Menolak Lupa Bebasnya Adelin Lis Buron Kelas Kakap, Apa Kabar Mangihut Sinaga?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 24 Mei 2023 08:52 WIB
Jakarta, MI - Bebasnya Adelin Lis sempat menjadi isu publik yang paling mengherankan bagi banyak pihak. Polri dan Kejaksaan yang menyelidiki kasus ini juga dibuat kaget oleh putusan majelis hakim yang mengeluarkan putusan bebas pada Adelin Lis. Tak hanya ituu, bebasnya Adelin Lis ini disebut-sebut karena ada dugaan peersengkongkolan oknum penegak hukum. Namun demikian, saat itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan, Mangihut Sinaga, membantah spekulasi yang menyebutkan kejaksaan bersekongkol dalam membebaskan Adelin Lis dari tahanan itu. Mangihut Sinaga menyebutkan, bebasnya Adelin Lis dari Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung Gusta Medan, merupakan bagian dari proses hukum yang dijalankan sesuai mekanisme yang berlaku. Jaksa hanya menjalan putusan dan standar administrasi. "Tidak ada itu persekongkolan untuk membebaskan Adelin Lis. Yang membebaskan itu kan/ hakim. Kemudian ekstra vonis hakim disampaikan kuasa hukum kepada jaksa untuk membebaskan Adelin dari rutan. Maka dibuat berita acara mengeluarkan yang bersangkutan dari Rutan. Mekanismenya sudah dilakukan seperti seharusnya," kata Mangihut saat itu. Kendati demikian, proses bebasnya Adelin dari Rutan juga cukup cepat. Bagaimana tidak, vonis bebas dibacakan hakim Pengadilan Negeri Medan, sekitar pukul 14.00 WIB. Tak lama kemudian, sekitar pukul 15.00 WIB, para kuasa hukum datang ke Kejaksaan meminta Adelin dibebaskan sesuai dengan putusan hakim. Namun jaksa tidak bisa melepaskan, karena belum ada ekstra vonis, yakni sebagian kutipan hakim yang membebaskan Adelin. Sesuai dengan surat perintah pada Maret 2007, kata Mangihut, tugas jaksa penuntut umum adalah untuk untuk melaksanakan ketetapan- ketetapan hakim. Atas dasar surat tersebut kemudian dibuatlah berita acara pada 5 November 2007 yang melepaskan Adelin Lis dari tahanan, sesuai dengan keputusan hakim penyidang kasus Adelin Lis. Sekitar pukul 15.30 WIB, ekstra vonis itu datang. Kejari Medan kemudian menjalankan proses administrasi. Sementara proses administrasi berjalan, jaksa-jaksa penuntut pun membuat pendapat mengenai hal tersebut. Mangihut Sinaga kemudian berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Gortap Marbun. Karena proses sudah sesuai, maka jaksa berangkat ke Rutan membawakan berita acara, dan ditandatangani terdakwa Adelin Lis, serta pihak Rutan. "Sampai di sini, sekitar jam sembilan malam, selesailah tugas jaksa," kata Mangihut Sinaga. Adelin Lis keluar dari Rutan sekitar pukul 23.00 WIB. Atas hal ini juga banyak pihak yang mempertanyakan keputusan tersebut termasuk Polri dan Kejaksaan. Bahkan Kejaksaan melalui Jaksa Agung, Hendarman Supardji, sempat mengatakan akan mengajukan eksaminasi. Ditengah banyaknya keraguan terhadapan putusan majelis hakim yang memvonis bebas Adelin Lis, banyak juga pihak yang meng"appreciate" keputususan hakim tersebut. Setelah melihat semua berkas yang terkait, majelis hakim dinilai tidak menyalahi sedikitpun ketentuan dan prosedur hukum. MA saat itu berencana menaikkan jabatan para hakim tersebut. Bahkan ada sebuah organisasi yang menyebut diri peduli hukum memberi penghargaan pada para hakim tersebut, karena dinilai tidak terkena intervensi dan menyalahi prosedur hukum. Lalu setelah melihat kenyataan yang ada, siapa lagi yang harus bertanggung jawab atas kasus tersebut. Jaksa dan Polri yang sebelumnya "menyalahkan" para hakim, sebab dibuat kaget dengan kejadian tersebut. Buntutnya Komisi Yudisial berencana memeriksa para Hakim, namun ditolak oleh MA karena KY dinilai tidak punya wewenang. MA balik menuduh Kejaksaan yang bertanggung jawab dalam kasus ini terkait lemahnya bukti yang dilaporkan Kejaksaan diduga menjadi sebab utama dalam kasus ini. JPU saat itu juga selalu berasumsi pelanggaran administratif secara otomatis akan menjadi pelanggaran pidana. Aspek lain terkait sulitnya pembuktian hukum lingkungan adalah berubahnya kualitas alat bukti karena pengaruh waktu dan perlakuan. Mungkin ini adalah beberapa sebab yang dinilai menjadi kelalaian Jaksa. Buntutnya Jaksa Agung memutasi dua Jaksa yang mengurus kasus ini. Diketahui, dalam Putusan Mahkamah Agung memidana Adelin Lis selama 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan dana reboisasi 2,938 juta Dollar AS susah untuk dilakukan. Namun dengan kaburnya Adelin Lis, maka proses pemenjaraan dan pengembalian kerugian Negara tidak bisa dilakukan dilakukan. Pengembalian kerugian negara susah dilakukan karena sejak awal aparat penegak tidak membekukan aset-aset Adelin Lis sebagai jaminan. Kronologi singkat Pada Januari 2006, Kepolisian Daerah Sumatera Utara membongkar kasus pembalakan liar, yang diduga dilakukan Inanta Timber ( memiliki HPH 40.600 hektare) dan Keang Nam (HPH 58.500 hektare). 8 September Adelin Lis di tangkap di Beijing. 27 September 2006, Menteri Kehutanan M. S. Kaban mengeluarkan surat bernomor S 613/ Menhut-II/2006/27 September 2006. Isinya, Adelin Lis hanya melakukan pelanggaran administrasi, bukan tindak pidana. Hukumannya hanya denda Kemudian pada 20 Juni 2007, Adelin Lis mulai disidangkan. 22 Oktober 2007, jaksa menuntut Adelin 10 tahun penjara, denda Rp. 1 Milliar, serta ganti rugi Rp. 119 Milliar, dan US $ 2,9 juta Adelin Lis didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dakwaan No. B07/N.2.10/Ft.2/06/2007. Dakwaan JPU tersusun secara kombinasi, yaitu: kombinasi antara dakwaan kumulatif dan dakwaan subsidair. Dalam kondisi dakwaan kombinasi seperti ini, berarti JPU wajib untuk membuktikan ke-2 bentuk dakwaan tersebut, baik kumulatif maupun dakwaan subsidair. Pada dakwaan kesatu primair, JPU mendakwa terdakwa dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Jaksa menyatakan, Adelin bersama dengan Direktur Utama PT KNDI Oscar Sipayung dan Direktur Operasional PT KNDI Washington Pane merambah hutan di kawasan hutan SikuangSungai Natal Kab Madina yang berada di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah ditetapkan sejak 2000-2005. Akibat penebangan kayu dan tunggakan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) serta tunggakan Dana Reboisasi (DR) negara dirugikan sebesar Rp119.802.399.040 dan USD2.938.556,24. Sedangkan pada dakwaan kedua primair, JPU mendakwa Terdakwa dengan ancaman pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 ayat 2 Jo Pasal 78 ayat (1) dan ayat (14) UU No. 41 Tahun 1999 Jo UU No. 19 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Penebangan hutan yang dilakukan PT KNDI, menurut jaksa, juga tidak dibarengi kegiatan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dalam penebangan pohon kayu hasil hutan dari periode 2000-2005 mengakibatkan kerusakan hutan yang parah. (Red/LA)
Berita Terkait