MI - Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Manifestasi Rakyat (LSM GEMITRA) Sabam Pakpahan menyoroti kasus mafia tanah yang kian marak terjadi dan semakin meresahkan masyarakat. Apalagi, kata dia, ada dugaan oknum-oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang turut terlibat mafia tanah. Lebih ironisnya lagi, kasus mafia tanah tersebut terkesan terabaikan oleh aparat penegak hukum yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Padahal, tegas dia, sangat jelas bahwa visi 'Presisi' sebagaimana telah diusung Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yakni prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat. "Namun realitasnya masih jauh dari harapan masyarakat, bahkan terindikasi terabaikan oleh jajaran polri, utamanya diwilayah hukum Polres Metro Jakarta Timur," kata Sabam kepada Monitorindonesia.com, Senin (1/8). Hal ini, jelas Sabam, diindikasikan pada penanganan kasus dugaan pengeroyokan yang dilaporkan tanggal 2 Maret 2022 dan kasus yang sama dilaporkan pada tanggal 11 Juni 2022. Hingga saat ini, belum ada penanganan serius dari pihak Polres Metro Jakarta Timur. “Sampai sekarang laporan mengenai peritiswa tindak pidana pengeroyokan maupun penganiayaan terhadap pelapor yang juga adalah korban, belum ada tindaklanjut penanganan dari pihak Polres Metro Jakarta Timur," lanjutnya. "Ini yang mengherankan bagi pelapor, korban beserta keluarganya, yang diduga juga korban dari praktek mafia tanah," sambungnya. Menurut Sabam, peristiwa tindak pidana dialami korban yang juga pelapor, bermula adanya tindakan klaim oleh Maimunah dan Azizah atas kepemilikan lahan seluas kl 4000 M² di Jalan Ciliwung Ujung RT 009/RW 016 Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati Kota Adm Jakarta Timur. "Padahal lahan tersebut dimilliki oleh ahli waris Saribenah Bin Saleh berdasarkan bukti kepemilikan berupa surat Girik Kohir C nomor 1468 Persil 30 Blok D III atas nama Saribenah Bin Saleh," ungkapnya. Kemudian, kata Sabam, masalah ini berlanjut pada mediasi antara pihak Maimunah dan Azizah bersama ahli waris Saribenah Bin Saleh yang digelar di kantor Kecamatan Kramat Jati yang hasilnya menjelaskan bahwa pihak Azizah dan Maimunah menolak untuk menunjukan bukti2 surat dan peralihan hak dari Azizah ke Maimunah. "Sementara Maimunah mengaku memiliki lahan dan menolak untuk mediasi dan menyatakan tanah tidak boleh ditempati oleh kedua belah pihak. Lahan tersebut adalah benar milik ahli waris Saribenah Bin Saleh hal ini sesuai dengan surat KelurahanCililitan yg menyatakan bahwa tanah dengan No Girik 1468 atas nama alm Saribenah terdaftar dibuku 2 Kelurahan," jelasnya. Atas dasar surat tersebut, maka pihak Kuasa Hukum ahli waris Saribenah Bin Saleh mengajukan surat pemberitahuan pemasangan patok terhadap lahan tersebut, dengan surat no : 12/TB/VI/2022 tertanggal 9 Juni 2022 dan bahkan dalam surat itu juga mengundang Ketua RT 09, ketua RW 16 dan Lurah Cililitan agar hadir dalam kegiatan pemasangan patok di lahan tersebut. Selanjutnya pada hari Jum'at (10/6/2022), saat pelaksanaan pemasangan patok dan plang di tanah Saribenah Bin Saleh yang dilakukan oleh Romdoni kerabat ahliwaris tiba-tiba saja terjadilah peristiwa pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh pihak Maimunah yang sebelum peristiwa itu terjadi juga pernah terjadi tindakan serupa dan diduga dengan pelaku yang sama, di tempat yang sama, pada tanggal 2 Maret 2022. Dari uraian kejadian tersebut, menurut Sabam, bedah kasus ini laporan 1 dimasukan pasal 335,404 terlapor Azizah, dan Maimunah sementara laporan kedua pasal 170 pengeroyokan dimuka umum terlapor Maimunah cs. "Mestinya pihak Polres Metro Jakarta Timur, segera menindaklanjutinya. Kami khawatirkan kasus bisa saja tidak dilanjuti karena alasan sudah kadaluwarsa. Karena dalam laporan yang dibuat untuk kasus pidana ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah masa kadaluarsa kasus pidana” tukas Sabam. Lebih Lanjut Sabam menjelaskan bahwa dalam KUHP sudah ada aturan mengenai masa kadaluarsa kasus pidana atau batas waktu tertentu agar bisa ditindaklanjuti. Aturan tersebut ada pada Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2009 mengenai Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan POLRI. Dalam peraturan tersebut, jelas Sabam, mengatur batas waktu penyelesaian dan pemeriksaan perkara atau masa kadaluwarsa kasus pidana. Laporan Polisi yang sudah diterima oleh pejabat Reserse yang berwenang. Laporan Polisi yang dibuat pada SPK wajib untuk segera diserahkan dan sudah diterima oleh pejabat reserse guna didistribusikan laporan dengan masa kadaluwarsa laporan polisi paling lambat 1 hari setelah laporannya dibuat. Setelah laporan dibuat, harus diberikan pada penyidik guna proses penyidikan paling lama selama 3 hari. “Kalau menurut aturan tersebut, sudah mestinya kedua laporan Polisi tersebut, ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian, namun nyatanya pihak kepolisian belum menindaklanjutinya. Ini sangat mengherankan.Terkait dengan masalah ini, maka demi citra baik Kepolisian, kami berencana melaporkan masalah ini ke pihak Divisi Propam agar segera memberikan kepastian tindaklanjut laporan polisi dari pihak pelapor dan korban. yang juga membutuhkan kepastian hukum Untuk menyelesaikan masalah ini, serta untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban,”tegasnya. Sementara itu, Ketua Bidang Sospol GEMITRA Tambun Tambunan, mengatakan bahwa sebagai kuasa ahliwaris dengan dasar yg kuat adanya girik dan adanya pengrusakan plang dan pengeroyokan seharusnya pihak kepolisian bisa bertindak dengan cepat agar adanya kepastian hukum. DImana tujuan hukum salah satunya kepastian hukum. “Ya, untuk itu ada kemungkinan kami akan melaporkan ke divisi Propam agar dapat menguak ada apa dibalik lambannya penanganan laporan polisi yang dilakukan korban, sampai sekarang belum ada tindak lanjut dari Polres Metro Jakarta Timur, ”pungkasnya.