Menanti Eks Mendag Lutfi Dihadirkan Sidang Kasus Korupsi CPO

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Desember 2022 21:11 WIB
Jakarta, MI - Perjalanan kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus bergulir. Teranyar, para terdakwa telah menerima tuntutan dakwaan yang berbeda-beda. Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Kemudian Pierre Togar Sitanggang dituntut pidana penjara selama 11 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara. Selain itu Pierre juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4.544.711.650.438 subsidair 5 tahun 6 bulan penjara. Selanjutnya terdakwa Master Parulian Tumanggor dituntut pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair 6 bulan penjara. Dia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10.980.601.083.037 subsidair 6 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dituntut pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair 6 bulan penjara. Sedikit kembali kebelakang, bahwa kasus korupsi CPO ini terjadi pada masa M Lutfi menjadi Menteri Perdagangan (Mendag) Republik Indonesia. Lutfi yang statusnya sebagai saksi saat itu juga telah diperiksa Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) itu. Lutfi mengklaim telah memberikan semua hal yang dia ketahui terkait masalah tersebut kepada penyidik dengan sebenar-benarnya. Muhammad Lutfi mulai menjabat sebagai Menteri Perdagangan terhitung sejak 23 Desember 2020 Kembali kepada dakwaan terdakwa kasus ini yakni Lin Che Wei, bahwa kuasa hukumnya Maqdir Ismail, membantah dakwaan yang dilayangkan jaksa terhadap kliennya itu. Pasalnya, Maqdir mengeklaim Lin Che Wei tidak mempunyai kewenangan untuk menerbitkan persetujuan ekspor CPO. Hal ini Maqdir sampaikan usai jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menuntut hakim untuk menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Dia dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi ekspor CPO. "Terdakwa Lin Che Wei tidak punya kewenangnan dan tidak menggunakan kedudukannya sebagai Tim Asistensi Menko Bidang Perekonomian untuk bertindak seolah-olah sebagai sebagai pejabat yang mempunyai kewenangan dalam penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) CPO," kata Maqdir, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/12). Menurut Maqdir, dalam bukti komunikasi melalui pesan WhatsApp (WA) dengan eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana, Lin Che Wei menolak untuk dilibatkan dalam proses PE karena mudah difitnah. Dia melanjutkan, kliennya juga baru diundang secara resmi oleh Mendag saat itu, Muhammad Lutfi, untuk menjadi mitra diskusi tiga hari setelah Kemendag memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng pada 11 Januari 2022 lalu. "Terdakwa Lin Che Wei, tidak pernah mengusulkan perubahan syarat persetujuan ekspor hanya berdasarkan realisasi distribusi DMO. Sementara usulan untuk mengembalikan persyaratan PE dalam Permendag 8/2022 ke peraturan sebelumnya, yaitu Permendag 2/2022, dalam fakta persidangan terbukti berasal dari pelaku usaha. Namun, usulan tersebut tidak pernah diimplementasikan," bebernya. Maqdir menjelaskan, Lin Che Wei tidak pernah merancang, mengolah dan membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO yang sebenarnya, sebagai dasar oleh Indrasari dalam penerbitan PE CPO dan turunannya. Dia juga mengeklaim bahwa kliennya tidak pernah mendapatkan fee atau pembayaran terkait dengan bantuan dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng. "Terdakwa Lin Che Wei tidak punya konflik kepentingan dalam kedudukan sebagai Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang membantu Mendag Muhammad Lutfi," tutur Maqdir. Sementara itu mantan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Sutedjo Halim mengakui eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menugaskan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei untuk melakukan koordinasi terkait kontribusi dan komitmen dari para pelaku usaha ihwal kelangkaan minyak goreng (migor). Hal tersebut diungkapkan Sutedjo saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya. “Menteri mengatakan bahwa kondisinya sudah sangat berat, sudah darurat dan semua diminta berkontribusi, bukan hanya eksportir. Banyak perusahaan yang kemudian memberikan komitmennya untuk membantu mengatasi kelangkaan minyak goreng," kata Direktur produsen crude palm oil (CPO) PT Triputra Agro Persada Tbk itu, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/11) lalu. Sementara itu, saksi lainnya, Abhinaya Putri Pambharu selaku analis di Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI) mengklaim Lin Che Wei menolak terlibat dalam penerbitan persetujuan ekspor. Menurut Abhinaya, Lin Che Wei menyampaikan penolakannya kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana lewat pesan Whatsapp, yang ditunjukkannya kepadanya. "Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8). HET Diduga Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng Kebijakan pengendalian harga eceran tertinggi (HET) yang dilakukan Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi diduga menjadi penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng (migor). Kebijakan HET yang tak didukung persiapan implementasi yang cukup menyebabkan produksi migor jadi tidak tersedia di pasar. Hal tersebut disampaikan saksi ahli yang merupakan ekonom sekaligus mantan Sekretaris Menko Perekonomian, Lukita Dinarsyah Tuwo dalam persidangan sebelumnya di kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Tipikor Jakarta Otto Hasibuan selaku kuasa hukum terdakwa dari Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA turut mengamini pernyataan saksi ahli. Menurutnya berubah-ubahnya kebijakan HET membuat produsen justru enggan menjual produknya. "Kebijakan pengontrolan harga yang dibuat Menteri Lutfi telah membuat migor menjadi langka. Sebab penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang dikeluarkan membuat produsen enggan menjual produknya," kata Otto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/12) lalu. Lutfi Diminta Dihadirkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Otto Hasibuan menerangkan peraturan Mendag yang berubah terkait kebijakan migor justru melahirkan kekacauan. Misalnya saja perubahan harga pada kebijakan HET dilakukan mendadak sehingga tak ada waktu bagi distributor menyesuaikan harga sebagaimana aturan pemerintah. "Kalau mau lakukan perubahan harga, aturan harus dikeluarkan setidaknya dua minggu sebelumnya, tidak bisa mendadak dan berharap distributor melakukan penyesuaian harga. Itu sama saja mau 'membunuh' distributor," jelas Otto. Menurutnya, Eks Mendag Lutfi perlu dihadirkan guna memberi kesaksian dan penjelasan soal kebijakan penanganan kelangkaan migor tersebut. "Pihak Kejaksaan harus memaksa Mendag Muhammad Lutfi yang sudah tiga kali mangkir untuk hadir," ucap Otto. Selain itu Otto menjelaskan dalam dakwaan jaksa disebutkan terjadi kerugian perekonomian negara. Namun hingga kini kata dia, tak dijelaskan rumusan untuk menyatakan kerugian perekonomian tersebut sebagai dampak kelangkaan migor. "Tadi saksi ahli menyatakan, indikator kerugian perekonomian negara diakibatkan naiknya inflasi dan tingginya tingkat kemiskinan. Tapi tidak ada yang menyatakan bahwa kerugian perekonomian negara diakibatkan karena kelangkaan migor," pungkasnya. #Eks Mendag Lutfi