Sidang Lanjutan Bharada E Tak Boleh Live, Pakar Hukum Sindir Sidang Kasus Jessica Sianida!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Oktober 2022 16:10 WIB
Jakarta, MI - Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan menyoroti sidang lanjutan kasus perampasan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan.Dikabarkan, sidang lanjutan kepada terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Edigelar pada hari ini, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Selasa (25/10) bahwa pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tidak menyiarkan secara langsung sidang pemeriksaan saksi kasus Ferdy Sambo dkk.Sebanyak 12 orang saksi pihak korban dihadirkan di persidangan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nopriansyah Yosua Hutabarat itu12 saksi tersebut merupakan pengacara keluarga Brigadir J, mulai dari ayah, ibundanya, keponakan, hingga kekasih Yosua. Menurut Asep, aturan sidang tersebut sama saja tidak memanfaatkan teknologi yang kian canggih seperti sekarang ini.Lantas Asep, membandingkan dengan sidang pada kasus-kasus pembunuhan lainnya, seperti pada sidang kasus pembunuhan Mirna Salihin melalui kopi sianida yang dilakukan oleh Jessica Kumala Wongso yang digelar secara terbuka hingga dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 20 tahun dalam dakwaan pembunuhan berencana.Tak hanya motifnya sempat menjadi misteri, kasus ini juga sempat membutuhkan waktu yang panjang untuk mengungkap siapa pelakunya."Dengan sekarang kecanggihan teknologi, percuma terbuka, kalau terbuka ya terbuka aja seperti kasus Sianida, kenapa separuh-separuh? kan saksinya banyak, mubazir ini, kalau dari awal tertutup ya tertutup aja,, kata Asep dalam acara Metro TV ditayangkan pada Selasa, dikutip Monitor Indonesia, Selasa (25/10).Terpisah dengan itu, soal potensi terdakwa Bharada E untuk bebas karena dia adalah Justice Collaborator (JC), Asep berpandangan bahwa, Bharada E seharusnya dibebaskan karena hanya mengikuti perintah atasannya yakni Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Mabes Polri."Harus dipertimbangkan korban, dari sisis kemanusiaan, perbuatan itu dilakukan seperti orang yang dikasihani, yang memerintah seharusnya lebih berat hukumannya, Karena Bharada E sebagai JC yang juga mengakui kesalahannya saat menembak Brigadir J," jelas Asep.Ketika JC, tegas Asep, seharusnya Bharada tidak diproses sampai berat. "Apalagi dia tak ajukan Eksepsi, dia mengakui bahwa dia yang melakukan, orang yang melakukan perintah, yang memerintahkan yang bertanggung jawab," bebernya."Karena ini atasan perintah ya atasan yang bertanggungjawab. Harus dibebaskan, karena tdak menghendaki,, dia hanya melaksanakan atau menghendaki perintah Ferdy Sambo," pungkasnya.Diketahui, Dirjen Badan Peradilan Umum, Prim Haryadi, telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Salah satu poinnya ialah larangan mengambil foto, merekam suara, dan merekam gambar saat sidang tanpa seizin Ketua Pengadilan Negeri setempat."Pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan," jelasnya.Namun aturan itu dicabut setelah ditentang publik. Kini, muncul dan dikuatkan oleh MA aturan itu. Hal itu diatur berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan. Di Perma itu, kewenangan menyiarkan langsung atau tidak menjadi hak otoritas"Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan, yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan," demikian bunyi Pasal 4 ayat 6 Perma 5/2020.Aturan di atas muncul pasca kasus sidang dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso pada 2016. Kala itu, persidangan untuk membuka tabir kematian Mirna Salihin itu disiarkan live dari awal hingga akhir lewat berbagai media. Hal ini dinilai bisa mempengaruhi saksi dan majelis hakim sendiri."Masyarakat boleh datang di sidang terbuka, tetapi hanya sebatas jumlah tempat duduk yang tersedia. Untuk masyarakat luas, hanya boleh melalui laporan wartawan yang hadir dan untuk penggambaran suasana pengadilan secara visual disiapkan artis gambar," ucap Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI), Profesor Sarlito Wirawan Sarwono.Pengalaman sidang Jessica akhirnya membuat Mahkamah Konstitusi (MK) mengantisipasi dalam sidang sengketa Pilpres 2019. Tiap-tiap saksi dimasukkan ke ruangan tanpa alat komunikasi agar sesama saksi tidak bisa saling mempengaruhi. (MI/Aan).
Berita Terkait