Pencopotan Hakim Konstitusi Prof Aswanto Berseberangan Perintah UU, Ini Alasannya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Oktober 2022 15:24 WIB
Jakarta, MI - Pencopotan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ditengah masa jabatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), secara mendadak pada hari Jum'at (30/9) kemarin mengejutkan masyarakat saat ini. Pergantian secara mendadak ini terjadi kepada salah satu Hakim MK yaitu Prof. Aswanto. Aswanto sendiri merupakan Hakim MK yang diusulkan oleh, Lembaga DPR dan akan digantikan oleh Guntur Hamzah. Kejadian ini tentu merupakan hal yang problematik. "Merujuk pada UU lama (UU No.8 Tahun 2011) maka Aswanto seharusnya menjabat sampai Maret 2024, pun Ketika mengikuti UU baru (UU 7/2020) maka masa jabatan Aswanto seharusnya sampai Maret 2029," jelas Koordinator Pusat Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum se-Indonesia, Demfasna, dalam keterangannya dikutip Monitor Indonesia, Sabtu (1/10). Menurut Demfasna, tindakan pencopotan ini dapat dikatakan sebagai hal yang tidak mendasar pada UU yang berlaku. Bagaimana tidak, jawaban yang dilayangkan oleh Komisi III DPR-RI pun tidak menjawab permasalahan yang ada, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto memberikan jawaban. "Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh. Dasarnya Anda tidak komitmen, gitu loh. Nggak komit dengan kita ya mohon maaf lah ketika kita punya hak dipake lah,” kata Bambang. "Jawaban tersebut merupakan pembenaran yang bersebrangan dengan perintah Undang-Undang karena tidak adanya dasar untuk menggantikan Aswanto di tengah masa jabatannya yang belum selesai," lanjutnya. Hal ini, tegas dia, menyebabkan semangat untuk menjaga independensi hakim sangat terciderai mengingat berbagai upaya terkait masa jabatan telah dilakukan trial and error sampai menemukan mekanisme yang sesuai. "Tidak adanya periodesasi nyatanya tidak menghalangi DPR untuk melakukan pencopotan jabatan karena dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi lembaga DPR sebagai pengusung," ungkapnya. "Jikalau independensi Hakim MK hanya ditentukan oleh Lembaga pengusung, maka sampai kapanpun tidak akan ditemukan makna sesungguhnya dari independence of judiciary," imbuhnya.

Topik:

MA Prof Aswanto