DJKI Kemenkumham Ingatkan Jangan Sembarangan Daftarkan Merek Terkenal

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Januari 2023 12:06 WIB
Jakarta, MI - Sebagai penanda dan pembeda, merek membawa reputasi dan kepercayaan konsumen pada kualitas produk barang dan jasa. Dimana pengusaha yang telah memupuk kekayaan intelektual merek ini tentunya sudah berupaya dalam membangun citra dan loyalitas konsumen mereka dengan investasi serta waktu yang tidak sedikit. Meski begitu, saat ini pelindungan merek bersifat teritorial atau per wilayah. Produk yang sudah dilindungi atau terdaftar di Indonesia, tidak mendapatkan pelindungan yang sama di negara lain. Begitu juga sebaliknya untuk merek luar negeri yang tidak didaftarkan di Indonesia juga bisa digunakan di Tanah Air jika belum didaftarkan pemiliknya. Lalu, bagaimana jika merek yang digunakan itu ternyata dianggap masyarakat terkenal? Menurut Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kurniaman Telaumbanua, merek yang dianggap terkenal tersebut tidak bisa digunakan oleh sembarang orang di Indonesia. Menurut Undang-Undang Merek No. 20 Tahun 2016 pasal 21, salah satu alasan permohonan pendaftaran merek ditolak adalah karena permohonan merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau seluruhnya dengan merek terkenal. “Ciri merek terkenal adalah memiliki reputasi tinggi, dikenal luas oleh konsumen, mendapat pengakuan dan impresi yang terukur. Pihak pemilik merek bisa membuktikan hal-hal ini dengan mengukur melalui survei, menunjukkan volume penjualan, penguasaan pangsa pasar, lama merek tersebut terdaftar sampai rekam jejak dan akumulasi promosi yang telah dilakukan,” ujar Kurniaman di Kantor DJKI Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Jakarta Selatan, Selasa (31/1). Dengan bukti di atas, pemilik merek terkenal bisa membatalkan merek yang sudah didaftarkan oleh pihak yang ingin menyalahgunakan merek di negara yang belum memberikan pelindungan. Bila terbukti, pihak yang mendaftarkan merek terkenal itu akan menderita kerugian dan waktu yang telah ditempuh untuk mendapatkan merek tersebut. Dia menuturkan, di Indonesia bukti di atas perlu disampaikan di pengadilan niaga apabila pemilik merek ingin mengajukan pembatalan merek yang didaftarkan pihak lain. “Sebelumnya, pembuktian apakah merek ini terkenal atau tidak sebetulnya bukan di DJKI. Melainkan Pengadilan lah yang akan memutuskan berdasarkan bukti-bukti yang diberikan pemilik merek terkenal,” katanya. Lebih lanjut, Kurniaman mengungkapkan, saat ini sudah tidak ada lagi kasus merek terkenal yang didaftarkan oleh bukan pemilik aslinya di Indonesia. Hal ini karena DJKI telah bekerja sama dengan kantor kekayaan intelektual di seluruh dunia sehingga telah terjadi pertukaran data. Sebagai informasi, sistem pendaftaran merek di Indonesia memungkinkan pemilik merek luar negeri untuk mendaftarkan mereknya di Tanah Air langsung dari negara asalnya melalui Madrid Protocol. Dimana pemilik merek Indonesia juga bisa menggunakan protokol ini apabila ingin mendaftarkan mereknya ke beberapa negara sekaligus dengan lebih transparan dan biaya yang lebih efisien. Walaupun pendaftaran Madrid Protocol melalui biro internasional, perlakuan yang diberikan kepada permohonan merek internasional terkait pemeriksaan substantif sama dengan permohonan merek nasional. “Pemeriksaan merek internasional di DJKI, Indonesia memiliki jangka waktu maksimal 18 bulan yang berdasarkan pada hukum nasional Indonesia yaitu UU Merek dan Indikasi Geografis,” tutur Kurniaman. Pendaftaran merek nasional maupun internasional melalui Madrid Protocol bisa dilakukan melalui merek.dgip.go.id. (Berkam) #DJKI Kemenkumham #DJKI Kemenkumham