Utang Pemprov Malut: Kebohongan yang Terselubung?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Kantor Gubernur Maluku Utara (Foto: Dok MI/Rais Dero)
Kantor Gubernur Maluku Utara (Foto: Dok MI/Rais Dero)

Sofifi, MI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Utara (Malut) mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait ketidakjelasan penetapan utang Pemerintah Provinsi Malut untuk tahun 2024.

Dalam wawancara dengan Monitorindonesia.com, Kamis (1/8/2024), Wakil Ketua DPRD Malut, Muhammad Abusama, menyoroti kurangnya data utang yang akurat dari pemerintah daerah selama pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024.

"Jadi persoalannya kemarin begini, waktu kita bahas APBD 2024, kita kan minta mereka hadirkan data utang yang sebenarnya, yang ril, tetapi sampai pada pembahasan itu mereka tidak mampu menghadirkan," ujar Abusama dengan nada kecewa. Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran besar mengenai transparansi dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan.

Karena ketidakjelasan tersebut, DPRD terpaksa menggunakan Surat Perintah Membayar (SPM) yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebagai patokan dalam menghitung utang yang dimasukkan dalam APBD induk. 

Abusama menjelaskan, "Dasar kita ada pada SPM, berapa SPM yang sudah kalian keluarkan, supaya jangan salah, berapa SPM yang sudah dikeluarkan, itu yang dihitung, itu yang kita masukkan dalam pokok (APBD induk) ini."

Lebih lanjut, Abusama mengungkapkan kekhawatiran bahwa utang yang tidak tercatat dalam APBD induk karena tidak adanya SPM hanya akan dimasukkan dalam perubahan anggaran yang direncanakan nanti.

"Kalau memang ada terjadi hal-hal yang masih di luar pada itu pasti tidak besar, tidak banyak, kecil saja. Kita sudah berpikir itu, kalaupun terjadi kita akan masukkan dalam perubahan nanti sehingga itu dia masuk," tambahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah utang ini mungkin lebih besar dari yang diakui oleh pemerintah daerah.

Abusama juga menekankan prioritas pembayaran utang saat ini. "Maka itu kita himbau kegiatan-kegiatan baru yang kurang terlalu penting jangan dulu dilaksanakan, tender dan sebagainya. Kita fokus dulu pada pembayaran utang," jelasnya. Pernyataan ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur prioritas anggaran.

Selain itu, proses rekonsiliasi utang oleh Inspektorat juga menjadi sorotan. Abusama menyebutkan, "Itu APIP mereka punya itu, mereka laporkan ke BPKAD untuk dicatat sebagai utang baru kita bahas secara bersama-bersama, itu bisa diakui oleh APIP berarti utang sudah diakui." Pernyataan ini menyoroti ketidakjelasan dalam pencatatan utang yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Dalam rangka memastikan kelancaran administrasi dan pengelolaan keuangan, DPRD telah meminta Inspektorat untuk lebih transparan dan akurat dalam pencatatan utang. Abusama menggarisbawahi bahwa langkah-langkah ini penting untuk meminimalisir dampak negatif pada anggaran tahun-tahun mendatang. 

DPRD Malut menegaskan pentingnya menyelesaikan utang ini pada tahun 2024 agar pemerintahan baru pada tahun 2025 tidak terbebani dengan masalah utang yang menumpuk.

"Kita sekarang ini fokus bagaimana harus penyelesaian utang, yang harus kita fokus sehingga benar-benar utang ini paling tidak di 2025 itu kita sudah tidak ada utang," tegas Abusama, menggambarkan situasi keuangan daerah yang kritis.

Abusama juga mengungkapkan bahwa dalam skenario terburuk, jika pembayaran utang tidak terpenuhi di tahun 2024, ia berharap sisa utang hanya sedikit.

"Kalaupun ada sesuai dengan kondisi keuangan kita di 2024 ini misalnya tidak memenuhi pembayaran utang, paling tidak itu tertinggal sedikit saja tapi kita berupaya supaya di 2024 ini utang ini tuntas sehingga 2025 dengan pemerintahan yang baru kita bisa jalan," jelasnya.

Terkait perubahan anggaran, Abusama menyatakan bahwa pembahasan tersebut direncanakan pada September 2024 ini, dengan target selesai sebelum akhir tahun. 

"Yah nanti kita lihat di perubahan, kan kita bahas perubahan ini paling tidak kita targetkan September ini sudah bisa harus sahkan supaya September, Oktober, November, dan Desember empat bulan bisa jalan," tutupnya.

Dengan adanya ketidakjelasan ini, DPRD Malut meminta agar pemerintah daerah lebih terbuka dan profesional dalam menyajikan data keuangan, terutama terkait utang.

Hal ini untuk memastikan bahwa perencanaan anggaran dapat dilakukan dengan lebih baik dan transparan, sehingga masyarakat dapat melihat dan memahami kondisi keuangan daerah dengan jelas. Selain itu, keterbukaan ini diharapkan dapat memperbaiki kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah, yang saat ini mulai dipertanyakan. (RD)